"Lo keren, Ra, bisa tau acara kayak gini. Walaupun gue gak ngerti."
"Bukan akunya, tapi acaranya."
Ruangan yang ku datangi ini adalah tempat di pajangnya lukisan-lukisan yang sudah mendunia. Lukisan yang tercipta dari tangan-tangan yang penuh dengan keajaiban.
Ku lihat satu-persatu lukisannya.
"Lo tau semua lukisan-lukisan ini?"
"Sebagian aku tau."
Ku tunjuk lukisan yang ada di deretan depan.
"Yang ini lukisan naturalisme, lukisan yang di setting dari alam langsung, mirip sama objeknya. Dan karya lukisan ini di buat oleh Abdullah Suriosubroto, salah satu pelukis Indonesia."
Ku lanjutkan dengan lukisan yang ada di samping lukisan yang pertama tadi.
"Dan yang ini, lukisan dari aliran ekspresionisme, yang mendistorsikan kenyataan dengan efek emosional. Liat aja lukisan ini sedang memperlihatkan salah satu ungkapan jiwa. Ini lukisan dari Edvard Munch, salah satu pelukis ekspresionisme dunia. Katanya, itu adalah dirinya saat ia ketakutan lalu mendengar jeritan alam yang tak terbatas."
Ia terus saja melihatku, dan aku tidak nyaman dengan itu.
"Kenapa, sih?"
"Enggak. Lo keren!"
"Keren? Kamu gak takut salah muji orang? Waktu itu 'kan kamu bilang aku ini orang yang aneh?"
"Ya, itu lain lagi ceritanya."
Ku lanjutkan lagi untuk menjelaskan lukisan-lukisan yang aku tahu disini.
Tiba-tiba ia menunjuk salah satu lukisan yang ada di ujung ruangannya, "Lo pasti suka sama lukisan yang ini?"
Aku menghampiri nya lalu melihat bagian dari lukisannya, "Karena gelap?"
Dia pikir segala yang aku suka adalah hal-hal yang bernuansa gelap?
"Siapa tau, gitu 'kan? Soalnya gambar lo juga nuansanya kayak begini."
"Fisher man at sea."
"Gue juga tau kali. Kan gambarnya emang itu. Orang mancing di lautan."
Ku balas dengan tatapan tajam, "Yaudah oke. Lo lanjutin lagi penjelasannya biar gue yang dengerin baik-baik."
"Jadi, fisherman at sea ini karya dari Joseph Mallord William, pelukis asal Inggris."