Episode : ?

Rarindra Sejati
Chapter #12

#5 | Episode : Buktikan!!!

Tiada lelahku menanti dan tunggu

Harapan yang dulu kau janjikan

Namun sampai kapan

Ku harus selalu begini,

kasih

 

Bila cinta memang harus memilih

Katakanlah pasti kepadaku

Dia atau daku kasih

Dapatkan cintamu

Takkan kuingkari kenyataan yang ada

Dan bila kita memang harus berpisah, oh kekasihku

 

“Tumben nggak setel lagu Doel Sumbang, Kang?” respon Annisa ketika Bahri memutar lagu Merenda Kasih dari Kahitna. Seperti ada yang berbeda dari terakhir kali Annisa bertemu pria ini. Sedari tadi hanya diam dan selalu Annisa yang membuka topik percakapan.

“Bosen atuh, sekali-kali kita cari lagu baru.”

“Oh, ceritanya mau cari referensi baru buat konser?” canda Annisa yang hanya direspon tawa kecil dari pria itu.

Dua hari yang lalu, Bahri mengirimkan pesan pada Annisa, mengajaknya untuk menemani Sabhira yang hari pertama masuk sekolah TK. Tanpa pikir panjang, ia langsung menerima tawaran tersebut, lagipula ia sudah sangat rindu bermain lagi dengan Sabhira. Annisa bergegas mengajukan cuti di tempat kerjanya. Untung saja atasannya mengapprove pengajuannya walau sangat dadakan.

Kira-kira pukul setengah delapan tadi, Sabhira masuk kelas dan jam pulang sekitar pukul setengah sepuluh. Rencananya, mereka ingin menemani Sabhira di sekolah sampai bertemu jam pulang. Annisa tak habis pikir dengan keberanian anak itu. Sabhira menolak untuk ditemani oleh mereka, malah menyuruhnya untuk pulang. Keberanian dan percaya dirinya sangat tinggi. Pertama kali ia bertemu anak sepintar dan seberani Sabhira.

Oleh karena itulah, Bahri mengajaknya untuk jalan mencari makan sambil menunggu Sabhira pulang sekolah. Keduanya sepakat untuk sarapan bubur ayam yang terkenal seantero Jakarta. Mereka pun harus antri selama tiga puluh menit lebih.

Dari gelagatnya, Bahri seperti memikirkan sesuatu yang mengganggu pikirannya. Beberapa kali pria itu tidak fokus saat ditanya oleh Annisa. Seratus persen, gadis itu yakin ada yang disembunyikan dari Bahri.

Selesai sarapan bubur, mereka memilih untuk menunggu di mobil. Di dalam sekolah, sangat ramai ibu-ibu yang sedang bergosip ria baik tentang rumah tangganya masing-masing ataupun berkenaan gosip-gosip sekitaran artis ibukota yang sedang ramai diperbincangkan. Keduanya malas dengan keriuhan itu.

Bahri sempat keluar dari mobil sebentar, membeli cilok dua bungkus beserta minuman rasa bubble gum untuk Annisa. Mereka menikmati cilok bumbu kacang tersebut sambil membicarakan soal Sabhira. Annisa yang memancingnya duluan untuk membuka obrolan. Daripada harus diam-diaman seperti ini. Bahri mengatakan bahwa sebenarnya anak itu sangat kesepian dan sering diejek oleh teman-teman sebayanya.

“Sabhira itu pintar sekali, persis seperti ibunya. Anaknya sangat nerima dan kadang menyimpan kesedihannya sendiri. Anaknya nggak rewel, cuma kalau emosinya lagi nggak stabil, ya bakal heboh banget. Dia juga anak yang nggak mudah welcome sama orang dewasa. Aneh sekali waktu itu sama kamu bisa langsung dekat.”

“Aku kaget sama kepintaran anak itu Kang. Dia pemberani dan malah nyuruh kita pulang. Jarang ada anak umur enam tahun sepintar itu.”

Suara bel terdengar cukup nyaring, menandakan waktu pulang. Bahri dan Annisa cepat-cepat keluar dari mobil dan menemui Sabhira di dalam. Saat keluar dari kelas, Sabhira langsung memeluk Annisa dengan erat sambil bercerita tentang hari pertamanya sekolah.

Lelaki yang menggenggam sepucuk harapan baru melihat mereka dari kejauhan. Tujuan dan rencana yang baru saja semalam hadir kembali, seketika luruh dan hancur.

Lihat selengkapnya