Kehidupan akan selalu berjalan, layaknya roda yang terus berputar.
Orang-orang di sampingnya tak akan selalu berada di sana.
Begitu pun hal-hal yang ada di sekitarnya, satu per satu akan terpaksa dia tinggalkan.
Karena jika tidak, kehidupannya akan berhenti di tempat, lalu mengurungnya dalam dimensi yang tak akan tergerus waktu.
Belajar dengan sungguh-sungguh, menyiapkan ilmu untuk menghadapi Ujian Nasional, lalu bisa lulus SMA dengan nilai ujian yang tinggi. Semua itu adalah skenario yang sudah terbayangkan oleh para murid sebelum mengubah status mereka dari pelajar menjadi mahasiswa. Namun, lagi-lagi, realita memang sering berjalan tak sesuai harapan. Bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
“Selamat, ya, Anna! Kamu lulus dengan peringkat dua seangkatan!”
Hari itu, Mama dan Papa Anna memberinya selamat atas pencapaiannya telah lulus dengan nilai terbaik kedua. Anna mengenakan seragam toga lengkap, dengan dalaman kemeja putih seragam sekolah. Orangtuanya hadir di sebelahnya, bersama-sama menyaksikan wisuda yang diadakan secara online.
Aneh memang kedengarannya, tapi itulah yang Anna dan teman-temannya alami. Suatu peristiwa telah terjadi secara global, membuat kegiatan belajarnya terhambat. Mereka sudah melaksanakan Ujian Sekolah, tinggal menghitung mundur waktu sampai hari Ujian Nasional. Lalu, mendadak mereka diminta untuk pulang ke rumah selama dua minggu, dikarenakan sebuah virus mematikan dan cepat menyebar yang menjadi pandemi global telah sampai ke Indonesia. Semua sekolah diperintahkan untuk ditutup dan murid-murid diisolasi di rumah masing-masing, tak boleh mengadakan kerumunan, agar mencegah penyebaran virus tersebut.
Awalnya, Anna berpikir sama seperti yang lain, mereka akan kembali bersekolah setelah dua minggu. Namun nyatanya, mereka tak pernah kembali lagi ke asrama untuk bersekolah. Pemerintah mengeluarkan aturan terkait lockdown1, melarang seluruh warga untuk keluar rumah. Terlebih, penyebaran virus itu juga telah sampai di kota Anna. Pembelajaran pun dalam sekejap dialihkan melalui online, begitu pun bimbel persiapan Ujian Nasional. Tak pernah disangka bahwa pada akhirnya, Ujian Nasional sendiri juga dihapus. Tepat satu bulan sebelum mereka melaksanakannya.
Sekarang di sinilah Anna berada, di rumahnya sendiri dengan mengenakan seragam toga lengkap, mengikuti wisuda kelulusannya yang digelar secara online. Nilai yang dipakai untuk menyusun peringkat murid tidak lagi didasarkan oleh nilai Ujian Nasional, melainkan Ujian Sekolah. Acara yang telah angkatan Anna rencanakan untuk diadakan sehari sebelum wisuda juga tak bisa dilaksanakan karena semuanya sudah kembali ke rumah masing-masing. Rencana mereka untuk menciptakan perpisahan yang berkesan bagi adik-adik kelas seketika buyar.
Hal ini menjadikan wisuda tak begitu hangat suasananya. Mereka menyaksikan sendiri-sendiri, tanpa mendapat kesempatan untuk menyampaikan salam perpisahan pada yang lain. Anna sendiri belum pernah lagi bertemu dengan Hana maupun Icha sejak libur dua minggu kala itu.
“Setelah ini kamu mau ngapain, Na? Sudah nemu guru privat untuk setor hafalannya?” tanya Hana saat video call dengan sahabatnya setelah acara wisuda selesai.
Anna bertopang dagu dan menjawab, “Kalau guru privat sudah. Rencana selanjutnya juga, kayaknya aku mau belajar bahasa Arab lagi di sini. Kemarin ibuku nawarin kuliah itu yang hanya dua tahun dan gelarnya sekelas D2. Mungkin juga aku ikut Akademi Guru, perguruan tinggi yang satu yayasan sama sekolah adikku itu, lho. Di sana dua tahun juga, tapi masuknya Januari tahun depan.”
“Wih, hebat. Kukira kamu bakal nganggur ngehalu doang, hahaha... Ternyata malah lebih banyak kegiatanmu dariku. Jadi, kamu mau ikut kuliah singkat itu dua sekaligus?’ Seperti biasa, Hana sangat tertarik dengan rencana-rencana sahabatnya.
“Ya, kemungkinan masih pandemi, kan? Jadi keduanya juga masih online belajarnya. Lagipula, yang Akademi Guru itu hanya di hari Jum’at dan Sabtu. Jadi, ya, kalaupun harus berangkat bisa kepegang semua. Walau artinya itu full seminggu, sih.” Anna menghela napas pendek. “Kamu sendiri gimana? Mulai pindah ke Jogja kapan?”
Beberapa minggu sebelum wisuda, pengumuman seleksi SNMPTN telah keluar. Tercatat ada empat murid dari angkatan Anna yang lolos. Tiga siswi dan satu siswa, salah satunya adalah Hana. Dia diterima di universitas top yang berada di daerah Jogja. Sekali lagi, dia akan kembali menjadi anak rantau.
“Masih nunggu pengumuman. Lagian lockdown gini, sama kayak punyamu, mungkin awal semester bakal kuliah online dulu. Yang jelas bakal sibuk lagi setelah ini,” jawab Hana.
“Semangat, deh, yang mau jadi mahasiswa.”
“Lah, kamu juga, jadi mahasiswa, to? Lebih sibuk malah!”
Tawa renyah keduanya lepas pada detik selanjutnya, tersalurkan satu sama lain melalui telepon. Walaupun waktu belum memberi mereka kesempatan bertemu, masih bisa bertukar kabar lewat video call atau chatting sudah lebih dari cukup untuk mengobati rindu mereka. Begitu pun dengan Icha yang masih bergelut dengan ujian kenaikan kelas. Terkadang, mereka mengadakan nonton bareng secara online, dengan video call yang mana salah satu dari mereka akan membagikan tampilan layar. Sehingga mereka bisa menonton anime bersama-sama meskipun terhalang jarak.