"Bunar, boleh, ya, Nara pergi ke pamerannya?"
"Nara sama siapa? Ibu gak bisa antar kesana. Besok sore akan ada rekan Ibu yang datang ke butik."
Bagaimana ini? Aku ingin sekali melihat pameran itu. Salah aku memilih hari ini untuk minta izin karena ini adalah hari terakhirnya. Dan besok adalah acaranya.
"Nara gak sendirian, kok, kesananya."
"Sama siapa? Bang Ari itu? Kalau iya, coba Ibu minta nomor teleponnya."
Ibu mengira nya aku akan pergi kesana dengan bang Ari? Sampai mau minta nomor telepon nya segala. Aku saja tidak punya.
"Bukan bang Ari, Bu."
"Nara jangan nekat berangkat sendirian, ya. Ibu takut terjadi apa-apa disana. Nara memang nya sudah tahu tempat nya dimana? Pasti gak tau 'kan? Sudah jangan dipaksa, nanti juga akan ada acara kayak gitu lagi."
Aku terdiam, bingung mau bilang apa lagi pada Ibu. Apa aku jujur saja kalau aku kesana dengan Aris? Tapi, Ibu tidak tahu. Pasti Ibu mengira aku sedang berbohong.
Akhirnya aku coba bilang, "Nara besok di temenin sama kakak kelas Nara, tapi bukan bang Ari. Namanya Aris."
"Nara bohong, ya? Cari namanya hanya di tambah s di belakangnya. Itu acara nya sampai malam, lho, Ra."
Benar 'kan dugaan ku. Kalau sudah begini aku harus menggunakan kalimat seperti apa lagi supaya Ibu bisa mengizinkan aku berangkat ke pamerannya besok?
Aku masih meyakinkan Ibu, "Itu beneran, Bu. Kak Aris itu kakak kelas Nara, kelasnya berhadapan juga."
"Ya sudah Ibu percaya. Tapi besok Nara harus kasih lihat Ibu yang mana Aris itu. Sebelum berangkat Nara mampir aja ke butik."
Hah?! Ibu tidak salah menyuruhku membawa Aris ke hadapannya? Aku tidak bisa protes, nanti Ibu yakin kalau aku benar-benar berbohong.
"Yaudah sekarang tidur, udah jam sembilan, tuh." Tangan Ibu menunjuk ke arah jam dinding di ruang tengah. "Tugas sekolahnya sudah selesai 'kan?"
"Sudah, Bu. Yaudah Nara ke kamar, ya, Bu."
***
Seminggu tepat di hari ini ketika Aris berjanji untuk mengantarku ke pamerannya. Kemarin dia tidak menggangu ku juga aku tidak melihat nya. Kemana dia? Jangan bilang hari ini dia juga tidak ada.