Enigmatic Soul

Nanas-imnida
Chapter #33

Bagian 8: Berani Malu, Takut Mati*

☁✎✉

Sejak ingatan masa lalunya mengurung kesadaran, seperti mantra yang merangsang tubuhnya untuk menjadi kasat bagi mata siapa pun, termasuk orang-orang dengan kondisi yang lemah. Ia diperdaya ingatannya sendiri.

Tidak bisa mengelak dari kejadian barusan, ia telah menjadi biang keladi bagi kecelakaan di jalanan ramai lancar ini. Tubuhnya bergeming dengan kondisi terburuknya, berdiri di tengah jalan yang terparkir sebuah mobil terhenti tidak beraturan dengan lampu menyorot ke depan, menyoroti tubuhnya yang transparan.

Semua orang berkerumun, menolong korban yang berjatuhan akibat kecelakaan yang baru saja terjadi. Tidak ada korban jiwa, hanya saja luka mereka dikatakan cukup serius.

Umumnya pada bagian kepala dan leher, ada pula pengendara motor yang nyaris terlindas, pengendara itu terluka di sekujur tubuhnya karena harus menarik rem secara mendadak.

Awal mula kejadiannya karena mobil paling depan itu mendadak menginjak pedal rem. Ia berhasil menghindari sosok yang berada di tengah jalan, tetapi di belakang sana dalam radius tiga meter ada mobil lain yang tidak mengetahui perihal rem mendadak.

Secara brutal mobil itu menabrak bagian belakang mobil yang ada di depannya. Kedua mobil itu saling bertumbuk hingga saling terpental sekitar dua meter dari tempat berhenti. Seketika itu, ada pengendara motor yang tersenggol karena tidak menahu kejadian mobil yang mendadak terhenti.

Entah karena apa, tetapi para korban mengaku jika mereka kelelahan dan merasa sangat kantuk. Selain itu, mereka juga mengaku jika mereka tidak menyadari keberadaan satu sama lain.

Ada tiga mobil yang menjadi korban dengan masing-masing mengalami luka ringan, dan langsung dilarikan ke rumah sakit akibat keadaan yang darurat, langsung tidak sadarkan diri. Terutama pengendara mobil pertama.

Korban dengan luka serius itu adalah pengendara motor, ia terseret beberapa meter hingga tubuhnya lecet. Pengendara motor itu langsung dilarikan ke rumah sakit ketika ambulans datang.

Gadis itu masih bergeming, tetapi pelan-pelan ia mengembangkan seringaian dengan tatapan kosong. Ia menatap semua orang yang terluka dengan seringaian itu. Entah apa yang dipikirkannya. Hanya saja, ia merasa lega telah membuat orang-orang itu terluka.

"Kendalikan dirimu!" Suara ini ada di belakang tubuh gadis itu. Suara paruh baya yang nyalang namun penuh pengertian. "Jangan terpengaruh emosi itu, jangan terpengaruh dengan amarahmu sendiri! Itu tidak akan memberikanmu keuntungan."

Ia menyerahkan setangkai bunga kemboja putih kepada gadis itu, senyuman keriputnya tampak menenangkan. Ia berdiri di depan gadis itu. "Bukankah teman-teman barumu sudah memperingatkan hal ini?"

Gadis ini terperanjat. Menoleh ke belakangnya. "Nenek?"

Wanita baya ini tersenyum lebar. "Bagaimana petualangan barumu? Sepertinya ini terlalu berbahaya, kan? Kalau begitu, seharusnya aku langsung saja pada intinya." Ia mengulurkan tangannya ke arah gadis itu, mendaratkannya di kepala gadis itu. Awalnya ia mengusap ke samping, tetapi ia juga mengusap mata gadis itu.

Mereka menghilang dari area tkp kecelakaan beruntun tanpa korban jiwa itu. Wanita paruh baya itu telah melakukan sesuatu kepada gadis yang menjadi biang keladi atas kecelakaan beruntun barusan.

Tubuhnya tersentak saat sesuatu telah menariknya pergi. Entahlah, rasanya seperti ada sesuatu yang mengisap tubuhnya. Dilihatnya dengan pandangan mengamati, ia berada di tempat yang tidak asing.

Sebuah taman bermain yang selalu ada dalam ingatannya. Kenangan yang ada di tempat ini kebanyakan mengandung hal-hal menyenangkan.

Sebuah cahaya putih dengan warna ungu muncul di hadapannya. Ia tercengang. Tubuhnya tersentak ke belakang, napasnya seakan tercekat. Akan tetapi, begitu cahaya menunjukkan wujud sebenarnya, ia dibuat tertegun.

"Ay–yah!" katanya dengan suara tertahan.

Sosok itu berdiri dengan pakaian serba putih yang begitu bersih, ia tersenyum tenang sambil mengamati gadis yang membuatnya melunturkan senyuman itu sendiri. "Kenapa kamu malah menyakiti orang-orang?"

Gadis itu meloloskan tangis yang tidak bisa dibendung lebih lama lagi. Gadis itu menangis sejadi-jadinya sambil kepalanya tertunduk dalam ke bawah. Ia teringat kejadian tadi di jalanan, ia sudah mencelakai orang lain, padahal selama ini tidak pernah ingin dilakukannya.

Walau sering jahil dan iseng terhadap manusia, tetapi untuk menyakitinya ia tidak pernah memiliki niatan seperti itu. Namun, di jalanan tadi dirinya malah melakukannya. "Maaf ...."

Sosok pria itu berjalan mendekati gadis itu. "Selama ini, Ayah selalu perhatikan kamu. Ayah selalu ada di dekat kamu walau kamu nggak ingat, kamu udah bertahan sebaik mungkin. Kamu sudah ingat semua, kan?"

Gadis itu sedikit mengangkat kepalanya, dan mengangguk. Dapat ia rasakan sebuah usapan di kepalanya begitu menenangkan hatinya. Lalu, ia dibawa ke dalam pelukan dari pria itu.

"Udah saatnya kamu pulang, ya?"

Lihat selengkapnya