‘Bisakah aku mencintai mu seperti dulu lagi.’
Matahari pagi mulai menampakkan dirinya di ufuk timur. Ayam-ayam mulai berkokok seakan sedang melakukan paduan suara. Embun demi embun menetes di setiap tumbuhan secara bersamaan. Dedaunan dan pepohonan rindang bergerak sana sini, mengikuti alur yang dilakukan oleh angin pagi.
Bi Juni meletakkan nampan yang berisikan 2 piring nasi goreng dan 2 gelas susu hangat ke atas meja makan. Di meja tersebut sudah ada Hansel dan Juna yang sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing. Hansel dengan ponselnya, dan Juna dengan dokumen perusahaannya.
Tidak ada satu pun suara yang keluar dari mulut kedua insan tersebut, seakan hening. Hanya terdengar dentingan garfu dan sendok diruangan tersebut. Biasanya, entah itu Juna atau pun Hansel pasti akan berceloteh ria. Apalagi ada Mika yang selalu membalas celotehan mereka dengan mendengus pelan.
Bicara tentang Mika, perempuan itu memilih untuk berada didalam kamar karena itu semua adalah kehendak Juna. Juna tidak ingin penyakit adik bungsunya kembali kambuh hanya karena terlalu keletihan. Dan Hansel juga tidak ingin melihat wajah pucat kembarannya tersebut.
Rasanya terlalu sakit.
Suara tapak sepatu yang berasal dari tangga ruang keluarga berhasil membuat Hansel dan juga Juna menoleh kearah suara tersebut. Sosok Mika yang menggunakan wig dan beanienya tersenyum lebar kearah kedua abang-abangnya.
Bukan karena Mika yang tiba-tiba saja turun ke bawah.
Melainkan, Mika yang menggunakan seragam sekolah yang dilapisi dengan jaket, tak lupa dengan tas sekolah yang berada di balik punggungnya.
“M-mika!” Juna ingin jungkir balik ke belakang ketika adiknya berjalan kearah ruang makan. “Kamu ngapain pake seragam sekolah? Kamu kan sakit!”
Mika mengerucutkan bibirnya, lalu melipat kedua tangannya ke depan dada; sebal. “Mika udah gak papa, bang. Yakin sama Mika,”
“Gak Mika sayang! Kamu gak boleh sekolah,” Tukas Hansel, ia mengambil tangan kembarannya lalu mengenggamnya agak erat. “Kita gak mau kamu kenapa-kenapa,”
Mika menoleh kearah Hansel, lalu menyunggingkan senyuman hangatnya. “Mika pengen sekolah sebelum Mika nanti pergi,”
“Mika ngomong apa, sih! Pokonya Mika gak bakalan pergi kemana-mana,” Celetuk Juna.
“Mika emang ga kemana-mana untuk sekarang, ga tau kalo nanti,”
Entah dari mana asalnya, tiba-tiba saja Bi Juni muncul dan memberikan segelas susu hangat kepada Mika. Mika dengan sopan menerima susu tersebut, lalu diteguknya hingga habis.
“Bi Juni mah ganggu mulu,” Dumel Hansel.
“Ye, Bi Juni mah gak tau kalo kalian lagi bicara serius,” Ucap Bi Juni. “Yaudah, deh. Bibi mau pulang ke dapur dulu,” Dan Bi Juni pun menghilang dalam seketika.
Seakan Bi Juni memiliki ahli dalam transportasi.
“Jadi, Mika boleh ya sekolah hari ini,”
Dengan terpaksa, baik Hansel maupun Juna, mengangguk secara bersamaan. Mika dengan tampang bahagianya langsung memeluk kedua abang-abangnya. Mereka yang dipeluk hanya bisa tersenyum bahagia, karena mereka tahu satu hal;
Kebahagiaan ini akan sirna pada waktunya.
●●●
Suasana kelas 12 IPA 1 tidak ada berubah sama sekali. Itu lah yang membuat Mika ingin kembali ke sekolah.
Gerald si ketua kelas dan murid perempuan lainnya langsung memeluk erat tubuh Mika, ketika perempuan itu melangkah kan kakinya masuk kedalam kelas. Oke, mungkin Gerald terkesan begitu alay, lebay, atau apa lah itu. Namun, ia sama sekali tidak merasa malu ketika memeluk Mika. Bahkan, ia merasa lega karena tahu Mika bisa kembali ke sekolah seperti biasa.
Kalau kata Renno itu, Gerald suka sama Mika. Tapi Mika malah jadian sama Dika. So, patah hati deh Geraldnya.
Mengenai Dika dan Mika yang pacaran, berita tersebut langsung menyebar luas seantero sekolah. Tak tanggung-tanggung yang perempuannya menangis-nangis karena cogan mereka telah ada yang punya. Sedangkan yang laki-laki langsung menciptakan lagu khusus Mika yang katanya telah mematahkan semangat mereka.
Tapi, berita tersebut langsung menghilang bak ditelan bumi ketika berita mengenai pindahnya si Fabin ke sekolah yang membuat para perempuan kembali bersemangat.
Ya. Tak dapat Dika, Fabin pun jadi.
Sepanjang koridor, para perempuan bergosip layaknya ibu-ibu rumah tangga. Mereka begitu antusias untuk melihat tampang Fabin yang katanya makin tampan dan makin mirip bule (yaiyalah, kan Fabin pindah ke Jerman). Belum lagi katanya Fabin akan kembali menetap di Indonesia bersama Mommynya. So, kesempatan mereka semua semakin besar.
“Gilak, gue gaknyangka aja kalo masa hukuman Fabin udah selesai,”
Saat ini, Alina, Nelva dan Mika sedang berada di kantin. Jam istirahat telah dimulai sejak 10 menit yang lalu. Kantin mulai ramai, dan mereka berada di tengah-tengah kantin. Tepatnya dilihat oleh orang-orang, termasuk si Maddie yang pernah membuat masalah dengan Mika dan kembarannya. Tapi entah kenapa, Maddie tidak ingin berbuat jahat lagi. Perempuan itu memilih untuk fokus pada sekolahnya. Dan katanya perempuan itu telah berhasil move on 100% dari Hansel.
“Fabin itu yang mana, sih?” akhirnya, Mika membuka mulut juga. Setelah sekian lama ia asik mendengar celotehan dari mulut sahabat-sahabatnya.
Alina memperbaiki kursinya, “Fabin itu sahabatnya Hansel sama Dika. Dan, dia itu ganteng banget! Meskipun masih gantengan Dika sama Hansel, sih. Pokonya ganteng, deh!” cerocos Alina panjang lebar.
Nelva memutar bola matanya malas, “Ya pokonya gitu deh, Mika—Alina terlalu lebay!” dumelnya.
Mika terkekeh pelan ketika melihat tingkah laku kedua sahabatnya. “Jadi, yang namanya Fabin itu udah sekolah disini?”
Alina dan Nelva mengangguk secara bersamaan.
“Yang mana orangnya?” tanya Mika penasaran.
Alina mengarahkan jari telunjuknya kearah meja yang ditempati oleh Hansel dan sahabat-sahabatnya. Bertepatan Mika menoleh kearah meja tersebut, ia dan Fabin saling beradu pandang. Laki-laki itu kaget, apalagi Mika sendiri.
Ini mustahil.
Mika mengalihkan pandangannya, “Nama panjang Fabin siapa?” tanyanya cepat.