Sampai saat ini aku belum menemukan bang Ari berkeliaran di lingkungan sekolah. Aku sama sekali tidak melihatnya. Dia menghindar kemana? Lagipula dia 'kan ketua OSIS, tidak mungkin dia terus diam di dalam kelas seperti yang selalu aku lakukan setiap hari.
"Kamu udah ketemu bang Ari?"
"Belum, tapi gue tau cafe yang selalu dia datengin."
"Kamu udah janji 'kan untuk bantu aku? Anter aku kesana sekarang, ya."
***
Bang Ari benar ada disini. Di cafe yang Aris tahu kalau ini adalah tempat yang selalu ia kunjungi untuk melepas penat setelah menyelesaikan tugas sekolah juga tugas OSIS nya.
Aku dan Aris tidak langsung kesana. Dari sini aku memang melihat raut wajah bang Ari yang tidak pernah ia perlihatkan pada siapapun. Seperti sedang menahan banyak masalah dan mencoba untuk diam agar tidak ada yang tahu soal dia.
Ucapan Aris waktu itu benar, aku setuju. Setiap orang pasti punya masalah dan punya caranya sendiri untuk menyelesaikan nya.
Aku mengatur semua emosi yang sedang ingin ku keluarkan saat ini. Aku akan menghampiri bang Ari sekarang juga Aris yang mengikuti ku dari belakang.
Saat ku datangi, bang Ari sedang menutupi wajahnya dengan tangan yang terlipat di atas meja. Aris menyapa duluan karena aku tidak sanggup.
"Bang Ari?"
Bang Ari terkejut melihat aku dan Aris yang tiba-tiba muncul di hadapan nya. Aris memberiku kode untuk langsung bicara pada bang Ari.
"Nara,"
"Oh iya, selamat, ya, Nara. Kemarin Nara masuk tiga besar seleksi lomba gambar 'kan? Gapapa kalau gak berangkat sekarang, pasti akan ada waktu yang terbaik nantinya.
Aku tidak bisa lagi menahan air mataku, aku tidak sanggup, "Bang Ari gak usah tutupin semua ini. Nara tau semuanya."
Bang Ari menangis, tidak seperti biasanya. Tidak pernah ku lihat sebelumnya, kemana hilangnya wibawa itu?
Bang Ari berdiri dan menatap ku dalam sampai aku bisa melihat tatapan matanya yang penuh dengan rasa bersalah, "Bang Ari minta maaf, terserah Nara setelah ini akan apa. Yang penting Nara harus bahagia, ya."
Aku langsung peluk bang Ari. Aku tahu ini yang dia butuhkan, "Bang Ari gak perlu minta maaf."
"Bang Ari yang salah Nara. Bang Ari gak bisa jaga Nara dengan baik."
"Enggak bang Ari. Seharusnya Nara yang bilang banyak terima kasih."
"Kenapa?"
"Karena bang Ari udah anggap Nara sebagai adik yang selalu bang Ari khawatirkan. Selalu mau dengerin cerita Nara yang berantakan. Nara yang minta maaf, bang Ari."