Episode

Perspektifat
Chapter #36

036

Aku terbangun secara tidak sengaja karena samar-samar ku dengar sebuah lantunan nada lagu yang sedang di mainkan tengah malam begini.

Nyawaku masih mengambang, belum begitu sadar. Lantunan lagunya sekarang semakin terdengar. Ku buka mataku yang masih sangat berat ini dan ku cari darimana asalnya suara itu.

Sebelumnya, aku mengambil ponselku yang ku simpan di balik bantal untuk mengecek jam berapa sekarang.

Di bagian depan ponselku langsung terlihat pukul 00.00 tepat. Ternyata lagi, lantunan nada lagu itu berasal dari jam weker yang berdiri tegak di atas meja belajarku. Alarm nya bermain sebuah nada selamat ulang tahun.

"Selamat ulang tahun? Iya 'kan lagu nya ini lagu untuk ulang tahun? Apa Ibu yang simpan jam weker ini? Perasaan tadi malem juga gaada disini."

Ku matikan suara alarmnya. Ku nyalakan lampu kamar dan mematikan lampu tidur.

Aku mengecek kembali tanggal berapa hari ini, siapa tahu aku sedang berada di dalam mimpi.

Tanggal di dalam kalender hari ini sama persis dengan tanggal di lahirkan nya aku ke dunia. 16 November, dan sekarang hari Minggu.

"Gak biasanya Ibu kasih ucapan di jam segini."

Aku masih tidak paham soal maksud dari jam weker yang berhasil membangunkan ku tepat di waktu 00.00 ulang tahunku.

Pintu kamarku tiba-tiba ada yang mengetuk, karena tidak pernah aku kunci Ibu langsung masuk ke dalam kamar dengan membawa satu kue coklat dengan lilin yang di nyalakan.

"Selamat ulang tahun, Naranya Bunar."

Aku masih tidak percaya, "Sebentar ini bukan mimpi 'kan?" Sekarang pertanyaan ini yang muncul dalam kepalaku.

Dari dulu Ibu selalu mengucapkan selamat ulang tahun ketika aku bangun pagi, sudah mandi dan berpakaian rapi. Tidak seperti ini. Karena kata Ibu kalau ada perayaan di lakukan jam segini akan mengganggu waktu tidurku, terus Ibu berpikir kalau hal itu adalah sebuah paksaan karena dibangunkan hanya untuk tiup lilin. Ibu juga sempat bilang, arti ulang tahun tidak selalu tepat di waktu 00.00.

Mataku sedikit berkaca-kaca, senyum tulus ku pada Ibu pasti dapat ia rasakan sekarang. Aku bahagia, mau bagaimanapun caranya, ulang tahun ku akan selalu berarti.

"Makasih Bunar." Sambil ku peluk erat tubuh Ibuku ini setelah ku tiup lilinnya pada kue coklat tadi.

"Aneh, ya, Ra? Tiba-tiba Ibu ucapin jam segini."

"Aneh gak aneh Nara rasa itu gak jadi masalah, kok."

Ibu menyimpan kue coklat di atas meja belajar dan di gantikan dengan jam weker tadi.

Ku tanya pada Ibu, "Itu Bunar yang simpen?"

"Iya, ada yang suruh Bunar simpen ini. Terus tolong di atur waktunya biar lagu ulang tahun bisa bunyi tepat di waktu 00.00."

"Siapa?"

Ibu tidak memberi tahuku. Katanya Ibu sudah berjanji untuk tidak bilang apa-apa. Dan setelah ini juga aku akan tahu siapa yang ada di balik rencana ini.

Lihat selengkapnya