ENTANGLED In Delusion Love

Disha Kei
Chapter #12

BAB 11

Banyak orang bilang bahwa kedatangan jodoh adalah rahasia Tuhan.

Terkadang ada yang sudah berharap jodoh, tapi rupanya belum waktunya datang.

Ada pula yang tak berharap datang secepat itu, tapi justru sudah tiba waktunya.

Ketika tenggat waktunya sudah dekat, maka sejauh apa pun dia berusaha menghindar, jodohnya akan tetap sampai padanya.

“Ma! Ma!”

Suara langkah kaki yang tak beraturan menggema dari ruang depan menuju dapur. Mama yang sedang memasak sontak menjatuhkan spatulanya karena kaget. Sosok yang berteriak mendadak itu sampai di hadapannya dalam beberapa detik, lantas memperlihatkan isi handphone-nya.

“Kenapa, sih, Pa? Jangan ngagetin begitu—”

Mata Mama membelalak lebar melihat tampilan chat yang ditunjukkan Papa.

“Itu dia? Apa kalian tukar nomor handphone saat kejadian kemarin?” tanya Mama dengan suara bergetar.

Papa menggeleng. “Nggak. Sengaja nggak Papa minta karena takut ketahuan banget ada maunya. Tapi Papa yakin Ustadz Fauzan bakal menghubungiku karena uang yang dikasih lebih. Sesuai dugaan, dia nge-chat duluan mengabari kalau uangnys lebih dan berniat mengembalikan.”

“Tapi, dari mana Ustadz Fauzan tahu nomor Papa?’ tanya Mama lagi.

“Kan ada guru yang nge-save nomor Papa. Dia pasti nyari-nyari dulu ke rekan kerjanya. Padahal kembalian nggak seberapa, tapi dia tetap jujur bahkan bela-belain nyari nomor Papa,” tutur Papa yang tak bisa menyembunyikan raut bahagianya.

Mama mencicipi masakan yang dibuatnya tanpa menghentikan perbincangan. “Terus? Buat selanjutnya gimana?”

“Ya, biarin saja mengalir dengan sendirinya dulu. Setidaknya, Papa sudah punya nomornya. Kalau ada kesempatan yang pas, Papa bakal mulai pembicaraan soal Anna,” jelas Papa. “Nggak mungkin, kan, baru dapat nomor langsung saja nyerocos soal anak kita.”

“Perlu kita bilang ke Anna?”

Papa tampak berpikir sejenak sebelum memutuskan. “Nanti malam, deh, Papa saja yang ngobrol sama Anna.”

Anggukan semangat Mama menjadi pertanda bahwa dirinya juga setuju akan hal itu. Pasutri yang telah mengarungi bahtera rumah tangganya selama dua puluh tahun cekikikan bersama-sama. Tak pernah mereka bayangkan mencarikan jodoh untuk anak sendiri akan semenarik ini. Padahal yang akan menikah bukan mereka, tapi mereka juga merasa berdebar-debar di setiap prosesnya.

Rencana mereka sudah satu langkah lebih maju lagi hari ini. Yang awalnya mereka kira akan sulit untuk memulainya.

Selagi menunggu masakan Mama selesai, Papa kembali ke kamar untuk memeriksa pesan WhatsApp dari kantor. Sudah lumayan lama dia berlibur, bisa jadi dalam waktu dekat kantor memanggilnya untuk dinas kembali. Papa memang kerja dinas luar sejak Anna kecil. Hanya pulang seminggu selama satu bulan, bahkan akhir-akhir ini kepulangannya makin sebentar. Walau begitu, Anna sama sekali tak kekurangan figur ayah. Papa justru menjadi figur ayah terbaik bagi Anna, sampai dirinya berkeinginan untuk memiliki pasangan yang sifatnya sama dengannya.

Papa mengerjapkan mata melihat apa yang didapatnya ketika sedang memeriksa isi WhatsApp. Jarinya yang sedang menggeser layar untuk melihat status WhatsApp para kontaknya terhenti di salah satu foto pernikahan. Dengan nama Fauzan sebagai pemilik status tersebut. Jantung Papa sempat berdebar tak karuan karena mengira itu foto pernikahan sang guru yang diadakan mendadak. Namun, saat diperbesar, rupanya mempelai pria bukan dia.

Helaan napas lega keluar dari mulut Papa setelahnya. Melihat foto tersebut pun membuatnya terpikir akan sesuatu. Status Fauzan yang merupakan foto pernikahan temannya dapat menjadi kesempatan Papa untuk mengangkat topik soal menikah dengannya.

Assalamualaikum Ustadz, siapa yang menikah?

Begitu rupa ketikan Papa untuk mengawali pembicaraan baru selain membahas spion. Dia biarkan beberapa menit sembari memeriksa pesan-pesan lain yang belum dibaca. Jam segini para guru masih di sekolah, wajar jika Fauzan tidak langsung menjawabnya.

Wa’alaikumussalam, Pak. Itu yang cowok teman saya kemarin menikah.

Di luar dugaan, Fauzan membalas pesan Papa hanya dalam lima menit. Buru-buru Papa kembali ke kotak pesannya dengan Fauzan, memberi balasan baru. Lelaki itu ternyata sedang online, sehingga pesan yang masuk bisa dia balas secepatnya selama beberapa menit ke depan. Momentum ini harus Papa manfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk menjalin komunikasi yang erat dengannya.

Kalau Ustadz, kapan nikahnya?.

Saya kapan-kapan saja, Pak. Hehe...

Satu hal lain terlintas di benak Papa. Satu hal penting yang harus dia tanyakan pada calon menantunya ini. Satu hal yang menjadi penentu langkah-langkah mereka selanjutnya.

Sudah ada calonnya?

Papa menunggu balasan sembari menelan ludah. Dadanya berdebar-debar melihat tulisan di bawah nama kontak Fauzan belum berganti dari “mengetik”. Hingga bunyi pesan masuk membuatnya mengerjap, melihat balasannya dengan mata membelalak.

Lihat selengkapnya