Ephemeral

Nurul faizah
Chapter #30

30. Kunjungan dari Gino, Baim, dan Kayla

-Salam dari kami trio ganteng, cepat sembuh Mikaela-

Santai.

Itulah yang dialami oleh kelas-kelas 12 IPS 3. Ada sebab tertentu kenapa mereka bisa bersantai bak di pantai. Itu dikarenakan untuk seluruh kelas 12, entah itu IPA atau IPS, diberi bulan tenang atau hari-hari tenang sebelum pada akhirnya mereka akan bertempur; menghadapi Ujian Nasional.

 Posisi Gino yang tadinya berada di pinggiran pintu; karena men-charge­ ponsel miliknya dan sekarang baterai ponselnya sudah penuh, memutuskan untuk berpindah posisi ke sebelah Kayla yang saat ini sedang bermain mobile legend bersama Gaffar dan Hamdi. Gino sama sekali tidak memiliki pekerjaan ataupun aktifitas selain melihat ketiga insan tersebut memainkan permainan yang sedang naik daun di Indonesia.

Sebenarnya, Gino ada sih aktifitas, yakni membalas pesan dari Bianca. Setelah itu? Lanjut melihat Kayla, Hamdi, dan juga Gaffar.

“Kay,” panggil Gino sepelan mungkin.

“Hmm,”

“Kay,”

“Apa, sih?”

“Kay,”

Yang dipanggil, mulai mendengus kesal. Ia tidak menoleh kearah Gino, tetapi kakinya sengaja digerakkan untuk menendang kaki milik laki-laki itu.

“Kay, liat aku dong,” rengek Gino.

“Anjing, najis, sumpah!” Kayla masih fokus dengan ponsel yang berada di kedua tangannya. Jemarinya begitu lihai ketika menekan tombol-tombol yang mana berfungsi untuk membunuh lawan lah, mengeluarkan pedang lah, dan segala macam.

Permainan zaman sekarang, agak aneh.

Gino diam-diam juga bisa memainkan mobile legend. Bahkan katanya lebih handal dari Gaffar dan juga Hamdi. Tapi, dikarenakan katanya game bisa membuat otak manusia lemot dan lola. Akhirnya, laki-laki itu men-uninstall aplikasi permainan tersebut.

Entah siapa yang mengatakan hal itu kepada Gino, yang pasti Kayla sangat bersyukur karena setidaknya musuh di dalam dunia game berkurang satu.

“YES! GUE MENANG!” teriak Kayla begitu heboh, sampai-sampai para perempuan yang sibuk berdandan di belakang kelas, pada bergidik ngeri.

Bahkan ada juga yang polesan lipstik di bibir salah satu dari mereka, miring ke samping; akibat teriakan dari mulut Kayla.

“Yah! Mampus, gue kalah mulu,” dumel Hamdi. “Sinyal gue burukan nih,” ia mengangkat ponselnya, mengguncang-guncang bagaikan minuman segar yang dicampur dengan es batu.

Gino memutar bola matanya malas, “Giliran menang, langsung upload ke sosmed. Giliran kalah,nyalahin sinyal,nyalahin tim—kalian generasi micin?”

Kayla tersindir. Begitu juga dengan Hamdi dan Gaffar yang saat ini sudah berpindah tempat; Gaffar sekarang berada di pinggiran pintu masuk, men-charge baterai ponselnya yang kian berkurang.

Padahal masih 98%.

“Eh, Fabin mana?”

Spontan, Kayla mengedarkan pandangannya. Ia baru menyadari, jika sedari tadi sosok laki-laki pecicilan itu tidak terlihat. Dalam artian lain, laki-laki itu tidak menampakkan batang hidungnya.

Tumben.

Biasanya, Fabin paling rusuh di kelas. Suka membuat para perempuan-perempuan mengucap kata Istighfar melebihi batas. Belum lagi, Fabin membuat para perempuan-perempuan berani menyumpah-serapah kan laki-laki itu.

Lihat selengkapnya