Ephemeral

KATA LUVI
Chapter #25

Chapter 25 - Batara

“Taa, ayo dong, please angkat teleponnya,” ucap Falisha pada dirinya sendiri dengan bahasa tubuh gelisah.

Falisha sedari tadi masih mencoba menghubungi Okta. Tapi hasilnya tetap sama saja. Okta tidak membalas pesan maupun mengangkat telepon dari Falisha.

‘Tadi Kevin nanya ke gue... Kata lo, lo gak kenal sama Kevin, Sha.’

'Kok Kevin bisa kenal sama lo?'

Sejujurnya Falisha bingung harus menjawab chat Okta dengan balasan seperti apa.

Gadis itu mengusap wajahnya. Bingung. Itulah yang ia rasakan sekarang. Matanya melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 2 siang, seharusnya jam pelajaran di sekolah sudah selesai.

Ia paham jika memang Okta marah kepadanya, karena Okta mengetahui jika Falisha berbohong, tapi setidaknya dengarkan penjelasan Falisha dulu.

Drrtt… Drtttt….

Ponsel Falisha bergetar menandakan ada notifikasi masuk ke ponselnya. Sekilas ia melihat tertera nama Oktarina di notifikasi tersebut dan dengan sigap Falisha mengambil ponselnya dan membuka pesan dari Okta.

Falisha mematung. Melihat satu foto yang dikirimkan Okta kepadanya. Tergambar jelas di foto itu, gambar dirinya bersama dengan Kevin di parkiran belakang sekolah.

‘Jadi lo gak pernah mau bareng gue pulang sekolah karena lo selalu pulang sama Kevin ya, Sha?’

Melihat pesan yang dikirim Okta, Falisha dengan segera mengganti baju tidurnya dan berlari turun meraih kunci mobilnya.

"Mbaak mau kemana?" tanya Bi Siti panik begitu melihat Falisha dengan terburu-buru menuruni tangga.

"Mau pergi bentar, Bu," jawab Falisha sambil berjalan ke arah Bi Siti kemudian mencium punggung tangan Bi Siti. "Falisha pamit pergi bentar, ya Bu."

Gadis itu melajukan mobilnya menuju ke rumah Okta. Gadis itu sudah melupakan soal rasa sakit kepalanya, yang ia mau sekarang hanya bertemu dan memberikan penjelasan kepada Okta. Jika Okta tidak mau mendengarkan penjelasannya melalui chat dan telepon, setidaknya dia harus bertemu untuk menjelaskan permasalahan ini. Falisha akan berusaha untuk menjelaskan dengan cara apapun.

******

Tingtong….

Terdengar bel di rumah Okta berdenting.

Kreekk….

Terlihat pintu rumah besar bercat putih itu terbuka menampilkan satu perempuan paruh baya yang ia kenal sebagai mama dari Okta.

“Selamat siang, tante.”

“Eh, Falisha. Sini masuk dulu. Tante panggilin Okta dulu ya.”

“Iya tante, makasih.”

"Sayang, ini ada Falisha dateng main ke rumah...," ujar mama Okta sambil berjalan menuju ke kamar Okta.

Falisha duduk di sofa ruang tamu Okta. Ia mengambil satu majalah fashion di atas meja dan membuka lembar demi lembar majalah tersebut.

“Ngapain lo kesini?” ucap Okta begitu melihat Falisha yang sedang berada di ruang tamu.

“Tolong, Ta. Lo dengerin dulu penjelasan gue dong,” ucap Falisha sambil memohon kepada Okta.

“Lo mau kasih penjelasan yang gimana? Lo tau gue suka sama Kevin. Lo bilang lo gak kenal sama Kevin, tapi nyatanya lo deket, berduaan sama Kevin dan itu sering kan? Gue juga punya foto-foto lo pas berduaan di parkiran belakang, pas lo dapet telepon beberapa hari yang lalu, dan momen-momen lo yang lain deh.”

“Oke gini, maaf sebelumnya gue tau, gue salah karena udah bohong sama lo tentang gue kenal sama Kevin. Tapi….”

“Tapi apalagi coba. Gue tau, lo yang cari tau tentang Kevin, dimana dia tinggal, dan pas lo tanya ke gue tentang kenalan gue anak kelas XI-MIPA 3, niat lo bukan tentang buku pelajaran atau apapun itu alasan yang lo bilang ke gue waktu itu, tapi emang lo yang mau cari tau tentang Kevin kan,” potong Okta.

“Dan pagi tadi, gue liat Kevin bolos sekolah setelah nanyain keberadaan lo ke gue, itu pasti Kevin datengin lo yang pura-pura sakit tapi nyatanya bisa sampe dirumah gue ini kan??” nada bicara Okta meninggi.

Falisha tidak pernah melihat Okta semarah ini. Ya, wajar saja jika Okta marah. Falisha tau dirinya melakukan kesalahan, dimana dirinya sudah berbohong dan kenal dengan orang yang disukai oleh Okta.

Falisha kehabisan kata-kata. Dirinya memang salah. Harusnya memang sejak awal dirinya jujur kepada Okta jika memang mengenal Kevin. Tapi semuanya sudah terjadi dan mungkin sudah terlambat.

“Oke, bentar. Tentang sakit tadi pagi, gue emang beneran sakit. Semalem gue ada satu masalah yang belum bisa gue ceritain ke lo sekarang, Ta. Dan gue mohon buat lo ngertiin gue.”

“Gini deh, Sha. Bukannya dari dulu lo selalu bilang kalo lo belum bisa cerita tentang masalah lo dan gue menghargai itu. Gue juga gak tau apa yang terjadi sama lo sebenernya. Tapi tolonglah, disini lo harusnya bisa ngerti perasaan gue, gak melulu gue yang ngertiin lo.”

Lihat selengkapnya