Ephemeral

KATA LUVI
Chapter #12

Chapter 12 - Taman Kota Sore Ini

Kevin berjalan menuju kelas XI-MIPA 1, tapi cowo itu tidak menemukan satu orang pun di dalam kelas. Kelas Kevin hari ini memang keluar lebih lambat dibanding dengan kelas lainnya, karena Pak Ari – guru Biologi mereka memang suka mengulur waktu sehingga membuat kelas yang diajarnya pasti keluar ketika seluruh kelas sudah kosong.

“Udah pulang kali ya?” gumamnya sambil menengok ke dalam kelas, memastikan memang benar-benar sudah tidak ada siswa di kelas tersebut.

“Hayyo ngapain kamu,” Tepukan dipundak Kevin serta kalimat itu mengagetkannya.

“Astaga, Pak.”

Pak Anto – Satpam sekolah yang sedang berkeliling untuk mengunci ruang kelas terkekeh melihat wajah kaget nan pucat Kevin.

“Kaget ya? Ngapain kamu melongok-longok ke dalam kelas kosong?”

“Anak kelas ini udah pada pulang ya, Pak?”

“Ya, kalo masih ada ya kelasnya nggak kosong dong,” ucap Pak Anto melawak.

“Yaudah, deh Pak saya mau pulang.”

"Ya masa kamu mau nginep disini," sahut Pak Anto disertai kekehan pria paruh baya yang menyertai langkah Kevin yang semakin menjauh dari ruang kelas XI-MIPA 1.

Kevin mendatangi kelas XI-MIPA 1 karena dirinya berniat meminta maaf langsung kepada Falisha. Saat Falisha datang ke rumahnya, sang mama mendengar ucapan ketus yang Kevin lontarkan, sesaat setelah Sofia meninggalkan dua remaja itu. Ya, walaupun tidak seluruh pembicaraan didengar oleh mamanya, tapi mamanya tahu bahwa Kevin bersikap cuek kepada Falisha.

Cowo itu sebenarnya sudah mengatakan bahwa dirinya sudah meminta maaf dengan cara memberikan balon dengan secarik kertas bertuliskan kata ‘maaf’ kepada Falisha. Namun, Sofia – mama Kevin, tidak percaya akan hal itu. Sehingga mau tidak mau dia harus meminta maaf secara langsung atas perintah sang mama.

“Nggak, mama gak mau tau. Pokoknya kamu harus minta maafnya langsung, dan harus kasih bukti ke mama,” ucap mamanya setelah Kevin kembali dari mengikuti Falisha tempo hari.

Saat di kantin dirinya sudah ingin meminta maaf kepada Falisha, tapi Falisha selalu memalingkan wajahnya ketika pandangan mereka bertemu, membuat Kevin sulit untuk mengatakan bahwa dirinya ingin bertemu seusai jam pelajaran selesai.

*****

Motor jadul milik Kevin membawa dirinya ke taman kota siang itu. Jam di tangan kiri Kevin masih menunjukkan pukul 1 siang. Sepertinya mustahil jika seorang gadis duduk di bawah sinar matahari menyengat pukul 1 siang. Kevin merasa sepertinya siang ini Falisha tidak akan datang ke taman kota, sehingga dirinya memilih untuk pulang dan kembali lagi saat sore tiba.

“Ma, Kevin pulang.”

Tidak terdengar sahutan Sofia dari dalam rumah sederhana itu. Kevin lupa bahwa beberapa hari yang lalu mamanya mengambil cuti untuk menjaga dirinya, membuat Sofia harus mengganti jam kerjanya hari ini.

Sofia merupakan seorang buruh pabrik tekstil di dekat tempat tinggal Kevin. Dirinya bekerja 5-6 jam dalam sehari, tapi harus mengganti jam kerja apabila mengambil cuti.

Kevin membuka tudung saji dimeja makan, dan mendapati makanan sisa pagi tadi masih ada disana. Cowo itu menutup kembali tudung saji kemudian pergi ke kamarnya untuk beristirahat.

Cowo itu membuka galeri foto-foto lama, ketika dirinya masih usia belia. Ia menemukan satu foto yang membuat dirinya terdiam. Tergambar jelas pada foto itu 3 anak laki-laki dan 1 anak perempuan sedang berangkulan ditengah taman.

“Udah lama ya kita ngga bareng-bareng lagi,” lirih Kevin.

Tak berselang lama, Kevin menutup matanya dan kemudian terlelap.

*****

“Shaaa, gue pingin deh beli ini buat Kevin,” ujar Okta sambil memperlihatkan satu kemeja kasual.

“Ya, terserah lo.”

“Kira-kira bagus ga kalo buat Kevin gitu.”

“Ya, bagus-bagus aja sih kayaknya.”

“Iiihh, kok kayaknya sih,” ucap Okta yang tidak puas dengan jawaban Falisha.

Tanpa membalas perkataan Okta, Falisha berjalan menjauh ke bagian aksesoris wanita. Rasanya, semakin Okta membahas sesuatu yang berkaitan dengan Kevin, semakin Falisha tidak bisa mengontrol dirinya. Ia sadar ucapan-ucapannya kepada Okta barusan, merupakan jawaban ogah-ogahan padahal dirinya sudah berusaha bersikap sebiasa mungkin, tapi nyatanya memang tidak terkontrol.

Ia sendiri pun bingung kenapa dirinya tidak bisa mengontrol perkataannya agar tidak menyinggung Okta. Maka dari itu, Falisha memilih untuk berjalan menjauh ketika sahabatnya sedang mencarikan barang untuk diberikan kepada Kevin.

“Yok, Sha gue udah dapet bajunya buat Kevin.”

“Oke. Gue juga udah nemu baju sama jepit rambut yang bagus.”

Mereka berdua mengantri didepan kasir untuk membayar barang belanjaan mereka. Sekilas Falisha merasa bahwa ponselnya bergetar, ia tahu pasti itu notifikasi pesan atau panggilan masuk dari mamanya.

“Sha, makan di restoran itu dulu yuk,” ajak Okta, sembari menggandeng tangan Falisha.

Lihat selengkapnya