Dia tak akan pernah bisa hadir di kehidupannya.
Dia hanyalah seorang tokoh ciptaan seseorang.
Namun, sang gadis tak peduli akan semua itu dan tetap mencintainya layaknya seorang manusia.
Menjerat dirinya sendiri dalam cinta delusi yang memabukkan.
“Maaf terlambat! Haiba Lav sudah datang!”
Suara bernada sedikit cempreng seperti ocehan anak kecil mengalun lembut di telinga Anna. Tak bosan-bosannya dia memutar satu episode itu berulang-kali untuk mendengarkan suara husbu-nya. Lav pertama kali muncul dia season 2, itu pun hanya beberapa episode saja. Sedikit sekali memang jatah munculnya jika dibanding dengan karakter sampingan lainnya. Namun, siapa sangka hal itu justru sangat membekas pada ingatan Anna.
Selama menonton anime voli tersebut, belum ada satu karakter pun yang membuatnya tertarik seperti saat di melihat anime lain. Sampai akhirnya Lav hadir, muncul rasa yang berbeda dalam hati Anna. Setelah menyaksikan Lav tampil di episode perdananya, Anna langsung menjadikannya husbu yang kesekian. Lav resmi bergabung dalam daftar husbu bersama belasan karakter dari anime-anime lain.
Anna di bangku SMA kelas satu masih memiliki banyak husbu. Sesuatu yang wajar bagi pecinta anime. Perasaan mereka pada husbu atau waifu masing-masing pun berbeda-beda setiap orangnya. Ada yang hanya sebatas suka dalam konteks mengagumi, mirip seperti kekaguman seorang fans pada idol-nya. Ada pula yang benar-benar menyukai layaknya perasaan suka pada lawan jenis. Dan yang paling parah adalah mereka yang sampai memaksakan realitas, mengharuskan mereka hidup bersama karakter fiksi pujaannya.
Awalnya Anna berada di tingkat pertama. Namun suatu waktu, dia menyadari bahwa apa yang bergejolak di hatinya adalah pertanda bahwa dia tak lagi sebatas menjadikan para husbu sebagai karakter favorit.
“Husbu-ku cuma satu sekarang. The one and only, Haiba Lav.”
Hana dan Icha terbengong-bengong ketika Anna memberitahu mereka informasi tak penting itu. Apalagi, kawan mereka mengutarakannya dengan penuh semangat, seakan seluruh dunia harus mengetahuinya.
“Terus, hubungannya sama kami apa?” tanya Icha.
Anna menggeleng sambil tetap tersenyum. “Nggak ada. Just info. Bahwa seorang Anna yang punya sederet gebetan fiksi, kini sudah setia pada satu orang saja. Dan akan terus setiap setiap saat seperti Rexana.”
“Emang kamu deodorant?” ledek Hana. “Ngomong gitu tahu-tahu nanti nonton anime baru nambah lagi daftar husbu-nya.”
“Of course not. Aku udah berkomitmen mulai hari ini,” ujar Anna dengan bangganya.
Saat itu, Hana dan Icha tak menganggap serius perkataan Anna. Mereka kira otaku satu itu akan kumat lagi begitu melihat cowok tampan nan berkarisma pada anime-anime yang dia tonton selanjutnya. Namun, siapa sangka Anna sungguh-sungguh dalam ucapannya.
Keduanya menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa bucinnya Anna pada husbu mutlaknya itu dalam beberapa hari ke depan. Mulai dari mencetak gambar-gambar Lav dalam bentuk polaroid, mengunggahnya dalam postingan Instagram, hingga menempelkan foto Lav di lemari. Kelakuannya persis remaja yang kasmaran, hanya saja yang ini objeknya tidak nyata.
“Senpai ini, ya. Udah kayak suka sama orang beneran saja,” tukas Icha pada suatu hari.
“Lav, kan, juga orang!” Anna balas menukas.
Icha mencibir, “Tapi beda dimensi! Aku heran, deh, kok bisa Senpai benar-benar sebucin itu sama husbu-nya. Awal mulanya gimana?’