“Sha.”
Sudah setengah jam Kevin berdiri di depan pintu kamar Falisha. Setiap ada masalah, Falisha selalu mengurung dirinya di kamar dan selalu tidak mau menemui siapapun.
“Falisha… buka pintunya dong. Ini Aku.”
Setelah menunggu beberapa saat, terdengar suara kunci dari dalam kamar Falisha dan sedetik kemudian terlihat Falisha di depan pintu dengan penampilan yang berantakan.
Tanpa menunggu lama, Kevin segera memeluk erat tubuh Falisha.
“Kamu kenapa, hei?” tanya Kevin begitu melepaskan pelukannya dari tubuh Falisha dan mengusap lembut rambut Falisha.
“Gapapa.”
“Oke oke. Kita makan ya,” bujuk Kevin.
Ia dengar dari Bi Siti bahwa dari kemarin Falisha tidak mau makan, dan hari ini Kevin coba untuk membujuk Falisha hingga akhirnya mau.
“Sha, aku ajak ke suatu tempat mau?”
Tidak ada jawaban dari Falisha. Terlihat Falisha lebih banyak melamun dan terdiam.
“Oke, katanya diamnya perempuan itu artinya ‘iya’. Jadi karena kamu diem aja berarti tandanya iya!”
Setelah selesai makan, walaupun hanya beberapa suap dan makanan di piring Falisha masih banyak, Kevin mengambil jaket Falisha dan memakaikannya pada gadis itu. Kevin juga menyisir rambut dan memakaikan sepatu ke kaki Falisha tanpa ada penolakan apapun dari Falisha.
“Yuk, kita jalan-jalan. Kan bentar lagi bakalan berangkat ke Jepang.”
“Aku mau mengundurkan diri aja.”
Mendengar ucapan Falisha, Kevin bingung.
“Kenapa?” tanya Kevin yang berjongkok di depan Falisha.
“Buat apa aku kesana?”
“Ya itu impian kamu kan? Kamu kesana juga buat belajar.”
“Terus, setelah aku pulang dari sana aku udah nggak punya papa mama?”
Kevin dihadapkan dengan pertanyaan yang ia sendiri bingung harus menjawab apa. Namun, sekilas dipikirannya terbesit permintaan Bi Siti tempo hari saat datang ke rumahnya.
Flashback on*