Hidangan khas hari raya tersaji di meja makan panjang mengeluarkan aroma yang dapat menggugah selera. Di sisi kanan meja tersaji opor ayam dengan kuah santan kental beradu dengan potongan ayam empuk. Persis di sampingnya tersaji rendang daging sapi yang dimasak hingga bumbunya meresap sempurna, berwarna kecokelatan timbul minyak santan yang terlihat sangat menggiurkan. Tak lupa juga, menu andalan lainnya yaitu sambal goreng kentang yang dilengkapi dengan potongan hati sapi yang menambah kelezatannya. Satu menu lagi yang wajib ada yaitu gudeg manis khas Yogyakarta dengan resep Eyang Uti Buyut. Nangka muda dipadukan dengan santan, gula dan rempah-rempah lain dimasak lama dengan api sedang hingga berwarna cokelat kemerahan, bertekstur lembut dan rasanya tiada tanding. Di sisi lain, Mbak Ita dengan cekatan memotong ketupat yang ia rebus dengan lama ke dalam wadah besar, lalu ia sajikan ke piring putih besar yang sudah disusun rapi di meja makan.
Pak Alam berjalan menuju ruang makan sambil menuntun istrinya dengan pelan. Senyum terpancar jelas di wajah anak-anak ketika tangan kiri Yang Kung mereka membawa amplop lebaran yang sudah jelas apa isinya. Ara tersenyum mengingat kembali masa kecilnya yang sangat senang saat hari lebaran tiba. Bagaimana tidak ia akan mendapat banyak uang dari saudara-saudaranya, khususnya dari Yang Kung yang memberikannya dengan jumlah besar, hampir satu juta. Namun semakin ia bertumbuh dewasa, menyambut hari lebaran tidak lagi seantusias dulu. Padahal dulu saat masih kecil, ia ingin cepat-cepat besar namun kenyataannya sekarang, malah Ara ingin kembali lagi menjadi gadis kecil yang suka menangis jika tidak diberikan cokelat oleh bundanya.
Matanya melirik Yang Ti yang pandangannya terus saja kosong sedari tadi. Seluruh keluarga telah sepakat untuk tidak lagi membahas persoalan kemarin. Mereka menganggap kejadian malam tadi tak pernah ada. Semalam ia habis-habisan mendapat omelan dari bunda dan Kak Medina. Ara hanya terdiam dan menunduk lemas mendengar seluruh celotehan dari mereka. Padahal Ara hanya ingin membela dirinya yang disalah-salahkan oleh Pakde Wista.
Ayahnya hanya terdiam dan tak banyak komen seperti bunda dan Kak Medina. Satu yang ia ingat, sebelum ayahnya kembali ke kamarnya. Ia membisikkan kata-kata untuknya. “Ara anak baik, Ara cucu kesayangan Yang Kung. Lain kali jangan bertindak gegabah ya sayang, kamu nggak tahu Pakde Wista kayak gimana.” Selepas itu Pak Sugeng mengedarkan senyum untuknya.
Mereka seolah benar-benar melupakan kejadian semalam. Pakde Wista dan Pak Sugeng sudah bercengkerama mengobrol asik hingga mengeluarkan tawanya. Anak-anak berlarian satu sama lain. Kak Medina sibuk mengomeli Yang Kungnya yang ingin menambah opor dan rendang, sebab khawatir kolesterol Yang Kungnya naik. Bunda sedang asik membicarakan sesuatu dengan bude dan tante. Dan Ara sendiri tengah membahas KPOP dengan Karina, anak Om Yudhis yang sebaya dengannya.
Mereka benar-benar melupakan atau sebenarnya hanya pura-pura lupa?
*****
Euforia hari raya terasa hanya sampai pukul sembilan saja. Selepas itu, hidup berjalan normal kembali seperti sebelumnya. Ruang tengah yang tadinya penuh dan ramai, kini sepi dan mereka menepi di kamar masing-masing atau memilih untuk pergi mengelilingi kota Yogyakarta yang ramai dengan pemudik ataupun wisatawan yang berniat liburan di kota pelajar ini.
Siang hari usai sebulan berpuasa seperti ini, paling enak menikmati makanan berkuah yang membuat tubuh segar sehabis dihantam dengan hidangan bersantan. Kebanyakan orang memilih bakso atau mie ayam sebagai pilihan, namun berbeda dari Ara yang sedari tadi ingin makan seblak favoritnya setelah sebulan lebih ia menjauhi makanan berbau khas kencur tersebut.
