‘Yang namanya berusaha, pasti membuahkan hasil.’
Mika terbangun akibat suara berisik yang berasal dari kamar kembarannya. Ia beranjak dari ranjang tidurnya, berjalan keluar dari kamar dan menghentikan langkahnya didepan kamar yang bersebelahan dengan dirinya. Ia masih mengantuk, namun rasa kantuknya sedikit berhasil dikalahkan oleh suara berisik yang menganggu kedua telinganya.
Mika membuka pintu kamar Hansel yang sama sekali tidak terkunci dengan menghela nafas berat. Laki-laki yang sedari tadi memainkan gitarnya, lantas menoleh kearah Mika yang berdiri di ambang pintu dengan wajah kebingungan. Mika menoleh kearah jam dinding yang menunjukkan pukul 02:00 am. Ah, ternyata baru jam 2 dini hari. Begitulah pemikiran Mika.
“Eh, baby girl,” Hansel beranjak dari sofa, ia berjalan mendekati Mika, lalu menarik lengan Mika; mengajak kembarannya untuk masuk kedalam kamarnya.
Hansel tidak menutup pintu kamarnya secara rapat, ia hanya menutup sedikit karena takut nanti orang-orang rumah terutama Juna berpikir yang tidak-tidak. Tapi pada dasarnya, Hansel tidak berani melakukan hal itu. Ia dan Mika sedarah, ia begitu mencintai Mika, begitu pun sebaliknya. Jadi, yang ia lakukan adalah melindungi perempuan itu.
“Lo ngapain? Kok berisik banget,” Mika dirangkul oleh Hansel, mereka berada diatas sofa. Dan mata Mika tinggal 5 watt lagi.
“Main gitar,” Jawabnya lembut. Ia mengecup agak lama puncak kepala milik Mika. Itu sudah menjadi kebiasaannya, apalagi Juna.
Mika mengangguk setengah sadar, “Oh, pasti mau buat lagu untuk pacar lo,” Celetuknya.
Hansel terkekeh. Ia tidak pernah memiliki kekasih sejak lahir, sama seperti Mika. Ia memilih untuk tetap sendiri agar ia bisa menjaga kembarannya dengan baik. Begitu juga dengan Juna.
Meskipun usia Juna masih 19 tahun, sudah menjadi CEO mudah di perusahaannya, ia sama sekali tidak memiliki niat untuk mencari kekasih atau sekedar teman perempuan yang dekat. Karena alasannya sama seperti Hansel.
Ingin menjaga Mika dengan baik dan sempurna.
Sebut saja mereka terkena sister complex, tapi mereka berdua menolak argumen tersebut karena mereka mencintai Mika sebagai adik mereka, bukan sebagai perempuan biasa.
“Gak, kok. Gue kan janji gak mau pacaran. Gue mau jagain baby girl, sampai kapan pun itu,”
Hansel tahu Mika telah terlelap. Ia pun mengecup sekilas dahi Mika, lantas menggendong perempuan itu dan meletakkannya keatas ranjang milik Hansel sendiri. Ia menyelimuti tubuh kembarannya tersebut, kemudian ikut berbaring tepat di samping Mika.
“Good sleep my baby girl,” Hansel berbisik, lalu memeluk Mika dari belakang.
●●●
Hansel melangkah keluar dari mobil miliknya bersamaan dengan Mika yang keluar dari pintu yang berbeda. Laki-laki yang masih menggunakan kacamata hitam, segera merangkul bahu milik kembarannya sehingga para perempuan yang melihat pemandangan itu berteriak histeris. Kehisterisan makin terjadi ketika Hansel sengaja mengecup sekilas pipi kanan milik Mika.
Mika berusaha tertawa, ia tidak ingin bersikap dingin lagi kepada abang dan kembarannya.
Alina dan Nelva yang melihat pemandangan itu hanya bisa tertawa sejadi-jadinya. Mereka tahu jika Mika merasa risih dengan suara teriakan demi teriakan yang terus terdengar. Dan tawa mereka terhenti ketika melihat Maddie dengan raut wajah kesalnya berjalan kearah Mika dan juga Hansel yang masih tertawa bersama sepanjang jalan.
Belum ada yang tahu jika Mika dan Hansel adalah sepasang kembar. Para perempuan yang menggilai Hansel hanya tahu jika Mika dan Hansel adalah sepasang kekasih yang memiliki wajah begitu mirip.
Dan Alina rasa, Maddie akan memulai peperangan antara dirinya dan juga Mika. Alina dan Nelva ingin menghampiri mereka, namun mereka tahu jika Hansel lebih bisa melindungi kembarannya dibanding mereka.
“Jadi, lo yang namanya Mika!”
Langkah Mika dan Hansel terhenti ketika sosok Maddie dengan wajah songongnya menghalangi jalan sepasang kembaran tersebut.
Hansel memutar bola mata sebal, ia semakin mengeratkan rangkulannya. Sedangkan Mika hanya menatap datar kearah Maddie.
Perang memang akan di mulai.
“Lo ngapain sih disini?” tanya Hansel sebal.
“Ya mau ngelabrak cewek ini lah. Giliran gue deketin lo, lo malah ngehindar. Lah, giliran ni cewek gak jelas, lo malah nempel-nempel,” Dengus Maddie.
Maddie memang cantik. Tapi kecantikannya tertutupi oleh iblis yang bersarang didalam hatinya. Kerjaannya marah-marah tidak jelas, ngelabrak orang yang tidak bersalah, pantas saja tidak ada yang mau dengannya. Kecuali si Gino, sih.
“Apaan, sih. Gak usah sok tau deh lo,” Sergak Hansel.
Maddie berkacak pinggang. “Gue gak sok tau, baby. Emang fakta kalo dia gak jelas! Buktinya aja dia pindah ke sekolah ini waktu semester dua. Pasti dia ada masalah kan di sekolah lamanya makanya dia pindah,”
Murid-murid mulai berbisik. Mulai menyebarkan gosip. Mulai membuat fitnah.
Ingin rasanya Mika mencakar wajah Maddie yang begitu mirip dengan nenek lampir itu. Tapi ia harus tetap menyabarkan diri. Tidak ada bedanya jika ia meladeni perempuan seperti Maddie.
Hansel melangkah satu langkah kearah Maddie, ia mencondongkan tubuhnya kedepan. “Sadar gak sih, siapa yang punya masalah paling besar?”
Maddie terdiam. Kalau saja Hansel bukan laki-laki yang ia kejar dan juga orang paling berpengaruh di sekolah ini, sudah dipastikan ia akan langsung mengeluarkan laki-laki itu dari sekolah ini.
“Jahat lo! Lo jauhin gue demi perempuan gak jelas ini. Kurang apa gue, Han!”