-Aku tidak mempunyai kekuatan untuk jauh dari mu,-
Resah.
Itulah yang sedari tadi Hansel rasakan bersama Juna. Sudah hampir 5 hari lamanya, Mika belum kunjung sadar dari komanya. Dan selama itu juga Hansel datang ke sekolah hanya sekedar isi absen, sarapan di kantin, kemudian kembali ke rumah sakit yang jaraknya cukup jauh.
Memakan waktu sekitar 1 jam lebih.
Dokter Cantika belum menyerah dalam upayanya agar Mika segera sadar meskipun peluang perempuan itu hanya 20%. Sedangkan dokter-dokter yang lain, sudah mengibarkan bendera putih. Bagi mereka, ini adalah saat yang tepat untuk belajar mengikhlaskan sesuatu.
Dari luar ruangan, terlihat dengan jelas ada Alina, Nelva, Gino, Baim, Fabin, Kayla, dan Bianca yang duduk secara sejajar. Mereka ber-7 masih mengenakan seragam sekolah, ya karena sepulang dari sekolah, mereka langsung ke rumah sakit.
Sedangkan Hansel, Juna dan Dokter Cantika berada di dalam ruangan tempat dimana Mika dirawat.
Semakin hari, denyut jantung Mika semakin menurun, dan segala kekhawatiran sekaligus ketakutan mulai mengiang-ngiang di kepala Juna. Laki-laki itu rela meninggalkan rapat-rapat penting bersama klien dari luar negeri, demi menemani adik bungsunya yang tercinta.
Ia sudah menyiapkan segala ekspetasi. Segala realita yang kemungkinan besar akan menghantui hidupnya.
Hansel asik berjalan ke sana ke mari hanya untuk menghilangkan kekhawatirannya. Ia betul-betul tidak bisa diam walaupun hanya satu detik. Dokter Cantika yang melihat gelagat Hansel, hanya bisa mendesah ringan, ia tahu rasanya di posisi Hansel saat ini. Juna, masih setia berada di sebelah Mika yang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan sadar.
Juna menggenggam erat tangan kanan Mika, kemudian ia mencium agak lama kening perempuan itu.
Bagaikan di kisah-kisah dongeng pada zaman dahulu kala, kedua kelopak mata Mika terbuka lebar; seolah ia baru saja dikejar oleh malaikat pencabutnyawa.
Ia terlihat kesusahan dalam mengambil nafas.
Baik Hansel, Juna, dan Dokter Cantika, spontan berteriak secara bersamaan. Setelah itu, Dokter Cantik segera memeriksa keadaan tubuh Mika yangnyatanya tidak normal.
“Kamu kuat, kamu kuat,” Juna terus membisikkan kalimat itu di telinga Mika.
Dari balik alat pernafasan yang terpasang sempurna di hidung Mika, perempuan itu terlihat menyunggingkan senyuman hangatnya. Kemudian, ia menganggukkan kepalanya; tanda bahwa ia selalu kuat dalam menghadapi apa pun.
“Ada baiknya, kalian bicara bersama Mika,” kata Dokter Cantika usai memeriksa kondisi tubuh Mika. “Saya mesti keluar, menyuruh mereka untuk masuk,”
Hansel dan Juna mengangguk secara bersamaan.
“Apa kabar?” tanya Hansel.
Mika tertawa meskipun agak susah. “B-baik, kok,”
“Kita semua kangen sama kamu,” kata Juna seraya mengelus punggung tangan Mika. “Gak kangen sama kita?”