‘Bolos demi sahabat itu lebih baik.’
Suara pemberitahuan dari aplikasi Line berhasil membuat Mika membuka kan mata secara perlahan-lahan. Ia lupa apa yang telah terjadi dengan dirinya sehingga ia bisa berada di ranjang tidurnya saat ini. Terakhir yang ia tahu, ia hujan-hujanan dan pingsan di pelukan Hansel. Mika menegakkan tubuhnya, diambil ponsel dari nakas, lalu dilihat lah pemberitahuan yang berhasil mengusik tidur nyenyaknya.
Ah, ternyata jam 1:00 pagi.
Alvelofadrika: Besok bareng ke sekolah [19:54 wib]
Mika mendelikkan matanya terkejut. Tanpa menunggu waktu lagi ia langsung membalas chat tersebut.
Athenamikaela: Ini siapa?
[Read]
Alvelofadrika: Dika.
Hah! Mika ingin berteriak, namun tertahan ketika ia merasakan nyeri yang menjalar ke seluruh tubuh. Tak hanya itu, darah segar mengalir dari hidungnya, mau tidak mau ia harus membersihkan darah tersebut sebelum Hansel dan Juna masuk ke dalam kamarnya. Persetan dengan chat dari Dika, ia membuka laci pertama nakasnya dengan kasar lalu mengambil 2 butir obat dari dalam botol obat tersebut.
Ia menelan obat itu dengan meneguk air minum yang tersedia didalam gelas.
Alvelofadrika: Kok lo blm tdr?
Banyak tanya lo, bkn bpr mlu dumel batin Mika.
Athenamikaela: Kebangun.
Alvelofadrika: Mau vidcall?
Kalau saja Mika bisa blushing, pasti ia akan blushing saat ini juga. Sayang sekali, ia hanya bisa tersenyum kecil. Ia ingin berteriak namun logikanya berkata;
Jangan baper dulu, entar dia gak mau tanggung jawab.
Dan menurut Mika, logikanya ada benarnya juga. Jadi, ia melampiaskan kebahagiaannya dengan cara tersenyum. Itu lebih baik.
Athenamikaela: Gak usah. Mending lo tdr aja.
Alvelofadrika: Oke.
Mika berdecak sebal. Laki-laki itu sama sekali tidak peka. Bahkan didalam masa pendekatan mereka saja, laki-laki itu tidak peka; selalu membuatnya kesal dan terbawa perasaan. Bagaimana nanti ketika mereka menjalin hubungan yang khusus.
Eh. Jangan sampai ia dan Dika menjalin hubungan khusus! Ia tidak mau mengecewakan orang lain.
Mika melempar ponselnya sembarangan. Ia sebal, ia ingin melanjutkan tidurnya. Baru saja ia akan menenggelamkan kepalanya dibawah selimut, suara terbukanya pintu kamar, membuat ia menoleh kearah ambang pintu. Ternyata Juna dan Hansel, mereka berdua berjalan kearah ranjang tidur milik Mika.
Eh, mereka tidak tidur?
“Alhamdulillah, kamu udah sadar,” Juna memeluk sekilas tubuh Mika, setelah itu giliran Hansel. “Abang panik waktu Hansel bawa kamu pulang dalam keadaan pingsan,” Ia segera melirik kearah Hansel yang merasa bersalah.
“Itu salah Mika. Mikanya aja bandel gak mau dengerin omongan bang Juna,”
“By the way, ada yang nungguin kamu tuh di bawah,” Hansel memasukkan kedua tangannya kedalam saku hoddie yang berada di kedua sisi.
Mika mengerutkan dahinya, “Jam 1 gini ada yang nungguin Mika?”
“Ya, gitu deh,”
Mika memegang tangan Hansel, “Kamu masih marah sama Mika?”
Hansel tidak bergeming. Juna yang melihat ekspresi Hansel, hanya bisa menghela nafas berat. Ia memilih untuk menemui tamu Mika di bawah, sebelum tamu tersebut merasa jenuh karena tidak diperhatikan.
Ya maklum. Jam 1 pagi gini, kok malah berkunjung.
“Hansel. Jawab Mika,”
Hansel tidak mengubris pertanyaan dari Mika, ia langsung membawa Mika masuk kedalam pelukannya. Hangat. Itulah yang dirasakan oleh Mika, begitu juga dengan Hansel.