Aku pulang dengan dengan perasaan kalut. Dan aku ingin menenangkan diri juga menghilangkan semua perasaan yang menggangu ini, jadi aku tidak langsung pulang ke rumah.
Aku tidak pergi jauh-jauh. Saat ini yang ada di kepalaku adalah Jalan Asia Afrika, yang kemarin sudah ku lewati bersama Ibu.
Ketika sampai, yang kutemukan pertama kali di sebelah kanan ada museum Asia Afrika dengan banyak tiang-tiang bendera yang berjejer di depan bangunannya. Kemarin aku tidak melihatnya mungkin karena aku terlalu fokus melihat ke arah kiri.
Dengan masih menjalankan sepedaku, di depan museumnya ada jalan yang lumayan besar, banyak juga di lalui orang. Aku penasaran jadi ku ikuti saja. Setelah mengikuti jalannya, di akhir jalan ada pemisahan.
"Kesana kayaknya menarik." Aku memilih untuk ke arah kanan.
"Lukisan jalanan? Tempat apa ini?"
Objek pertama yang ku lihat dari tempat ini adalah lukisan, ku lihat plang jalannya "Jalan Braga."
"Jadi ini yang namanya Braga?"
Aku sempat mendengar nama tempatnya, memang Braga ini salah satu yang terkenal di Bandung. Tempatnya bukan seperti bangunan, ya, namanya juga jalan. Seperti hal nya jalan pada biasanya tapi di setiap bahu jalan disini diisi beragam hal yang menarik.
"Jalan kaki pasti lebih seru."
Ku taruh sepedaku di area parkiran dekat toko yang ada di ujung jalan.
Aku mulai tertarik dengan suasananya, pantas saja orang-orang tadi menuju kesini, tempat ini unik. Ada banyak pertokoan, cafe, lukisan jalanan yang banyak di pajang, penyanyi juga pengiring musiknya.
Aku tidak berjalan jauh-jauh karena aku hanya ingin melihat lukisan-lukisan ini.
"Kok, itu?" Aku merasa aneh, ada salah satu pelukis yang bersembunyi di gang sempit, dia sendirian.
Aku mencoba masuk ke gang itu, "Permisi."
Ia tidak menjawabku sama sekali. Pelukis ini masih sibuk dengan kuas juga palet yang masih di pegangnya. Akan ku tunggu sampai dia benar-benar selesai karena aku sangat penasaran.
"Sudah selesai!" Suara nya membuatku terkejut karena aku menunggunya terlalu serius.
Ia membalikkan badannya ke arahku, "Ada yang bisa saya bantu?"
Aku malah bingung ketika ia mulai berbicara, "Saya penasaran, ada satu orang pelukis yang melukis sembunyi-sembunyi seperti ini. Jadi saya kesini."
Palet dan kuasnya mulai ia rapikan, "Nama saya Ukis, panggil saja Pak Ukis."
Aku sedikit terkejut dengan nama nya, namanya unik sekali. "Saya Nara, Pak Ukis. Salam kenal."