Enigmatic Soul

Nanas-imnida
Chapter #13

Bagian 3: Mimpi Kalva

☁✎✉

Hari ini Kiki berangkat lebih siang daripada biasanya. Gerbang nyaris tertutup jika Kiki tidak segera berlarian masuk. Ada anggota OSIS di gerbang kedua, dan Kiki menjadi siswa kesiangan hari ini.

"Sep!" panggilnya, "Tumben lo datangnya pas matahari muncul. Biasanya sebelum matahari muncul lo udah di kelas karena anti sama cahaya matahari kayak vampir. Kenapa?"

Ternyata ada siswa lain yang sama-sama kesiangan, mereka tengah berdiam diri di parkiran paling pojok agar tidak kelihatan anggota OSIS. Salah satunya adalah Bastian atau biasanya disingkat Tian.

"Saya bukan vampir, ya!" balasnya, "Saya sengaja datang siang. Ada sesuatu yang harus saya hindari. Kalau datang siang, saya bisa terhindar."

Tian terkekeh. "Lo nggak apa dapat hukuman dari OSIS? Gua sih udah biasa. Lagian lo ngawur sih anak ambis datangnya siang. Apa kata Pak Bos nanti? Dapet poin berapa kira-kira?"

"Saya nggak peduli, yang penting saya aman."

Jam kelima dan enam kosong. Setelah menghabiskan empat jam di produktif, dan karena suatu urusan, sang guru berhalangan hadir di kelas 11 Otomotif 3. Jadi, kelas kosong dan sebagian pada pergi berkelana dari kelasnya. Hanya tersisa Kiki, Niki, Tian, Kalva, Yuma, dan Jino di kelas. Mereka sibuk sendiri, pun dengan Kiki yang asyik dengan mendengarkan playlist musik di aplikasi hijau yang terkenal bahkan memiliki iklan pribadi di televisi.

Kiki menelungkupkan kepalanya pada tumpukkan lengan, lama-lama ia kantuk karena mendengakan musik yang merdu dan menenangkan alam pikirannya. Perlahan ia terlelap dan masuk ke dalam alur cerita pikirannya sendiri.

Lagi-lagi mimpi itu. Gadis yang terjatuh itu. Adegannya persis sama seperti sebelumnya, Kiki jadi terheran. "Apa jangan-jangan ada arwah yang rasukin saya?" gumamnya. Kiki tidak nyaman tidur setelah tersentak oleh mimpi aneh itu. Sebagai gantinya, Kiki mendengar seseorang memanggil namanya.

Yang memanggil adalah Yuma. "Sep, sini, deh!"

Kiki menghampiri Yuma yang berada di depan meja Kalva. Mereka terlihat berkumpul, anggota tersisa yang berdiam diri di dalam kelas pada berkumpul. Yuma membewarakan bahwa ia memiliki cerita menarik tentang sekolah mereka ini. Ia mendengar dari seseorang yang merupakan lulusan Taruna dua tahun lalu.

"Ini tentang korban bullying yang mengakhiri hidupnya di sekolah, karena kejadiannya tepat di Taruna ... kalian nggak apa kalo semisal ada kejadian aneh menimpa kalian?"

"Apaan, deh, Yuma! Cerita mah cerita aja kali!" Kalva tertawa meremehkan, gemas juga sebab Yuma mulai pandai mencuri hatinya. Maksudnya berhasil membuat Kalva penasaran.

"Gua nggak mau tanggung jawab kalo kalian tiba-tiba ngalamin kejadian aneh setelah dengar cerita ini." Yuma berdeham. "Kalian tau Hansel dan-"

"Grettel? Hansel and Grettel are~ itu?" Jino menyela ucapan pembuka dari Yuma dengan sebuah nama dari negeri dongeng.

"Lain!" Yuma mendengus kesal. "Diem dulu makanya!"

