Lama-lama diam sendirian di dalam kelas membuat aku bosan, aku belum menemukan kenyamanan disini. Ku putuskan untuk keluar kelas tapi bukan ke kantin disana pasti ramai sekali, itu bukan tempatku.
Aku hanya berjalan menyusuri koridor-koridor kelas.
Ku lihat ruangan di samping kiri, "Perpustakaan."
Langkahku terhenti karena aku melihat seseorang yang tidak asing bagiku.
"Dia seperti?"
Ku pastikan dari tempat aku berdiri apakah yang ku pikirkan itu orang yang sama disana. Belum ku lihat rupanya, ku tunggu sampai semua orang yang ada di sekitarnya pergi.
Aku mencoba menghampiri nya, "Bang Ari?!"
Ia terkejut mendengar suaraku tadi, "Nara? Kok, bisa di sini?" Tanyanya.
Akhirnya sudah ku temukan dia sekarang, ternyata dia satu sekolah denganku. Dengan seragam yang berbeda dia putih aku hitam. Dan, di bagian kanan jasnya terdapat tulisan "ketua OSIS."
Aku belum sempat banyak bicara dengannya, dia sedang sibuk. Katanya nanti pulang sekolah aku harus menemuinya tepat di depan gerbang sekolah.
***
"Ternyata bang Ari satu sekolah dengan Nara, terus ketua OSIS juga, tapi kenapa waktu MPLS bang Ari gak ada?"
"Tugas keluar, ada perkumpulan ketua OSIS Kota Bandung makanya waktu upacara yang ngasih pengumuman itu perwakilan dari pengurus OSIS seharusnya 'kan bang Ari. Tapi, waktu upacara ada bagian pengenalan panitia 'kan? Padahal nama bang Ari di sebutin sekalian jabatannya."
"Nara gak tahu nama lengkap bang Ari apa, jadi gak sadar."
Cerita ku dengannya masih sebatas basa-basi saja menurut ku. Tapi, pasti arah pembicaraannya akan kesana.
Ariyanda Ibrahim, aku selalu menyebut nya bang Ari. Dua tahun di atasku sekarang dia kelas 12 MIPA 3 juga ketua OSIS SMA Dharma Bangsa. Posturnya tinggi, putih dengan wajah sedikit kotak. Wibawa seorang ketua OSIS nya selalu dia bawa-bawa kemanapun. Tidak heran sekolahku menunjuknya sebagai ketua OSIS.
Setelah mengobrol di jalan sambil ku tenteng sepedaku karena dia tidak membawa kendaraan apapun. Dan, kita sampai di taman yang letaknya tidak terlalu jauh dari sekolah.
Bang Ari mengajakku untuk duduk di bangku dekat pohon besar di sana.
"Nara dari kapan pindah ke sini?"
"Sekitar dua bulan yang lalu, Ibu punya cabang butik di sini jadi sekalian Nara juga sekolah di sini."
"Kenapa bang Ari pergi setelah antar Nara ke psikiater dan tinggalin kartu itu?" Ku mulai menggiring pertanyaan yang selama ini ingin ku temukan jawabannya.
"Memang bang Ari sekolah disini. Gimana kondisi Nara sekarang?" Tanyanya serius.
"Lebih buruk."