Mulai hari ini Azalea menempati tempat tinggal baru yang disediakan oleh Arthur, lelaki yang kamarin telah mengikat sebuah perjanjian dengannya. Ia hanya datang membawa tubuhnya saja, karena segala fasilitas termasuk kebutuhan pribadinya sudah disediakan oleh sugar daddy-nya itu.
Ia menempati sebuah apartemen minimalis tapi tetap terkesan mewah, dengan seorang pembantu paruh baya untuk mengurusi semua kebutuhannya juga seorang sopir yang ditugaskan untuk mengantar jemput semua kegiatannya termasuk pergi dan pulang dari sekolah.
"Kau boleh bersosialisasi dengan teman-temanmu, menghabiskan masa remaja dengan normal karena aku tak ingin merenggutnya. Tapi ingat, kau tak boleh memiliki kekasih apalagi berhubungan terlalu jauh. Aku benci berbagi tubuh dengan orang lain. Kau harus ingat, semua yang ada padamu adalah milikku!" Ucapan dingin Arthur di malam ketika ia bersedia menandatangi kontrak, kembali terngiang jelas di telinganya.
Secara tidak langsung, lelaki itu memang sengaja memenjarakan tubuh dan jiwanya dalam sangkar emas. Karena setelah hidupnya berubah 180 derajat seperti ini, siapa yang bisa menjamin jika ia bisa menjalani lagi kehidupan yang normal tanpa banyak pertanyaan rumit dari teman-teman dan orang-orang di sekitarnya?
Sekarang, mau menangis pun rasanya percuma. Azalea telah terperangkap pada jebakan yang ia buat sendiri. Kebebasannya telah terjual pada setumpuk kekayaan yang bahkan tak pernah terlintas dalam pikirannya.
Permulaan dari semua ini adalah, ayahnya yang mendadak naik pangkat bahkan langsung menerima jabatan sebagai kepala cabang senior pada perusahaan cabang di luar kota, lengkap dengan segala fasilitas mewah untuk keluarganya seperti yang sekarang ia dapatkan. Fantastis, bukan?
Rupanya lelaki bernama Arthur itu tak main-main ingin menguasai hidupnya, bahkan sekarang ia merasa seolah tidak punya hak atas tubuhnya sendiri.
"Nona ...," panggil seseorang di belakangnya, mengembalikan lagi kesadaran yang beberapa jenak lalu telah mengembara entah ke mana.
Belum juga Azalea menjawab, perempuan paruh baya yang memperkenalkan diri dengan nama Bibi May itu telah melanjutkan kembali ucapannya.
"Sebaiknya anda segera bersiap karena Tuan Arthur mengabari akan menuju kemari sepulangnya dari kantor."
Seketika jantung Azalea langsung berdegup dengan kencang, keringat dingin bahkan langsung mengucur deras dari balik baju yang dikenakannya. 'Mungkin inilah saatnya,' batinnya menggumam lirih. Bisa menghindar atau pun tidak, situasi seperti ini kelak akan di hadapinya lagi cepat atau lambat.
Bibi May menggiringnya menuju kamar mandi, ternyata ia telah menyiapkan bathtub berisi air hangat lengkap dengan taburan kelopak mawar di dalamnya, juga lilin aroma therapy pada sisi-sisinya. Namun, tetap saja wangi yang seharusnya menenangkan itu, tak mampu menenangkan jiwanya yang gelisah.
"Silakan buka bajunya, Nona," ujar Bibi May. Lagi-lagi menyentakkan kesadarannya.
"M-- maaf," jawab Azalea gugup. Refleks ia mengeratkan genggaman tangan pada kaus yang menutupi dadanya.
Namun, seakan tak peduli pada rasa gugup yang sekarang menyelimuti Azalea, Bibi May langsung menghampirinya dan tanpa basa-basi melucuti bajunya satu persatu seakan pekerjaan ini biasa ia lakukan.
"S-- saya bisa melakukannya sendiri, Bi," kata Azalea rikuh saat Bibi May hendak menarik panty sebagai satu-satunya benda yang menutupi tubuh bagian bawahnya.
Bibi May menatapnya sebentar, tapi untungnya mengizinkan Azalea untuk melakukannya sendiri sementara ia berlalu mengambil botol-botol dan membawanya ke sisi bathtub.
"Kemarilah, Nona, jangan terlalu membuang waktu. Sebentar lagi tuan Arthur datang," ujarnya datar tanpa intonasi. Gegas Azalea memasuki bathtub dengan kepala tertunduk.
Rupanya kegiatan ini tidak selesai sampai di sini saja. Bibi May benar-benar memandikannya, menggosok punggung, perut juga kaki dan tangannya dengan telaten. Pun rambut panjang Azalea, tak lepas dari pekerjaan tangannya. Kini ia merasa seperti bayi kecil tidak berdaya yang sedang dimandikan ibunya
Mengingat hal itu, tiba-tiba saja matanya berkaca-kaca. Hatinya berbisik lirih, apa kabar keluarganya sekarang? Ayahnya, ibunya juga kedua adiknya? Sudah satu minggu ini Azalea tidak bertemu semenjak ia pindah pada dunia asing dan tubuhnya terpenjara pada ruang yang bernama apartemen mewah ini.
Seharusnya ia tidak usah risau, bukan? Pastinya Arthur telah mengurus semuanya dengan baik. Akan tetapi, tetap saja hatinya tak bisa berbohong. Rindu ini mengetuk-ngetuk dinding hatinya meminta untuk dipenuhi.
"Sudah selesai, Nona. Silakan keluar." Tanpa sadar, Bibi May telah berdiri di samping bathtub.
Perlahan Azalea keluar dari bathtub, Bibi May dengan sigap membantunya memakaikan bathrobe berwarna putih dan melilitkan handuk kecil pada rambutnya yang masih basah. Ketika keluar dari kamar mandi, ada tiga orang yang sudah menunggunya di sana. Satu laki-laki memakai make up tebal, dan dua orang perempuan masih muda. Entah sejak kapan mereka ada di sini.
Tanpa banyak bicara, salah seorang dari mereka menarik tubuh Azalea untuk didudukkan pada bangku kecil menghadap kaca rias besar yang ada di kamarnya. Sementara Bibi May kembali masuk ke dalam kamar mandi entah hendak melakukan apa.