Ephemeral

KATA LUVI
Chapter #45

Chapter 45 - Kenangan

“Silakan masuk Ibu Rena dan Falisha.”

Hari ini Rena mengantarkan Falisha ke rumah Kevin untuk mengambil buku catatan dan mengambil kotak yang Kevin maksudkan di dalam suratnya.

“Ibu Rena, silakan duduk dulu. Sebentar saya buatkan minum. Falisha ayo, tante antarkan ke kamar Kevin.”

Falisha mengikuti langkah Sofia yang kemudian berhenti di depan pintu yang merupakan pintu kamar Kevin.

“Silakan masuk, Sayang,” ucap Sofia sambil membukakan pintu kamar tersebut.

“Saya masuk ya tante.”

“Falisha, kamu puas-puasin dulu di sini gapapa. Tante tinggal dulu, ya.”

Falisha duduk di kursi meja belajar Kevin. Ia mengamati sekeliling kamar Kevin dan melihat barang-barang Kevin. Ia melihat foto yang sama dengan foto yang ada di dalam albumnya dipajang di meja belajar Kevin. Foto satu anak perempuan dengan 3 orang anak laki-laki.

Falisha melihat meja di hadapannya begitu tertata rapi. Ia melihat buku catatan berwarna biru dan pink di sudut meja belajar tersebut serta ada satu kotak di atas buku miliknya. Ia mengambil kotak tersebut dan membuka tutupnya. Ia melihat banyak foto dirinya dan Kevin saat masih kecil maupun ketika sudah berpacaran dengan Falisha.

Ia juga melihat sebuah buku. Ia membuka beberapa lembar buku tersebut secara sekilas. Banyak tertulis cerita-cerita Kevin di sana.

Krieett....

“Sha,” panggil seseorang yang tiba-tiba ada di depan pintu kamar Kevin yang sedikit terbuka.

Falisha sempat terdiam beberapa saat ketika melihat seseorang tersebut. Karena setiap melihat seseorang tersebut, Falisha merasa bahwa Kevin masih ada di sini bersamanya. Dan orang itu adalah Kavin.

“Kenapa?”

“Boleh gue masuk?”

“Ehemm,” jawab Falisha sambil menganggukkan kepalanya.

Kavin duduk di kasur Kevin menatap punggung Falisha yang membelakangi dirinya karena menghadap ke meja belajar Kevin.

“Lo Inka?”

Tangan Falisha terhenti dari aktivitasnya membuka lembar demi lembar buku milik Kevin, kemudian gadis itu menegakkan kepalanya dan melirik pantulan diri Kavin di kaca lemari Kevin.

“Iya.”

“Gue, Mahen.”

“Iya, gue tau.”

“Dan Batara… Dia Arya.”

Flashback on*

Di ruangan polos dengan beberapa alat medis itu, seorang laki-laki sedang terbaring lemas. Cowo itu sedang memandangi dan membaca ulang cerita-cerita yang dituliskan dalam buku catatan biru.

“Vin.”

Panggilan itu sukses membuat seseorang yang sedang terbaring itu mengalihkan pandangannya dari lembaran buku di hadapannya.

“Eh lo. Sini masuk.”

Batara melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar rawat inap tempat Kevin di rawat. Cowo itu kemudian duduk di kursi yang berada di sebelah ranjang Kevin.

“Sendirian aja.”

“Hehe… emang mau ada siapa?”

“Maybe, Mama lo? Atau kembaran lo?”

“Nggak lah. Mereka juga manusia yang perlu istirahat, bukan robot yang bisa nungguin gue 7 x 24 jam.”

“Iya juga… hm… lo ga ada niatan mau kasih tau Falisha?”

“Hm… N\nggak. Gue ga mau ganggu fokus dia.”

Batara menundukkan kepalanya. Di satu sisi dirinya merasa ikut bersalah jika Kevin masih belum mau memberitahukan tentang keadaannya kepada Falisha, tapi di sisi lain hal itu adalah keputusan Kevin.

Batara mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar inap Kevin, kemudian matanya terpaku pada satu foto yang berada di pangkuan Kevin bersama dengan buku catatan biru milik Falisha.

“Gue boleh liat itu?” tanya Batara sambil menunjuk foto yang ada di pangkuan Kevin.

“Buat?”

“Gue rasa, gue tau sesuatu.”

Lihat selengkapnya