"Saya, bilang rapi, ya, rapi!"
"Peraturan baru, untuk seluruh murid yang menggunakan seragam SMP dan akan memasuki sekolah Dharma Bangsa ini di wajibkan untuk berjalan kaki!" Teriak seorang kakak kelas yang berjaga di bagian depan gerbang sekolah.
Dari posisiku berada, yang letaknya tidak jauh dari jarak gerbang sekolah sudah banyak terdengar kakak kelas yang meneriaki, menyuruh ini itu, juga membeberkan semua aturan yang ada di dalam sekolah ini.
Sebentar, untung tadi aku sempat dengar kalau anak baru di wajibkan untuk berjalan kaki ketika masuk ke dalam sekolah, dan aku membawa sepeda. Lalu, aku harus bagaimana?
"Tidak ada yang boleh membawa kendaraan masuk kedalam lingkungan sekolah, mau kendaraan jenis apapun itu, semuanya setara disini! Semua harus berjalan kaki dengan rapi dan tertib!" Lanjut kakak kelas itu dengan suara lantang yang di bantu dengan toa yang sedang ia pegang.
Peraturannya aneh sekali, lalu ku taruh mana sepedaku ini? Kalau di simpan sembarangan, takut nantinya aku malah pulang jalan kaki.
Aku melihat ada tanda panah di samping kanan gerbang sekolahnya, disitu tertulis parkiran calon siswa baru. Tanpa pikir panjang aku langsung pergi ke sana dan memang benar ini tempatnya, area samping sekolah yang cukup luas, pantas saja di pakai untuk tempat parkir.
Banyak kendaraan jenis apapun sudah berjejer disini, rapi karena ada yang mengaturnya. Kalau tidak, bisa kacau berantakan.
Barisan untuk siswa baru kini mulai ramai, dibagi dengan dua baris agar teratur. Kakak kelas di depan gerbang sekalian mengecek kerapihan tiap siswa yang akan masuk. Semuanya terlihat berwibawa dan tegas. Kakak kelas yang berjaga di area luar sekolah hanya diisi dengan kakak kelas laki-laki lagipula hanya lima orang disini. Mereka memakai seragam celana abu-abu dan berjas putih, itu karena mereka panitia acara MPLS ini dan mereka adalah pengurus OSIS. Kalau tidak salah seragam untuk siswa lain selain pengurus OSIS adalah berjas hitam, dan nantinya aku akan memakai jas berwarna hitam setelah resmi menjadi siswa baru SMA Dharma Bangsa ini.
Aku menghela nafas panjang, "Aku harap di dalam tidak terjadi apa-apa."
Selangkah dua langkah aku mengikuti siswa lainnya yang akan berbaris tapi langkahku terhenti, "Enggak, semua nya pasti baik-baik aja, iya."
Pikiranku memikirkan hal-hal tidak menyenangkan, mungkin karena sugesti kalau sebagai anak baru akan di kerjai oleh kakak kelasnya dan di perlakukan tidak adil?
"Enggak, Ra, disini udah gak ada perpeloncoan, ini udah beda era." Aku menyakinkan diriku sendiri dalam hati.
"Cepat! Kita sudah tidak punya waktu lebih. Banyak materi yang harus kita sampaikan! Ayo! Masuk barisan!"
Teriakan kakak kelas yang berjaga di area parkiran sudah berkoar-koar. Aku harus cepat.
"Masuk!" Kata kakak kelas yang sudah mengecek semua kerapihan ku juga memberikan tiga kertas putih polos. Aku tidak tahu maksud nya apa. Tapi, aku tidak bertanya nanti takut jadi masalah.
Aku menjawabnya dengan anggukan kepala. Lalu, aku mengikuti perintahnya untuk lekas masuk ke dalam sekolah.
Nampaknya tidak akan ada hal aneh disini, lagipula itu adalah hal yang wajar bukan? Setiap siswa di didik untuk rapi dan disiplin jadi tidak ada salahnya mereka berlaku seperti itu.
Ya, walaupun kadang sulit di terima oleh diriku yang sekarang. Ah, sudahlah, lupakan.
Sekolahku cukup luas, udaranya sejuk karena banyak pohon yang ditanami. Dengan warna biru ke abu-abuan yang mendominasi seluruh warna pada setiap kelasnya jadi lebih terasa unsur SMA nya.
Aku dan siswa lainnya di tuntun untuk berkumpul di lapangan, katanya akan ada upacara pembukaan.