Di sosial medianya, tak sengaja menemukan warung seblak di Yogyakarta yang tengah viral dengan menu prasmanannya yang serba murah. Gadis yang dulu sering dijuluki “Princess Seblak” itu memohon pada kakaknya untuk menemaninya datang ke warung seblak tersebut. Sebenarnya ia bisa jalan sendiri menggunakan salah satu mobil Yang Kungnya, namun Ara memiliki satu kekurangan yaitu tak pandai membaca maps. Kakaknya ini sejak SMA tinggal di Yogyakarta bersama Yang Kung dan Yang Ti. Sudah pasti Medina sudah hafal betul selak-beluk Kota Yogyakarta.
“Lo gila apa Ra, di Jogja nyari seblak?” Medina memegangi kepalanya yang pusing mendengar rengekan adiknya.
“Ini kak, ada warung seblak prasmanan yang lagi viral di instagram.” Ara menunjukkan handphonenya pada Medina.
Pusing mendengar rengekan adiknya seperti ini, akhirnya Medina bersedia menemani Ara untuk ke warung seblak yang dimaksud. Medina sangat heran dengan adiknya yang sangat menyukai seblak. Apa enaknya kerupuk mentah direbus, lalu dimakan? Medina berniat mengantarnya saja, tidak ikut makan. Selesai dari situ, ia memiliki rencana mengajak Ara untuk jalan-jalan ke salah satu rumah industri pakaian khas Jogja dan dilanjutkan belanja malam di Malioboro. Sebenarnya Medina sudah sering kesana, apalagi sebelumnya ia tinggal di Jogja hampir sepuluh tahun. Sebelum sedekat sekarang, hubungan antara dirinya dan Ara sangatlah jauh. Ia ingin mengakrabkan diri kembali dengan adik semata wayangnya itu.
“Lo cari Yang Kung, bilang pinjem mobil warna putih.”
“Putih yang mana kak?”
Medina berdesis pelan. “Yang Kung udah tahu yang biasa gue pakai Ra. Tenang aja.”
Ara mengacungkan satu jempolnya. “Siap kak.”
Gadis itu sangat antusias dan bergegas untuk siap-siap. Ia mengganti baju gamis putih yang sedari pagi masih setia menempel di tubuhnya dengan kaos yang dipadukan dengan kemeja lengan panjang dan bawahan hitam.
Dengan tergesa-gesa, ia turun ke lantai bawah mencari keberadaan Yang Kungnya. Ara menangkap adik sepupunya, Eno sedang asik bermain game online sendirian di sofa dekat ruang tengah. “No, liat Yang Kung nggak?”
“Kayaknya tadi deket kolam renang belakang Kak, lagi liatin bocil-bocil renang,” jawabnya tanpa melihat Ara.
“Oke No, thank you. Jangan kebanyakan ngegame, udah kelas sembilan juga!” nasihat Ara pada adik sepupunya itu yang memang kecanduan game sejak kecil. Eno tak merespon ucapan saudaranya matanya tetap fokus dengan layar tabnya yang menampilkan permainan perang.
Ara bergerak menuju kolam renang yang berada di belakang rumah. Kolamnya cukup besar dan ada area bermain trambolinnya. Di dekatnya juga tersedia taman dengan beraneka tanaman hias yang indah-indah. Semua ini didesain oleh Yang Kungnya agar saat cucu-cucunya main kerumahnya, merasa betah.
Senyum Ara terukir setelah menangkap sosok Yang Kung yang sedang berada di area taman stroberi bersama bunda dan ayahnya. Tiba-tiba ia mendengar sayup-sayup suara bude dan tantenya yang sedang membicarakan sesuatu dan menyebut namanya. Ara berdiri di belakang pintu dan berusaha fokus mendengarkan percakapan mereka. Barangkali Ara hanya salah mendengar sebab suara adik-adik sepupunya membuat keadaan halaman cukup bising.
“Semalam kepiye jadine?” tanya Tante Asti, istri Om Yudhis.
“Dramane poll tante,” balas Bude Sofia, istri Pakde Wista dengan khas logat jawanya.