"Boleh. Bunar percaya sama kamu."
"Terimakasih Bunar. Nanti Aris jemput Nara di sini, ya." Ucap Aris santun.
"Asal pulangnya jangan terlalu larut malam. Kalau bisa jangan sampe acaranya selesai, Nara 'kan hanya ingin lihat Isyana Sarasvati aja?"
Aris berhasil lagi membujuk Ibu. Sepertinya Ibu sudah percaya dengannya sampai tidak ku dengar kata khawatir di setiap ucapannya.
Kali ini aku yang merasa khawatir dengan diriku sendiri. Aku tidak yakin kalau acara itu akan membuatku menjadi bahagia. Karena belum tentu acaranya pas untuk orang seperti aku ini.
Aku sempat berpikir kalau aku tidak perlu ikut acara seperti ini. Aku tahu pasti ini bukan tempatku. Dan aku tidak harus selalu meminta orang-orang disekitar ku untuk mengerti ku. Apalagi acara ini untuk hiburan 'kan? Tapi, aku tidak bisa menolak niat baik Aris padaku. Jadi, ku tetapkan untuk ikut acaranya walaupun aku sendiri tidak begitu siap.
***
Pukul lima sore acara musik ini dimulai. Aku sudah berada di tempatnya setelah tadi di jemput oleh Aris. Ini masih awal-awal, jadi belum banyak orang yang memadati tempat ini.
Aku sedang pakai earphone karena telingaku terganggu mendengar suara sound sistem yang berisik nya sampai sini. Iya, sebenarnya aku belum masuk ke tempat intinya. Paling menunggu setengah jam lagi, karena panitia pengecekan tiket belum membuka gerbangnya. Acaranya memang kurasa sedikit terulur waktu mungkin karena kesalahan dari sistemnya juga kendala yang harus diselesaikan.
Aku tidak melihat teman-teman Aris di sekitar sini. Apa Aris sudah menyuruh mereka untuk tidak berdekatan dan bertemu aku ataupun dia disini?
Tidak terlalu banyak barang yang kubawa, hanya sketchbook, draw pen, ponsel, juga air minum. Air minum? Tapi, di ransel ku ini, kok, tidak ada? Padahal tadi sudah disiapkan juga selalu Ibu ingatkan agar tidak lupa ku bawa. Kalau sweater, aku tidak lupa karena tadi langsung Ibu pakaikan di badanku.
Aku mengajak Aris untuk membeli minum karena botolnya tidak berhasil ku temukan. Aku dan Aris berjalan ke arah toko sebelah sana yang tidak jauh dari antean ini. Dari pada nanti, susah kalau harus keluar lagi.
"Nara! Aris!"
"Bang Ari?!" Jawabku berbarengan dengan Aris.
Kenapa bisa bang Ari ada disini? Dia ikut konser ini juga? Tapi, sepertinya tidak.
Bang Ari sempat tanya barang apa yang sedang Aris pegang. Tapi Aris tidak menjawab dan sekarang barang itu sudah direbutnya secara paksa.
"Konser musik? Lo gila, ya, Ris!"
"Tadi gue dateng ke rumah Nara, kata Bunar dia di ajak lo buat ikut acara musik. Makanya gue kesini buat mastiin, ternyata bener."
Bang Ari melihatku dengan wajah marahnya, "Ra, Nara tau 'kan apa akibatnya kalo Nara masuk kesana?" Bang Ari menunjuk area acaranya dan antrean di depan sana yang sudah terlihat lebih banyak orang.
"Nara inget 'kan sama kondisi Nara? Ra, bang Ari kayak gini karena khawatir."
Aku menangis mendengar kata-kata bang Ari. Tidak tahu karena di marahi, atau ketakutan atau karena aku baru sadar aku sudah salah?
"Ra, anxiety gak bisa kedinginan. Nara juga gak bisa tahan sama orang banyak 'kan?" Bang Ari menunjuk tiketnya ke arahku, "Ini juga sampe malem. Ra, ini gak baik. Bang Ari pernah bilang 'kan kalo Nara harus punya porsi tidur yang pas? Bang Ari juga udah tanya ke Bunar, kalo emang Nara tidur teratur di sekitar jam sembilan. Tapi, kenapa sekarang..."
"Udahlah, bang. Dia juga berhak bahagia."
"Lo tau apa soal dia, Ris?! Lo mau buat dia sakit lagi?"
"Buat dia sakit lo bilang? Gue ngelakuin ini karena gue peduli sama dia. Emang selama ini dia pernah baik-baik aja, bang? Gue punya cara sendiri dan lo lama dengan cara lo. Kalo dia terus-terusan kayak gini, kapan dia ngerasain hidup yang sebenernya? Punya temen dan ngejalanin hari-hari tanpa larangan yang lo buat. Jadi, gue bertindak sebelum semua masalah nya mempengaruhi diri dia."
"Larangan lo bilang? Bahkan lo udah bawa Nara masuk ke kehidupan lo yang gak punya arah dan tujuan yang jelas."