“Pagi, Shaaa. Semalem lo kemana? Bu Siti nelponin gue, kiranya lo lagi sama gue.”
Pagi ini seperti pagi-pagi sebelumnya. Falisha baru saja beberapa langkah memasuki area sekolah, langsung dihadang oleh sapaan disertai pertanyaan dari Okta membuat gadis itu terdiam. Tidak mungkin dirinya mengatakan bahwa semalam dia bersama dengan Kevin.
“Yeee, ditanyain malah nyelonong jalan terus. Sha, gue yang ngomong ada disini, elahh,” imbuh Okta yang melihat Falisha terus berjalan tanpa menghiraukan pertanyaan dari dirinya.
Sesudah sampai dibangku kelas, Okta menanyakan hal yang sama kepada Falisha.
“Semalem lo kemana?”
“Gue ada di taman, hp gue mati habis baterai.”
“Kenapa sampe malem banget? Ya, gak banget sih. Maksud gue kan biasanya lo di taman cuma sampe jam 7 an karena bus kota terakhir jam segituan.”
Ya, Okta memang hampir tahu segala kebiasaan Falisha dan waktu pelaksanaannya. Falisha masih mencoba untuk mencari jawaban yang sekiranya membuat Okta percaya kepadanya.
“Iya, soalnya gue mampir beli minuman, karena penasaran sama jajanan namanya ronde gitu di deket taman, kan baru kali ini gue liat abangnya itu. Lagian gue ketiduran bentar dibangku taman sampe ketinggalan bus.”
Entah sejak kapan Falisha menjadi pengarang alasan yang handal. Sebelumnya dirinya tidak pernah mencari alasan untuk menutupi sesuatu. Dia selalu mengatakan semuanya secara jujur apa adanya. Mungkin hanya beberapa hal saja yang tidak ia ceritakan agar sahabatnya tidak terlalu khawatir akan dirinya.
“Ya, besok kalo hp mau mati kasih kabar dulu dong, Sha.”
“Hehe, ya maaf. Namanya juga ketiduran.”
Falisha sedikit bernapas lega setelah alasannya dipercayai oleh Okta.
*****
“Sha, lo mau pulang bareng gue ga?”
Masih seperti kemarin, hari ini sekolah untuk kelas X dan XI dipulangkan lebih awal. Okta, menawarkan tumpangan kepada Falisha seperti biasanya.
“Hm… Nggak aja deh Ta. Gue ada urusan dulu soalnya.”
Sepulang sekolah ini Falisha berniat untuk bermain bersama-sama anak dipanti dekat rumahnya. Falisha selalu menyempatkan diri untuk berkunjung dan bermain ke Panti tersebut disaat dirinya sedang butuh teman dan hiburan.
“Oke deh. Kalo gitu gue pulang dulu ya, Sha.”
Okta berjalan meninggalkan Falisha yang masih berdiri ditengah lobi SMA Harapan Bangsa. Gadis itu mengerdarkan pandangan ke sekelilingnya. Ia mencari keberadaan seseorang. Seharian ini dirinya belum melihat batang hidung seseorang itu.
Kevin. Ia mencari Kevin. Falisha belum sempat mengatakan terimakasih secara langsung kepada Kevin karena sudah mengantarkan cewe itu pulang dan membelikan 3 bungkus wedang ronde. Ia yakin, 3 bungkus wedang ronde itu mulanya bukan untuk dirinya seorang. Tapi entah mengapa malah diberikan seluruhnya kepada Falisha.
‘Mana sih tu orang,’ batin Falisha sambil menengok ke sekitarnya.
“Ngapain masih disini.”
Terdengar suara seseorang dari belakang tubuh Falisha. Gadis itu membeku sesaat karena sedikit kaget mendengar suara yang tiba-tiba muncul dibelakangnya. Falisha membalikkan badannya dan mendapati Kevin berdiri tepat dibelakang tubuhnya.
“G... gue… gue nungguin Okta.”
“Okta? Temen lo yang bawa mobil putih?”
“Iya, kok lo tau?”
“Barusan gue liat dia udah pulang, ngapain lo masih nungguin dia?”
Skakmat. Dirinya terlalu malu untuk mengatakan bahwa sebenarnya sedang mencari keberadaan Kevin bukan menunggu kehadiran Okta.