Episode

Perspektifat
Chapter #38

038

Karena aku mau melihat langit lebih jelas lagi. Aku bilang kalau lebih baik menikmati suasana malamnya di luar saja. Walaupun tadi bang Ari sempat melarang ku karena anginnya pasti sangat menggangu.

Aku membawa sketchbook yang mereka berikan juga sketchbook lamaku. Siapa tahu ada yang bisa ku jadikan objek malam ini?

"Ra, seneng banget, ya, liat langit kayak gitu? Senyum lo ngegambarin banget."

Bang Ari tiba-tiba ingin ke toilet sebentar. Dan, kini aku hanya bersama Aris.

"Ra, tadi gue tanya."

Aku masih terlalu fokus melihat suasana daerah ini dari atas. Bukan hanya terus melihat langit yang sedang bahagia. Tapi, memang itu yang jadi prioritas ku malam ini.

"Langit malem lebih tenang, udaranya nenangin dan gak terlalu banyak manusia gak berguna."

Nampaknya ia bingung atas maksudku tadi, "Kok, gak berguna?"

"Kalo siang banyak luapan emosi, hembusan polusi juga banyak orang yang sedang menangkap ambisinya. Di waktu itu bukan aku. Dan, langit malam adalah aku."

Bang Ari muncul kembali, "Bahas apaan, sih?"

"Langit malam yang lo maksud langit yang gelap dan hitam?"

"Iya, mungkin."

Aris menatap ke arah langit dengan tatapan nyata, "Kayaknya langit lo butuh ribuan bintang disana, nanti gue akan suruh dia untuk terus datang menghiasi langit malam biar gak cape sama kegelapan nya."

Bang Ari sudah mengerti maksud dari arah pembicaraannya, "Dan, bang Ari akan selalu kasih tau bulan untuk datang setiap malam dengan lekuk indahnya. Biar langit bisa tersenyum."

Aku baru sadar. Ternyata bulan dan bintang itu mereka? Mereka sudah berhasil membuat langit lebih terang, tidak kesepian dan kembali tersenyum. Dan sekali lagi, langit malam itu aku.

Ku tunjukkan pada mereka hasil gambarku yang ku bikin saat tengah malam tadi, "Aku udah gambar langit sama seperti yang kalian mau. Ada ribuan bintang juga bulan sabit."

Sambil meneguk ice coffe yang Aris pesan ia memberikan jempolnya padaku dan bang Ari ikut setuju.

Lihat selengkapnya