Enigmatic Soul

Nanas-imnida
Chapter #17

Bagian 4: Sekolah Setelah Jam 6 Sore pt.2

☁✎✉

Pagi ini ada pertandingan kecil antar kelas yang dilaksanakan di lapangan belakang. Pertandingan lari estapet, pertandingan balap karung, estapet kelereng. Berlanjut ke tengah hari, pertandingan semakin memanas dan berat antar jurusan seperti, tarik tambang, futsal, hingga dodgeball di lapangan belakang. Sedangkan itu, pertandingan voli diadakan di lapangan dalam ruangan.

Semua warga sekolah sangat berantusias terhadap festival ini. Selain para pertandingan, tiap kelas menjajakan berbagai stan seperti: makanan dan minuman, foto booth, nuansa ala kafe, sampai perawatan bak di salon yang dibuka oleh jurusan Kecantikan.

Tak terasa waktu bergulir seiring para pertandingan yang mencapai klimaks masing-masing di setiap kelompoknya. Pengumuman para pemenang akan dibagikan minggu depan setelah upacara berakhir. Selagi menunggu acara selanjutnya, yaitu uji nyali. Kebanyakan dari mereka masih berlalu lalang di lingkungan sekolah meski hari mulai menggelap, menunggu acara selanjutnya yang merupakan acara penutupan yang sangat istimewa. Ya, setidaknya begitulah kata panitia. Istimewa pada hut sekolah yang ke-42 tahun.

Laki-laki itu datang menghampiri. Duduk di samping kanan yang kosong. Lalu, memberikan sekotak susu kepadanya. Ialah Wisnu, si anggota OSIS paling 'kalem' dengan segala pikiran berlebihan ala drama. Meski begitu, Wisnu adalah tipikal yang tangguh dan peduli kepada orang terdekatnya. Ya, walaupun tak bisa ditutupi jika sosok seperti Wisnu ini agak menyebalkan juga.

"Gimana, udah baikan punggungnya?" tanyanya dengan kekehan lirih. "Lo lemes banget. Kenapa, sih, Bro?"

Diterimanya sekotak susu rasa pisang, dari presentasinya saja sudah bikin perutnya kembung. "Lemes, Bro ...." Sangat meresahkan, nada bicaranya sampai sangat lemah begini. Kiki terlihat begitu pucat bersama keringat dingin yang muncul di area dahi dan lehernya.

"Lo pulang ajalah, Ki. Lagian ini acara nggak terlalu wajib diikuti kok. Lo bisa pulang, gua panitianya kok. Jadi, lo boleh pulang." Sangat pengertian sekali saudara satu ini.

Kiki menggeleng lemah. "Saya harus ikut sampai acara selesai, saya harus ketemu dia gimana pun keadaannya."

Wisnu tidak begitu menahu tentang siapa dan apa yang Kiki maksudkan, tetapi dirinya juga tidak tega melihat keadaan kawannya sendiri dalam keadaan kurang sehat seperti ini. Wajah putih bersihnya benar-benar nyaris seputih itu, bibir kemerahan yang cerah dan sehat milik pemuda itu juga terlihat pudar, belum lagi keringat dingin serta jaket tipis yang sengaja dipakainya itu seakan kurang untuk membungkusnya seorang diri.

"Terserah! Nah, sekarang lo ikut gua," titahnya, "gua bawa ke Jia buat diurus anak PMR. Lo juga demam ini." Begitu meyentuh dahi bercak keringat dingin itu, Wisnu menyimpulkan jika Kiki benar-benar tidak baik kondisi kesehatannya. "Lo udah makan?"

Menggeleng tanpa kata. "Saya harus ikut uji nyali sama Paketu, Nu." Kiki sudah berdiri dengan tubuhnya yang terasa lemas itu.

"Masih lama! Ayo, ke kantin dulu sebelum datengin Jia buat urusin lo yang sakit ini." Merangkul Kiki dengan tanpa ragu, berjalan beriringan meninggalkan area pinggiran lapangan belakang.

*o*

"Kalian siap?"

"Siap untuk apa, ya, Kak?" Yang satu ini terlihat ragu-ragu untuk ikut, mendekatkan dirinya kepada temannya yang memakai jaket itu dengan ketakutan yang semakin kentara jelas terlihat pada wajahnya. Manalagi barang bawaan nyeleneh yang dibawanya membuat malu kelompok ini.

Laki-laki itu terkekeh sambil mengusap singkat hidungnya. "Apa lagi? Jalankan misinya, di sini adalah titik awal, kalau titik finisnya ada di lantai tiga gedung 4A, di kelas Busana 1. Misi kalian adalah untuk kumpulin benda-benda berikut ...." Menyerahkan sebuah kertas berwarna merah muda kepada orang itu.

"Anu, Kak ...," katanya, "katanya ada foto-foto, itu beneran bagian dari misi juga?" Sepertinya ialah ketua dari kelompok ini.

Menjentikan jarinya. "Bener juga, sori saya lupa. Soalnya kalian agak ngeselin di awal tadi, haha ...," ungkapnya, "untuk foto-foto itu sendiri, nggak perlu kok. Tapi, kalian bakalan dikasih pegang kamera. Sedangkan, kamera itu sendiri bagian dari misi kalian untuk ditemukan, gimana paham?"

Dua di antara mereka berlima mengangguk, sisanya hanya terdiam dengan rasa tidak nyaman karena kegelapan menyelimuti mereka di sini. Padahal dua jam sebelumnya masih aman, listrik dan lampu masih pada nyala

"Silakan~!"

Ramdani, laki-laki itu memegangi kertas dan ponsel miliknya yang tengah menerangi aksi membaca tulisan kertas itu.

Niki, ia berkacak pinggang dengan mata sipitnya yang tajam.

Kiki, ia sudah cukup baik-baik saja walau seluruh tubuhnya sangat lemas dan kedinginan, padahal ia sudah dipinjami jaket milik Niki.

Kalva, pemuda ini siaga dengan kemoceng yang entah apa gunanya untuk dibawa.

Lalu, satu dan terakhir adalah Tian yang dipaksa ikut oleh Ramdani, alasannya sangat realistis, karena Tian si paling tahu segalanya.

Lihat selengkapnya