Epiphany

metanoia
Chapter #2

Satu

•Epiphany•

"Heh, itu yang gantiin saya di deket gerbang. Buruan gabung ke lapangan!"

Tiupan peluit itu memelesatkan bunyi nyaring, menembus dan mengusik indra pendengaran. Menyadari bahwa hal tersebut ditujukan kepadanya, Dhiwa lantas berhenti celingak-celinguk. "Bentar, Pak. Temen saya belum datang."

"Nggak ada dispensasi! Cepet laksanakan, atau kamu mau tukar kerjaan dengan Bapak? Bapak masuk kelas, kamu bertugas! Gimana? Nggak etis kan? Jadi, jangan banyak alesan."

Walhasil, anak laki-laki berseragam putih abu-abu di hari pertama itu mematuhi. Ia menuju ke lapangan yang telah dipadati siswa-siswi tahun ajaran baru. Setelah melewati masa PLS dan serangkaiannya, tiba juga mereka menyandang titel sebagai murid Gantara. Dan hari ini, selepas upacara rutin setiap Senin pagi, mereka segera mengetahui kelas apa yang akan menaungi mereka selama tiga tahun ke depannya nanti.

"Dahlah, terpisah kita." Di sebelah Dhiwa, Deden--temannya sedari dunia putih biru--mendesah kecewa. Binar matanya kurang bergairah. Padahal, ini hari pertama untuk memulai semuanya di sekolah. "Antara Geografi dan Biologi."

Gerald yang berdiri di sisi kanan Deden lantas terkekeh ringan. "Sama aja. Lo tetep belajar Sejarah Indonesia, dan gue sama Dhiwa tetep nggak lari dari Matematika."

"Ge, ada nama lo di IPS 1." Pandangan Dhiwa berhenti sejenak ketika menemukan nama Seanan Gerald Sadid dari 34 murid yang tertera. Telunjuknya kembali mengabsen satu per satu. Tiba pada urutan-urutan di bawahnya, bulu mata Dhiwa ikut bergerak-gerak ketika mengejap. Bibirnya melengkungkan senyum tipis.

Dhiwa merogoh saku celananya. Ia mengambil ponsel untuk memotret dengan fokus dua nama pertama yang sama-sama berabjad K.

....

Kamandaka Dhiwa

Kanaya Abeeya

....

Jemari Dhiwa amat tangkas berpindah dari satu huruf ke huruf lain. Dhiwa seolah tak sabaran ingin memberitahukannya kepada seseorang yang sempat ia tunggu beberapa waktu lalu.

B Aja Namanya

Anda mengirim foto

Lihat selengkapnya