Episode

Perspektifat
Chapter #40

040

Hari ini, di jam pelajaran ketiga adalah bagian pelajaran pak Dato. Karena pak Dato merangkap tugas sebagai wali kelasku jadi setiap jam pelajaran nya selalu di selingi dengan pembahasan soal kelas. Dimulai dari urusan piket, nilai yang masih kurang, absen yang tidak beraturan. Dan, untungnya tidak ada namaku yang di sebut.

"Nara?!"

Lho! Baru tadi ku bilang namaku tidak di sebut. Karena memang aku tidak pernah buat masalah di kelas ini.

"Kamu ikut lomba menggambar, ya? Bapak dapat informasi dari guru kesenian. Dan, gambar kamu juga sudah di terima. Bagus! Semoga nama kelas ini bisa diangkat lebih baik lagi sama seperti kamu yang menjadi peraih nilai terbaik di angkatan ini."

Ikut lomba menggambar? Gambar nya sudah diterima? Wali kelasku salah seperti nya. Aku tidak pernah mengirimkan gambarku ke guru kesenian.

"Nara gak ikut lomba pak Dato. Bapak salah sebut kayaknya. Coba Bapak lihat lagi, pasti itu bukan Nara."

Akhirnya Pak Dato memutuskan untuk mengecek kembali nama-nama yang sudah masuk ke dalam peserta lomba menggambar di dokumen yang selalu di bawanya.

"Nara Pramudita itu nama lengkap kamu 'kan? Di sini juga lengkap dengan kelasnya, 10 MIPA 4. Kamu lupa, atau sengaja menyembunyikan ini? Biar surprise, ya?"

"Tema gambar nya apa yang di daftarkan kesitu, pak?"

"Kamu beneran lupa kayaknya, ya? Disini emang gak dicantumin gambarnya soalnya gambarnya udah di serahin sama guru kesenian. Coba kamu ingat lagi atau cek gambar kamu yang lain."

Aku memeriksa semua gambar ku yang ada di sketchbook. Dan, ternyata benar. Ada salah satu gambarku yang hilang disini. Atau mungkin terjatuh? Tapi, masa iya ada orang yang menemukan gambarku dan mengembalikan nya dengan cara mengikutkan gambar ku ke dalam lomba. Ini aneh!

Aku mulai mengingat-ingat siapa tahu aku tahu dimana gambar itu pernah jatuh. Karena memang sketchbook lamaku sudah banyak yang tercecer.


***


Karena aku pulang tidak terlalu sore dan tidak ada tugas yang harus ku kerjakan hari ini. Aku tidak langsung pulang ke rumah. Aku mau jalan-jalan di daerah dekat butik Ibu dan setelah nya aku pun akan mampir kesana.

Dengan kayuhan pelan sambil menikmati angin, tiba-tiba di salah satu jalan yang aku lupa nama jalannya apa, ada salah satu anak kecil yang menghampiri ku dengan menawarkan roti yang di bawanya.

Aku memang tidak lapar tapi karena aku dan Ibu sangat suka dengan roti jadi aku membeli beberapa dari rotinya.

"Makasih, ya, kakak baik."

Respon yang ku lihat dari wajah anak polos ini ia sangat senang ketika berhasil membujukku untuk membeli roti-roti nya. Dia pergi dengan senyum bahagianya tidak lupa dengan pamit sambil berucap terimakasih.

Lihat selengkapnya