Ephemeral

Nurul faizah
Chapter #3

03. Pulang dan Sebuah Perkenalan

‘Mata mu melemah kan ku, saat pertama kali ku melihatmu.’

Ketika buk Neli sang guru tercantik masuk kekelas 12 IPA 1, suasana berubah tegang dan mencekam. Soalnya, tidak ada satu pun dari mereka yang berani berbicara ketika guru Matematika Peminatan tersebut berada didalam kelas.

Deskripsi neraka menurut mereka semua adalah; belajar Matematika Peminatan selama 3 jam berturut-turut dalam satu hari. Dan untungnya hanya hari Rabu saja.

Mika yang baru menjadi murid baru hari ini, hanya diam tanpa bersuara ketika melihat guru killer tersebut bersuara menyuruh mereka semua untuk mengumpulkan tugas yang diberikan minggu lalu. Mika yang tidak tahu apa-apa harus bagaimana?

Apakah ia harus berpura-pura pingsan? Permisi ke toilet? Minta maaf dan mengatakan kalau ia adalah murid baru? Kedengarannya tidak ada yang bagus untuk dilakukan.

“Hei kamu murid baru!”

Seketika pupil mata Mika membulat dengan sempurna. Kata yang tepat untuk menegaskan keadaan ini adalah Mampus.

“Saya, buk?” Mika menunjuk dirinya sendiri. Takut-takut ia salah, tapi bukan kah hanya dirinya yang murid baru di kelas ini? Berarti tidak salah.

“Iya, siapa lagi dikelas ini yang murid baru!”

Mika menunjukkan raut wajahnya yang datar. Mau tak mau, ia beranjak dari kursinya lalu berjalan secara perlahan kearah buk Neli yang menatapnya seperti singa kelaparan. Alina, Nelva, dan lainnya mana bisa menolong. Kalau bersama guru lain mungkin masih ada kesempatan.

“Ada apa ya, buk?” Mika berusaha setenang mungkin. Padahal di dalam hatinya, ia telah mengucapkan sumpah serapah.

Tatapan tajam pada mata buk Neli melunak. “Kamu adiknya Juna, ya?” suaranya berubah lembut bak bidadari yang menjaga Cinderella.

Seketika kaki Mika terasa lemas seperti jeli pada minuman yang sangat dilarang oleh Juna untuk dikonsumsi. “Iya, buk. Kenapa, ya?” tanyanya biasa saja.

Buk Neli terkekeh pelan, “Saya dan abang kamu itu temenan dari SMA. Kita pisah karena saya milih jadi guru dan dia pengusaha. Saya udah lama pengen reunian sama abang kamu, tapi gak ada kontaknya. Dan kebetulan saya dengar rumor kalau adiknya bakalan sekolah disini. Eh, ternyata benar. Kamu mirip banget sama si Juna,”

Demi apa pun. Bukan hanya Mika yang melongo kaget ketika mendengar buk Neli menceritakan kisahnya bersama Juna. Seisi kelas ikutan melongo kaget saking tidak percayanya kalau seorang buk Neli memiliki sisi baik dan lembut juga. Andai saja setiap pelajaran Matematika Peminatan selalu seperti ini, pasti mereka semua senang dan bahagia.

Mungkin akan digelar pemotongan nasi tumpeng seperti tadi lagi.

Mika menggaruk pipinya yang tidak gatal, “Nanti saya sampaikan, buk,” Mika tersenyum, menunjukkan kedua lesung pipinya.

Buk Neli tersenyum lebar, “Ada waktu ibuk main ke rumah, ya! Rumah kalian masih yang mewah itu, kan?” Mika mengangguk sopan.

Baru saja guru cantik tersebut akan melanjutkan pembicaraannya, bel berdering menandakan bahwa sekolah telah dibubarkan. Ia mendengus kesal, menggumamkan sumpah serapah, sedangkan murid yang lainnya berteriak heboh karena waktunya untuk pulang dan makan siang bersama keluarga.

Bicara mengenai keluarga, Mika tidak pernah lagi menikmati hari-harinya dengan keluarga yang ia impikan. Ia hanya makan bersama Juna, berdua di meja makan. Para pembantu, tukang kebun, dan satpam memilih untuk makan di taman depan. Untuk pergi kemana pun yang Mika ingin kan, ia akan pergi bersama Juna. Tidak lagi bersama Mama dan Papa yang telah membesarkannya.

Semua terasa asing bagi Mika.

“Mik, ayo pulang!” seru Alina yang berada di ambang pintu bersama Nelva.

Mika tersadar dari lamunannya. Buru-buru ia kembali ke mejanya untuk mengemaskan peralatan dan buku-buku, tak lupa dimasukkan semuanya kedalam tas, kemudian dipasangnya tas tersebut di balik punggungnya dan menyusuli teman-temannya yang masih menunggu dirinya.

“Gue gak nyangka kalo buk Neli kenal sama abang lo,” Alina membahas mengenai buk Neli sepanjang perjalanan mereka menuju parkiran. “Lo dijemput atau gimana, Mik?”

“Gue aja gak nyangka! Gila banget tuh guru,” Celetuk Nelva.

Lihat selengkapnya