Tutup matamu.
Di depan matamu, perlahan-lahan mulai terlihat samar.
Apakah akan ada tempat untukmu pada akhirnya?
┈────────────── ೄྀ࿐ ˊˎ-
Sore itu di bubungan atap gedung jurusan, Kiki terdiam sambil menatap jalan utama yang banyak dilalui kendaraan. Sesekali, ia memejamkan mata dan merasakan angin menerpa permukaan kulit wajahnya. Selain itu, Kiki juga berusaha mencari keberadaan seseorang yang diduga hilang sejak malam itu. Sudah berlalu cukup lama, sekitar lima hari yang lalu.
"Kenapa sosok itu ngincar dia?" katanya sambil membuka perlahan kedua matanya.
Memandangi pemandangan gedung dan jalanan yang terlihat begitu sibuk hari ini. Akan tetapi, dari sekian banyaknya hal yang mesti ia pikirkan-agar merasa sibuk-kenapa dirinya harus memikirkan roh gadis berseragam itu?
Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Gadis itu menampakkan dirinya di belakang laki-laki pendiam yang berada di tepian terali. Gadis itu tersenyum penuh, kemudian melangkahkan tungkainya untuk mendekati Kiki. "Hai!" sapanya.
Kiki tertegun kala mendengar suara itu. Kepalan tangannya semakin mencengkeram besi pembatas. Kiki berbalik, bibirnya tertutup rapat saat berhadapan dengan gadis itu. Menatapnya dengan tatapan bergetar yang sulit diartikan apa makna dari tatapan itu, wajahnya bersih dari segala emosi.
"Kenapa liatin Rara kayak gitu?" Mulai salah tingkah. "Ah, soal malam itu, ya? Kamu pasti marah, ya?" Matanya menatap ke bawah. "Maaf, waktu itu tiba-tiba dibawa pergi sama Maria. Malam itu aku nyaris celakain orang. Maria sadar kalo aku udah jahatin manusia dan supaya nggak dimarahi Papa, Maria bawa aku pergi."
Kiki masih bergeming. Kiki menangkap keberadaan aura gelap di sekitar sini, tetapi entah dari mana asalnya. Padahal tadi baik-baik saja, sebelum akhirnya sosok gadis itu muncul. Apa mungkin berasal dari gadis itu?
Kiki segera menggeleng, mengenyahkan pikiran buruk agar tidak mempengaruhi kondisinya lagi. Kiki tersenyum kaku, lesung pipinya secara samar tampak. "Kenapa harus minta maaf? Itu, kan, urusan kamu dan bukan urusan saya. Saya baik-baik aja malam itu."
Walau sebenarnya tidak.
"Iyakah? Syukurlah," katanya.
Kiki tersenyum kaku. "Oh, iya. Kamu bilang malam itu nyaris celakain orang?"
Rara mengangguk. "Nyaris! Untungnya Maria langsung bawa pergi. Kata Maria, "Kamu mulai dipengaruhi energi jahat, kalau saya tidak segera membawa kamu pergi, kamu akan dikendalikan sosok jahat itu." Gitu."
Kiki jadi teringat ucapan sosok dengan aura gelap malam itu-ketika Rara pergi-yang mencari Rara. Bekas ingatan dari sosok yang malam itu merasukinya masih jelas terputar dalam kepalanya, sosok itu menginginkan Rara. Kata-kata bertajuk 'kenapa' memenuhi isi kepalanya.