"Anxiety?" Tanyanya tanpa basa-basi.
Aku bertanya pada diriku sendiri yang dia tidak bisa dengar tapi bisa dia lihat dari wajahku, "Kok, tau?"
"Jadi, itu bener?"
Kenapa dia bisa bilang anxiety barusan? Apa yang dia lakukan soal dugaan-dugaan itu? Kenapa bisa sejauh ini?
"Kok, lo, diem?"
Dia terus saja mencercaku, belum berhenti kalau aku tidak menjawab apalagi jawabannya harus seperti apa yang dia mau.
Aku mulai serius, "Dugaan kamu terlalu jauh, kak."
"Ada yang kasih tau gue soal lo."
Dia tidak sedang menduga-duga? Juga dia tidak mencarinya sendiri? Apa iya bang Ari yang bilang? Karena 'kan bang Ari satu-satunya orang yang tahu soal aku.
Aku menerkanya, "Bang Ari?"
"Iya."
Kali ini dugaan ku yang benar. Kenapa bisa bang Ari melakukan itu? Dan kenapa harus pada manusia tengil ini. Aku masih tidak percaya.
"Bang Ari cerita apa?"
"Gak ada. Kemaren setelah dari kelas lo gue langsung cari bang Ari dan gue tanya soal lo. Aneh, dia gak bilang apapun padahal gue tau pasti bang Ari tau soal ini 'kan?"
Ternyata sifatnya selalu sama pada orang lain. Banyak memaksa.
"Yang kamu tau dari bang Ari kemaren apa?"
"Anxiety doang. Udah itu aja dan gue gak ngerti. Bang Ari langsung pergi, emang orang sibuk dia. Terus bilang gini, lo jangan banyak penasaran nanti lo bingung. Tapi, kemaren gue sempet search itu soal mental, ya?"
"Iya."
"Hah?! Iya?"
"Jadi, lo? Itu gak mungkin. Gangguan mental, tuh, gak ada, Ra. Lo aneh-aneh aja."
Yang seperti ini pasti sering terjadi karena orang seperti dia tidak akan tahu. Mau aku jelaskan pendek ataupun panjang sekalipun kalau tidak mengerti, pasti itu akan menggangguku.