Ephemeral

KATA LUVI
Chapter #6

Chapter 6 - Laki-laki Tanpa Nama

Falisha berjalan menyusuri jalanan sepi sendirian. Ia sedang tidak ingin menumpang angkutan umum seperti biasanya, karena baju seragamnya basah kuyup. Ia tidak mau mengganggu kenyamanan penumpang lainnya sehingga dia memilih untuk berjalan kaki. Bisa saja sebenarnya menyewa ojek atau membeli baju ganti ditoko pinggir jalan dekat taman kota, karena berjalan dari taman kota ke rumahnya adalah sebuah hal yang bodoh. Jarak antara rumahnya dan taman kota lumayan jauh, tapi Falisha memilih nekat untuk berjalan kaki.

Belum jauh Falisha melangkahkan kakinya meninggalkan kawasan taman, saat memasuki gang kecil dengan pencahayaan yang remang-remang, tiba-tiba telinga Falisha menangkap suara derap langkah kaki. Ia merasa ada seseorang yang berjalan mengikutinya.

“Sendirian aja, neng,” ucap seseorang secara tiba-tiba dari belakang Falisha.

Tubuh Falisha sempat membeku beberapa detik karena kaget dengan ucapan itu dan firasat Falisha mengatakan bahwa seseorang yang mengikutinya memiliki niat yang tidak baik terhadap dirinya.

“…,” Falisha memilih untuk diam dan seolah-olah tidak mendengarkan perkataan seseorang itu sambil mempercepat langkah kakinya.

“Wuiih, bunganya cantik tuh, tapi cantikan yang bawa, ya nggak???” terdengar suara orang yang berbeda dari yang sebelumnya, kemudian disusul dengan gelak tawa keras yang membuat Falisha ingin berlari dan berteriak meminta tolong, tapi kawasan dimana Falisha berada kini adalah kawasan yang lumayan sepi.

Dari belakangnya terdengar suara setengah berbisik dari beberapa orang laki-laki. Falisha mengambil ancang-ancang untuk berlari sekuat tenaga dan tanpa menunggu aba-aba, sedetik kemudian ia berlari sekencang yang ia bisa. Namun, langkah kaki yang membawa lari Falisha masih kalah cepat dengan langkah para pria itu. Dirinya masih bisa terkejar dan dihadang oleh beberapa laki-laki bertubuh kekar seperti preman.

“Mau kemana sih, neng. Buru-buru amat,” ucap salah satu dari mereka yang tepat berada di depan Falisha dengan disertai seringai yang menakutkan.

“Ngobrol-ngobrol bentar sini sama kita-kita,” sahut yang lainnya.

Falisha hanya mampu terdiam, memeluk erat buket bunga ditangannya. Sudah tidak peduli dengan kelopak bunga yang berguguran dan sudah tidak khawatir duri-duri kecil ditangkai mawar akan melukai tangannya. Dirinya hanya ingin lolos dari kepungan laki-laki yang perlahan maju mendekati dirinya. Falisha memejamkan mata karena ia takut dan tidak tahu apa yang akan dilakukan orang-orang itu terhadap dirinya.

Sayup-sayup terdengar suara knalpot motor yang sedikit bising dari kejauhan, disusul dengan teriakan seseorang yang membuat preman-preman itu menoleh kearah suara.

“Heii, mau ngapain kalian?” ucap seorang cowo itu seraya turun dari motornya. Berjalan ke arah gerombolan preman didepan Falisha.

“Ngapain lo kesini-sini, sok mau jadi jagoan??” kata seseorang diantara mereka dengan nada meremehkan disertai gelak tawa.

Falisha masih memejamkan mata, tanpa tau harus melakukan apa dirinya. Namun, kakinya perlahan-lahan melangkah ke belakang, menjauh dari kepungan preman itu.

“Ga usah ikut campur urusan kita lo, anak tengil. Nanti berdarah dikit nangis, ngadu ke emak lo, hahaha.”

“Udah sana pergi, daripada nanti berdarah sakit, lagian lo ga kenal juga sama cewe ini, gausah sok mau nyelamatin dia, hahaha.”

“Jangan sentuh cewe gue, anjing.”

Emosi cowo itu semakin terpancing karena ucapan-ucapan meremehkan dari orang-orang tidak tahu adab itu. Ia mengepalkan tangannya hingga buku-buku kukunya memutih. Tanpa diberikan aba-aba satu pukulan melayang mengenai salah satu preman didepannya dan perkelahian pun terjadi.

Dibelakang perkelahian itu, Falisha yang semula memejamkan mata seketika membelalakkan mata mendengar satu kalimat yang keluar dari mulut seseorang yang menyelamatkannya. Dengan sigap ia menelepon Okta dan sekilas ia tercengang melihat baju seragam sekolah cowo yang menyelamatkannya sama dengan seragam yang ia kenakan.

“Okta! Okta tolongin gue, gue dihadang sama preman, dan sekarang ada seseorang yang nyelamatin gue tapi dia ngelawan dan dikeroyok, Ta,” jelas Falisha dengan nada ketakutan.

“Kenapa Sha? Lo kenapa Sha? Lo tenang dulu ya?”

“Ga bisa, cepetan telponin polisi atau siapa gitu biar bisa kasih bantuan, Ta.”

Tanpa menunggu jawaban Falisha langsung mematikan sambungan teleponnya kemudian berteriak meminta tolong. Saat ia berjalan mundur, kakinya menabrak sebatang kayu yang kemudian ia pungut untuk membantu melawan preman-preman yang mengeroyok cowo itu.

Tak berselang lama, beberapa orang datang karena mendengar adanya kegaduhan dan membuat preman-preman itu lari sebelum menjadi bulan-bulanan warga.

Falisha berlari ke arah cowo yang menyelamatkannya. Cowo itu jatuh terduduk dengan menahan rasa sakit. Wajahnya hampir penuh dengan memar pukulan, dan berdarah dibeberapa bagian. Ia kaget melihat siapa yang menolongnya. Dia adalah orang yang beberapa kali menabraknya entah dengan sengaja atau tidak sengaja dan membuat dirinya kesal dengan cowo itu. Tapi, sore ini, cowo itu ada dihadapan Falisha. Dia menyelamatkan Falisha.

“Ikut ke rumah gue ya? gue obatin luka sama memarnya,” pinta Falisha sambil menggenggam tangan cowo itu.

Lihat selengkapnya