Sore ini, Falisha kembali duduk dijok bagian belakang motor tua yang dikemudikan Kevin untuk yang kesekian kali. Motor yang sedang membelah jalanan padat ibu kota. Suasana disekitar mereka cukup ramai dengan suara klakson motor dan mobil pribadi, namun kedua remaja itu masih tenggelam dalam ribut pikiran masing-masing dan menciptkan sepi diantara mereka.
“Mau mampir ke taman ga?” ucap Kevin dengan setengah berteriak memecah sepi diantara mereka.
“Nggak. Udah kesorean,” jawab Falisha sambil menengok jam tangan warna putih yang melingkar dipergelangan tangannya.
Cowo itu melajukan motornya ke arah yang berlawanan dengan arah jalan ke taman kota tapi arah yang di tuju juga bukan merupakan arah jalan ke rumah Falisha.
“Mau kemana sih?” tanya Falisha.
“Diem aja.”
Falisha memilih untuk bungkam menutup mulutnya setelah mendengar balasan perkataan Kevin. Gadis itu mengamati jalanan yang semakin menjauh dari kepadatan kendaraan di jam pulang kerja.
“Mau kemana sih, lama-lama jalannya sepi tau. Jangan aneh-aneh ya, lo.”
“Ke suatu tempat.”
“Ya, kemana?”
Pertanyaan Falisha menggantung begitu saja bersama dengan bintang yang menggantung di langit sore ini. Sesekali gadis itu mengecek jam di pergelangan tangannya yang kini menunjukkan pukul 7 malam.
Tak berselang lama mereka menumpangi motor tua itu, Kevin menghentikan motornya di sebuah tempat luas yang tanahnya ditumbuhi rerumputan kecil dan dihiasi beberapa bunga liar yang tubuh subur.
Kevin berjalan mendahului Falisha, kemudian duduk diantara rerumputan itu.
“Sini duduk.”
"Nggak mau, kotor kalo duduk di situ."
Setelah mendengar ucapan Falisha, Kevin berdiri dari duduknya, kemudian melepas jaketnya dan membentangkan jaketnya di atas rerumputan.
"Cepetan duduk," perintah Kevin sambil memberikan kode kepada Falisha untuk duduk di atas jaket Kevin.
Alih-alih duduk, Falisha mengambil jaket Kevin dan memberikan jaket kepada pemiliknya.
"Nggak perlu gitu juga kali. Gue masih bisa jongkok."
Kevin menggenggam tangan Falisha yang sudah akan berjongkok membuat gadis itu kembali berdiri di samping Kevin, kemudian cowo itu membentangkan kembali jaketnya, lalu menarik tangan Falisha untuk duduk diatas jaketnya.
"Tinggal duduk aja ribet, lo."
Tanpa memberikan perlawanan kata, Falisha duduk diatas jaket Kevin dan tepat berada disebelah Kevin, menuruti perkataan cowo itu.
Gadis itu menoleh ke arah cowo di sebelahnya. Ia memandangi Kevin yang sedang mendongakkan kepala. Pantulan lampu pinggir jalan membuat bayangan rahang tegas Kevin semakin terlihat jelas.
“Hai Sirius. Akhirnya kita bertemu.” ucap Kevin sambil melambaikan tangannya pada satu bintang yang terlihat paling terang diantara bintang yang lainnya.
Beberapa saat Falisha mematung mendengar perkataan yang keluar dari mulut Kevin. Falisha melihat sisi lain dari pribadi Kevin. Ia juga merasa pernah berada dalam suatu situasi yang hampir sama dengan yang ia rasakan sekarang.
Flashback on*
‘Hi Sirius. Hari ini kita bertemu lagi,' ucap anak laki-laki itu sambil menunjuk satu bintang yang terang dilangit.
Terlihat dua anak kecil sedang duduk di atas rerumputan di bawah taburan bintang di angkasa.
‘Apa itu sirius? Atau… siapa itu Sirius?’ tanya anak perempuan yang duduk di samping anak laki-laki itu.
‘Dia itu bintang yang paling terang di langit. Makanya dia itu gampang ditemuin. Kayak aku nemuin kamu.'
'Emang apa yang bikin kamu gampang nemuin aku?' tanya anak perempuan itu.
'Karena kamu paling beda diantara kita berempat. Karena kamu perempuan satu-satunya diantara kita.'
‘Hm... tapi masa sih bintang yang kamu bilang tadi paling terang? Kan semua bintang sama terangnya.’
‘Ih enggak…,’ perkataan anak laki-laki itu terpotong dengan ajakan salah satu dari dua anak laki-laki lainnya.
‘Inka, ayo main petak umpet lagi.’
Flashback off*
“Heh. Dari tadi malah bengong.”
Ucapan Kevin menyadarkan Falisha dari salah satu potongan ingatan masa lalunya.
“Eh….”