Episode : ?

Rarindra Sejati
Chapter #15

#1 | Episode : Wanita Pesona Jingga

TRIGGER WARNING!!!

Beberapa adegan dan narasi dalam episode ini berisi tentang kekerasan seksual yang

mungkin akan memicu trauma penyintas atau korban…

 

********

Wanita Pesona Jingga. Itulah yang sering orang-orang sematkan padanya.

Lipstik warna merah muda ia oleskan pada bibirnya yang tipis. Terlihat begitu sensual dan menarik. Tak terhitung berapa lelaki yang menjamah serta merasakan cumbu manis bibirnya.

Parfum aroma stroberi ia semprotkan ke pakaian bling-blingnya yang sangat ketat hingga memperlihatkan bentuk lekuk tubuhnya. Rambut panjangnya ia biarkan terurai, dan siap untuk menemui malam yang sepertinya akan berlangsung sangat panjang. Telinganya dipasangkan anting berlian mata satu, hadiah dari cliennya, yang berusaha merayu, untuk menjadikannya sebagai istri simpanan.

Terdengar ketukan sepatu kulit yang semakin jelas mendekati pintu kamar. Suara hentakan kaki itu berhenti dan beralih dengan suara berat dehaman lelaki, seolah meminta dibukakan pintu.

Wanita itu panik, cepat-cepat merapikan alat make-up-nya, sambil menyempatkan menyisir rambut. Lelaki di luar kembali memberikan suara dehaman yang semakin kencang, seperti tak sabaran. Cepat-cepat ia membuka pintu dan menyambutnya dengan senyuman paling ramah dan menggoda.

Lelaki berkemeja batik berpeci itu menatapnya dengan tatapan berbeda. Seperti tatapan hasrat yang membara. Tangannya mencoba menyentuh wajah wanita itu. “Kau jauh lebih cantik dari foto, wahai pesona jingga.” Wanita itu merespon rayuannya dengan mengecup kening pria itu.

“Come here baby.” Tanpa aba-aba lelaki itu langsung mendorong tubuhnya ke dinding, lalu mencium bibirnya. Dengan sigap, pria itu menutup kasar pintu lalu menguncinya. Tak ingin seseorangpun melihatnya berada di kamar hotel ini.

Terlihat jelas, ada kerisihan di mata Wanita Pesona Jingga saat melayaninya. Tetapi ia harus menunjukkan keprofesionalitasan kerjanya. Skill aktingnya ia gunakan, berpura-pura menikmati ciuman dan pelukan dari pria bertubuh atletis itu, yang sudah membayar mahal dirinya untuk semalaman penuh.

Doa-doa kembali ia lantunkan. Selamatkan aku malam ini Tuhan.

 

*****

Sakit. Perih. Hanya itu yang bisa Wanita Pesona Jingga rasakan. Tubuh mungilnya masih ditutupi selimut putih yang terdapat bercak-bercak darah dari luka kakinya yang menganga. Wajahnya biru-biru, terasa sangat sakit, bahkan rasanya sampai menjalar ke seluruh tubuh. Untuk menggerakkan badannya saja ia masih terlalu lemas.

Ternyata Tuhan tak menyelamatkannya malam ini. Doa Wanita Pesona Jingga tidak dikabulkan. Bukan sepenuhnya salah Tuhan. Memang seharusnya ia sadar diri akan tubuhnya yang penuh dengan lumpur dosa. Seakan-akan dosa itu tak akan pernah hilang sampai kapanpun. Tuhan tak akan pernah sudi meliriknya sama sekali.

Tetapi sungguh, ia akan terus menggenggam iman sampai ajal menjemputnya. Percaya suatu hari nanti, sang pencipta akan memberikannya kebahagiaan.

Wanita Pesona Jingga melirik tubuh lelaki yang baru saja menggaulinya secara kasar. Ia sedang duduk memainkan telepon genggamnya sambil merokok dengan keadaan tanpa busana. Beberapa kali wanita pesona jingga itu terbatuk-batuk ketika meniup asap rokoknya. Sangat menyesakkan dadanya.

“Nih, cobain.” Pria itu menyodorkan kotak rokok kreteknya.

Dengan sisa-sisa tenaga, Wanita Pesona Jingga berusaha mendudukkan tubuhnya, menerima kotak rokok dari lelaki itu. Jika tidak menurut, pasti pria ini akan menyiksanya kembali. Tubuhnya sudah sangat letih. Bisa jadi satu pukulan lagi akan membuat dirinya kehilangan nyawa.

“Ini rokok mahal. Buat kamu saja. You did great job tonight.” Wanita pesona jingga menyalakan pemantik api, lalu mulai menghisap rokok milik pria itu. Rasanya sungguh berbeda dari rokok miliknya.

“Kalau kamu nurut, nggak bakal begini jadinya.” Pria itu mencoba meraih tangan wanita itu yang memar sebab dipelintir dengan kasar olehnya.

“Saya hanya menjalankan prinsip.”

Lelaki itu tertawa terbahak-bahak, terdengar seperti merendahkan dirinya. “Pelacur seperti kamu punya prinsip?”

Kemudian pria itu kembali menindih dan melumat bibir Wanita Pesona Jingga sampai wanita itu hampir kehabisan nafas. Tangannya merasakan sakit yang luar biasa ketika ujung rokok pria itu menyentuh kulitnya. Sepertinya ia akan benar-benar mati malam ini.

Napasnya kembali lega ketika pria berkulit kuning langsat itu melepaskan dekapannya. Kemudian lelaki itu bergerak mengambil dompet warna cokelat miliknya di atas meja, lalu melemparkan uang dengan jumlah yang cukup banyak.

“Apa sih yang bisa diharapkan dari wanita murahan seperti kamu? See? harga diri kamu bisa saya beli dengan uang-uang ini.”

Kalimat yang sungguh menyengat. Sungguh hinakah ia?

Wanita Pesona Jingga masih menahan isak tangisnya yang tersumbat di dada. Sungguh menyakitkan, tetapi ia tak mau terlihat lemah.

Usai menghabiskan batang rokok kreteknya, pria bertubuh jangkung itu bergerak menuju kamar mandi, untuk membersihkan diri. Sudah cukup malam ini ia melampiaskan hawa nafsunya pada wanita yang sedang ramai diperbincangkan oleh teman-teman sejawatnya. Ternyata benar, Wanita Pesona Jingga memiliki service terbaik dan memuaskan. Kekurangannya mesti diberi sedikit kekerasan, barulah ia akan tunduk padanya.

Bukankah itu kodratnya sebagai seorang wanita malam?

Aroma maskulin dari tubuh pria itu sangat menyeruak di seluruh penjuru kamar. Wanginya khas pejabat-pejabat kelas kakap yang memiliki harta miliaran, hasil ladang korupsi dari proyek-proyek berbudget fantastis. Sungguh ironis bagi rakyat kecil yang setiap hari mengais rezeki, dipaksa membayar pajak ini-itu, dan hasilnya mereka makan sendiri untuk kepentingan pribadi. Wanita Pesona Jingga sangat yakin, uang-uang yang dihamburkan oleh pria itu hasil dari korupsi.

Sebelum ia pergi, lelaki itu mencoba kembali mencium tubuh Wanita Pesona Jingga dengan paksaan. Satu tamparan keras kembali ia dapatkan ketika tubuhnya menghindar dengan menyelusup ke dalam selimut tebal hotel. Mual rasanya harus kembali bercumbu dengan pria itu.

Lihat selengkapnya