"Diem, No. Lo kalo nggak diem gua sumpel pake kaos kaki harum gua, nih!" Tian juga ikutan kesal lantaran cerita yang hendak Yuma bawakan terputus-putus. Tian tidak suka dengan cerita yang akan berakhir gantung sebab banyak iklan, tetapi bukan sponsor.

"Oke, lanjut!"

"Hansel sama Andien dari Hanserial. Gua anggap kalian udah tau. Nah, Andien ini baru gabung, sih, di Hanserial sebab dia temen deketnya Bang Hansel. Oke ... cerita ini disampaikan sama Andien sendiri pas acara pensi khusus kelas 12 waktu itu. Andien udah ceritain ini di YouTube dan di radio. Yang bikin gua tertarik sampaikan ke kalian adalah ...." Kisah lain dari seseorang yang menjadi korban bullying.

Mendengarkan Yuma bercerita dengan penuh tenaga untuk marah-marah terhadap aksi menganggu yang dilakoni mantan kakak kelas mereka, Kalva mulai kantuk. Berasa didongengi sebelum tidur, Kalva mulai terlelap pada posisinya yang menghadap tembok.

Matanya yang terpejam ini perlahan terbuka hingga mendapati objek kosong dalam kegelapan. Ah, tidak ... ini masih sore. Matahari tengah bersiap untuk tenggelam di barat sana. Namun tetap saja, di sini mulai gelap. Kalva merasa di sini sangat mencekam. Tempat ini sepertinya tidak asing, tetapi di manakah ini?

Bubungan atap, ya? Apa ini di sekolah?

Kalva melangkah tanpa ragu. Deru napasnya terdengar berat, dan irama jantungnya berpacu. Matanya mengawasi sekitar yang mulai gelap seiring lenyapnya cahaya mentari yang tenggelam di barat sana. Langkah demi langkah ia kikis untuk menyusuri tempat tertinggi ini. Sayup-sayup, Kalva mendengar suara rintihan kesakitan dan kekehan lirih seseorang. Sepertinya ada orang lain di tempat ini.

Kalva sudah berada di tepian gedung, tetapi tidak mendapati siapa pun di sini. Tubuhnya berbalik dan menatap ke arah pintu masuk menuju areal ini, menatap lurus sebab ia melihat sesuatu yang bergerak di sana. Suara derap langkah dari sepatu kets yang beradu dengan lantai itu terdengar jelas pada keheningan ini. Jantunya semakin berpacu.

Suara derap langkah berganti dengan suara entakkan bumi. Kalva gemetaran. Lalu, tiba-tiba ada seseorang yang menghampirinya dengan cara berlarian ke arahnya. Entah siapa sebab wajahnya tidak begitu jelas terlihat, tetapi entah darimana asalnya Kalva bisa mengenali orang itu, sayangnya Kalva tidak bisa mendapatkan siapa nama itu.

Kalva yang terpaku hanya bisa memejamkan matanya sekuat mungkin, sehingga ia tidak dapat melihat aksi apa yang akan dilancarkan orang itu kepadanya. Dalam sekali entakkan tubuhnya beradu dengan terali tepi gedung, sehingga Kalva terjatuh dari pembatas gedung. Kalva berteriak, dan tubuhnya tersentak.

Kalva membuka matanya, ia berada di area yang gelap. Tiba-tiba sesuatu jatuh tepat di hadapannya. Sosok tubuh perempuan itu terjatuh di depannya dalam radius dua meter. Sontak Kalva berteriak.

"Bunda!" Kalva tersentak dari duduknya, mendapati kekosongan di sekitarnya padahal belum lama ada teman-temannya yang tengah asyik mendengarkan cerita dari Yuma. "Pada kemana ini abang-abang sekalian? Kenapa gua ditinggal sendirian di kelas? Mana mimpinya serem banget, anjir!"

Terbirit-birit, Kalva meninggalkan ruang kelasnya. Di luar ia mendapati teman-temannya yang berkumpul sambil berjongkok di lantai depan kelas. "Woi! Nggak ngajak, sialan lo pada," berang.

Lihat selengkapnya