“Mbak Sha, koper sama barang-barangnya udah di bawa masuk sama Pak Agung, ya.”
“Oke, makasih Bu. Falisha berangkat dulu ya, Bu.”
Falisha memeluk tubuh Bi Siti dengan erat.
“Bu, nitip salam buat Kevin, ya. Kalo semisal nanti gak bisa ketemu dia.”
“Oke, mbak. Ibu sampein nanti, kalo perlu setiap hari.”
“Makasih, Bu.”
“Falisha, ayo kita berangkat. Kamu udah siap belum, Sayang?” terdengar suara Rena memanggil Falisha dari teras rumahnya.
“Bentar, Ma.”
“Yaudah Bu. Falisha berangkat,” Falisha mencium tangan Bi Siti kemudian berjalan sambil membawa satu kotak karton berwarna biru dengan pita merah muda di atasnya.
Bi Siti mengikuti langkah Falisha dari belakang, mengantarkan Falisha sampai ke teras rumahnya. Melihat Falisha sudah masuk ke dalam mobil yang akan mengantarkan Falisha ke bandara.
“Bu, kalau Kevin dateng ke rumah. Langsung suruh nyusul ke bandara aja, ya,” ucap Falisha setengah berteriak dari dalam mobil ketika mobil sudah mulai melaju perlahan.
Pagi ini Falisha sedikit gelisah. Sejak semalam setelah mengantarkan Falisha pulang ke rumah, ponsel Kevin tidak aktif. Falisha sudah mengirimkan banyak pesan kepada cowo itu tapi tetap saja hanya mendapatkan tampilan ceklis satu.
Falisha diantarkan oleh mama dan papanya ke bandara dan mungkin akan ada Batara dan Kevin di bandara nanti.
“Kamu kenapa, Sha?” tanya Rena melihat anaknya yang gelisah memandangi layar ponselnya yang menampilkan sebuah room chat.
“Gapapa, Ma.”
“Ada yang ketinggalan?”
“Nggak ada, Ma.”
Falisha memandangi jalan yang ia lalui hingga akhirnya mobil yang di tumpangi Falisha tiba di bandara.
Terlihat sudah ada Batara di sana. Cowo itu berdiri disebelah pintu masuk.
“Batara,” panggil Falisha sambil melambaikan tangannya.
“Hai, Sha. Hai tante, om,” sapa Batara kepada Falisha dan kedua orang tuanya.
Falisha terlihat mencari kehadiran seseorang.
“Cari siapa, Sha? Temen-temen yang lain udah ada di dalam kok,” ucap Batara sekaligus memberitahukan bahwa rombongan Falisha sudah masuk ke dalam beberapa saat yang lalu.
“Kevin mana?”
“Gue belum liat ada Kevin.”
“Sha, ayo masuk. Udah mepet waktunya,” jam di tangan Falisha masih menunjukkan waktu jam 9 pagi dan keberangkatan mereka jam 10 lewat.
“Iya, Ma. Bentar.”
Barang-barang Falisha sudah dibawakan masuk ke dalam oleh petugas bandara, tapi Falisha masih bersikukuh ingin sebentar lagi menunggu kehadiran Kevin. Ia yakin Kevin akan datang, karena semalam Kevin sudah berjanji padanya akan datang hari ini untuk mengantar dirinya.
“Falisha, ayo masuk ke dalam. Nanti kamu ketinggalan pesawat.”
“Ma, tapi Kevin belum dateng,” ucap Falisha pada Rena dengan mata yang berkaca-kaca
“Falisha, lihat Mama. Kevin datang atau tidak itu kamu harus tetap berangkat ke Jepang.”
“Tapi, Ma….”
“Sayang. Mama tau berat buat kamu berangkat pas Kevin belum datang atau bahkan nggak datang gini, tapi jangan karena dia nggak datang, di hari kamu berangkat menemui impian kamu kamu yang udah didepan mata malah jadi gagal berangkat. Semisal pun Kevin nggak datang, Kevin pasti punya alasan kenapa dia nggak datang ke sini, Sha.”
Kini pipi Falisha sudah di banjiri oleh air mata. Perlahan Rena mengusap air mata di pipi anaknya dan kemudian memeluk putri semata wayangnya, Rena juga meyakinkan Falisha bahwa Kevin pasti memiliki alasan yang membuat dia terlambat atau bahkan tidak bisa datang.