-Aku sudah mengatakan, setelah kau meninggalkan ku, aku tidak akan kembali mengejar mu-
Dika menyambar tas sekolahnya yang berada di atas nakas. Sebelum ia benar-benar meninggalkan rumah, ia dengan segera menyalim tangan Alex dan Johanna yang saat ini berada di ruang makan. Itu adalah bentuk kesopanannya terhadap yang lebih tua.
Seharusnya, saat ini ia menikmati sarapan bersama kedua orangtuanya dan juga Irfan dan Bianca. Tapi, dikarenakan ia harus berangkat ke sekolah terlebih dahulu dengan alasan ada urusan mendadak. Mau tidak mau, Alex dan Johanna mengizinkan putra mereka untuk berangkat terlebih dahulu.
“Bianca mau berangkat bareng Dika!” seru Bianca yang akan segera beranjak dari posisinya, namun lengannya ditahan oleh Irfan.
“Ngapain sih? Berangkat sendiri kan bisa,”
“Aduh, maunya sama lo! Masa iya ga boleh,”
Dika melempar tatapan tajam kearah Bianca, sehingga saudari tirinya itu berdecak penuh kekesalan. Mau tidak mau, perempuan itu akan berangkat bersama Irfan. Bukan bersama Dika.
Motor ninja milik laki-laki berparas tampan itu, melaju dengan kencang di jalanan Jakarta yang belum terlalu ramai akan kendaraan-kendaraan yang lain. Ia menambah kecepatan pada motor tersebut agar segera sampai di sekolahnya.
Tidak sampai 15 menit, Dika sudah memarkirkan motor ninjanya di parkiran. Sekolah masih sepi, hanya terlihat Pakde si tukang kebun dan Satpam penjaga pos sekolah. Dengan sigap, laki-laki itu berjalan meninggalkan parkiran.
Entah apa tujuannya datang ke sekolah pagi-pagi buta, yang pasti hanya dirinya, Tuhan dan penulis lah yang tahu akan hal itu.
●●●
Baim: Mika keletihan, makanya dia dibawa ke rumah sakit. Syukurnya, dia enggak kambuh.
Dika menghela nafasnya lega. Ada niat yang tersirat kenapa ia datang ke sekolah pagi-pagi buta. Ia hanya ingin menanyakan keadaan Mika yang sudah ia angguri selama kurang lebih 1 bulan lebih. Dan, itu pun yang menjadi mata-matanya alias tempatnya untuk bertanya adalah Baim.
Ada alasan yang kuat kenapa Dika tidak menanyakan keadaan Mika kepada Hansel ataupun Gino dan Kayla; yakni, mereka semua tahu jika Alisha telah kembali dan berusaha mendekati Dika dengan cara yang sama sekali tidak ia ketahui. Dan mereka berpikir jika Dika lebih memilih Alisha dibanding Mika. Padahal, faktanya Dika sedang mati-matian mencari cara untuk tetap bersama Mika dibanding Alisha.
Dan saat ini, hanya Baim yang paham akan keadaannya.
Bicara soal Mika, hingga detik ini Dika masih menjauhi perempuan itu, demi kebaikan mereka berdua. Masalah putus atau tidaknya, sungguh, mereka sama sekali tidak mengatakan kata-kata itu. Baik Mika ataupun Dika.
Me: Syukur deh kalo dia gak kambuh, gue panik.
Baim: Gimana masalah lo? Udah kelar?
Me: Belum nemu titik terang.
“Lo masih ngejauhi Mika?”
Dika mendongak, mendapati sosok Bianca sudah berada di hadapannya. Perempuan itu tampil lebih natural, padahal biasanya ia paling suka menggunakan lipstik mahal Kylie Jenner. Dan entah kenapa, kali ini saudari tiri Dika tampak berbeda.
Dika segera memasukkan ponselnya ke dalam saku celana miliknya. Lalu, kembali memandangi wajah Bianca dengan penuh keheranan.
“Kaget, ya? Sama, gue juga kaget. Kok gue pengen tampil natural gitu, ya,” Cerocos Bianca seperti bebek.
Dika menyunggingkan senyumannya, “Lo cantik kalo gitu,”
“Makasih, tapi hati gue udah buat Gino,”
Dika memutar bola matanya malas, sedangkan Bianca tertawa; seolah perempuan itu baru pertama kali berhasil membuat Dika merasa sebal dan kesal.
“Lo belum jawab pertanyaan gue,”
“Masalah Mika?” ada jeda sedikit, lalu, “Gue masih ngejauhi dia,”