Mata cokelat berbinar dengan bulu mata lentik itu menatap buku catatan kecil berwarna biru sambil tersenyum, sesekali ia berhenti menulis dan mengingat kejadian apa yang telah di laluinya dalam sehari. Ditemani kelipan bintang dan hembusan angin malam, seakan-akan langit sedang menyuguhkan lukisan Tuhan yang indah.
Tangan lentik nan indah milik gadis itu menari berdansa bersama dengan pena yang ada digenggamannya. Mulutnya menggumamkan irama-irama kecil yang terdengar sayup-sayup terbawa oleh angin yang masuk menyusup lewat celah jendela kamar pemilik mata cokelat dengan bulu mata indah itu.
drrtt ... drrtt.
Getaran dari ponsel itu menghentikan tarian jari dan pena di atas kertas.
"Halo?"
'Sha pinjem buku tugas buat besok dong, hehe.'
"Lo belum ngerjain?"
'Ya belumlah, mana paham gue sama materi itu.'
"Yahh, gimana mau paham orang lo tidur mulu."
'Hehe, ya maaf Sha, kalo pelajaran pak Mars pasti gue ngantuk.'
"Yaudah, ntar gue fotoin."
'Oke makasih Shaaaa, makin sayang deh.'
Gadis yang dipanggil Sha itu menghembuskan napasnya. Tanpa membalas ucapan dari seseorang diseberang telepon, perempuan itu langsung mematikan sambungan teleponnya, kemudian bangkit dari duduknya dan kemudian menutup gorden kamarnya.
*****
Falisha Inka. Seorang gadis periang dan merupakan seorang putri tunggal dari sepasang orang tua yang tidak baik-baik saja. Kedua orang tuanya memilih untuk berpisah ranjang namun belum bercerai. Mulanya Falisha menjadi alasan atas keputusan kedua orang tuanya untuk tidak bercerai. Sebenarnya, Falisha lebih nyaman untuk tidak dijadikan sebuah alasan atas sebuah masalah yang tidak perlu melibatkan dirinya.
Ya, Falisha tidak ingin ikut campur sedikitpun pada masalah kedua orang tuanya, karena baginya masalah kedua orang tuanya bukan masalah tentang dirinya. Walau bagaimanapun juga, pada dasarnya permasalahan diantara kedua orang tuanya adalah masalahnya juga, hanya saja dia ingin seolah-olah tidak peduli.
Ia lebih nyaman ketika bersama teman-temannya daripada bersama keluarganya dirumah. Karena yang ia jumpai hanya suasana canggung, keegoisan, dan sepi. Kedua orang tuanya merupakan pebisnis sukses, namun kesuksesan diantara mereka itulah yang membuat mereka bersaing dan tidak akur dalam urusan rumah tangga.
Kriiinggg....
Dering alarm membangunkan Falisha pagi itu, tidak berselang lama terdengar suara ketukan di pintu kamarnya.
tok ... tok ... tok.
"Permisi, Mbak Falisha mau sarapan apa ya?" tanya Bi Siti, asisten rumahnya yang sudah merawat Falisha dari ia balita. Merawat Falisha sejak kedua orang tuanya dalam keadaan yang baik-baik saja hingga kini dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.
"Apa aja Aku mau Bu, yang penting enak kayak biasanya," Falisha memanggil Bi Siti dengan panggilan 'Bu' karena ia sudah menganggap Bi Siti seperti ibunya sendiri.
"Oalah, Oke mbak Falisha."
Falisha di dalam kamarnya bangun dari tidurnya, meregangkan sedikit otot-otot ditubuhnya lalu bangkit bersiap untuk mandi dan berangkat ke sekolah.
*****
"Ngapain kamu itu suruh-suruh pegawai dikantor aku untuk ikut mengurusi kantor kamu, mas?"
Falisha yang sedang menuruni tangga mendengar suara lantang mamanya, yang sedang berseteru dengan papanya di ruang tengah.