Pagi ini Okta melihat Falisha banyak melamun saat pelajaran di kelas. Tidak biasanya juga Falisha memakai kacamata saat pergi ke sekolah. Beberapa kali pula Falisha dipanggil oleh guru yang mengajar karena melamun.
"Falisha," panggil Bu Sari, guru yang sedang mengajar mata pelajaran kesenian.
"I-iya Bu?"
"Kamu sakit?"
Sekilas Falisha memandang ke arah Okta dan sebaliknya, Hari ini Falisha memang terlihat pucat dan tidak seceria biasanya.
"Nggak kok Bu."
"Ya sudah kerjakan tugas kesenian yang ibu berikan bersama Okta, teman sebangku kamu. Jangan melamun terus ya, Falisha."
"I-Iya, Bu."
Bibir mungil gadis yang duduk di sebelah Okta itu terlihat pucat. Falisha juga merasa kepalanya masih sedikit pusing tapi sudah lebih baik daripada pagi tadi.
"Beneran lo gak lagi sakit, Sha?"
"Iya beneran kok."
"Kok pucat sih lo?"
"Kurang tidur aja semalem," ucap Falisha diikuti kekehan kecil dari mulutnya.
Falisha dan Okta dengan segera mengerjakan tugas membuat kerajinan dari kertas karton yang diberikan oleh Bu Sari.
Gadis itu masih beberapa kali melamunkan kejadian semalam, sebenarnya ia ingin tahu apa yang akan dibicarakan oleh Papa nya, tapi hati kecilnya tidak bisa berbohong jika memang dia tidak nyaman dengan kehadiran orang tuanya yang mau menemui Falisha hanya jika ada sesuatu kebutuhan pribadi mereka, tanpa pernah memikirkan kebutuhan dan perasaan Falisha. Bukan berarti dirinya benci kedua orang tuanya, hanya pertengkaran dan sikap mereka kepada Falisha lah yang membuat gadis itu merasa tidak nyaman berada diantara mereka.
"Aduh," Falisha mengaduh dan melihat jarinya mengeluarkan darah terkena cutter. Ia tahu itu salahnya, karena melamun ketika memotong kertas karton dengan cutter.
"Astaga Sha, itu darahnya banyak banget. Itu di bersihin pake tisu dulu terus kita ke UKS ya."
Okta mengambil tisu dan mengyodorkannya kepada Falisha kemudian meminta izin kepada Bu Sari untuk mengantar Falisha ke UKS.
Entah seberapa dalam luka di tangan Falisha itu, darah terus mengalir dan tidak kunjung berhenti membuat beberapa tetes darah jatuh ke lantai sekolah yang putih.
Mereka berdua bergegas ke UKS melewati koridor kelas XI. Nasib memiliki kelas di ujung koridor, ketika terjadi sesuatu pasti menjadi bahan tontonan untuk kelas lain yang dilewati.
Dari dalam kelas XI-MIPA 3, Kevin melihat Falisha bersama Okta berjalan dengan tergesa-gesa. Ia merasa ada sesuatu yang tidak baik sedang terjadi, dan seketika cowo itu meminta izin untuk ke kamar mandi, karena itulah satu-satunya cara agar dirinya bisa keluar kelas dan memastikan kejadian apa yang terjadi kepada Falisha.
Langkah kaki Kevin terhenti begitu melihat beberapa tetesan darah di sepanjang koridor kelas, seketika ia melihat ada lap pel yang sedang dijemur di depan gudang yang tepat berada di sebelah kelasnya. Ia mengambil kain itu kemudian membasahi dengan sedikit air kemudian mengelap tetesan-tetesan darah tersebut.
"Kenapa bisa jadi banyak darah gini?" gumamnya.
Setelah ia selesai membersihkan ceceran darah itu, ia mencari kemana Falisha dan Okta pergi. Ia mendatangi beberapa tempat di sekolah yang sekiranya mungkin mereka datang seperti taman, kantin, dan toilet sudah ia cek, tapi ia masih tidak menemukan Falisha.
'Oh iya ke UKS mungkin,' batinnya.