Ruang waktu. Sebuah komponen yang memisahkan jarak antara kehidupan manusia yang satu dengan yang lainnya. Kehampaan yang terasa, sebagai bentuk iba, prihatin akan manusia lemah yang semakin dilemahkan. Mereka bagai sampah yang harus dihempas, dibuang, dicampakkan. Karena sejatinya itulah rantai makanan. Yang berkuasa akan selalu menang dan yang lemah akan selalu kalah.
Diam dan mencari kebenaran. Itulah yang ia lakukan setelah mendengar isu tentang pemindahan warga rusun dari ayahnya yang sebenarnya tak perlu diragukan lagi kebenarannya. Ara mengurungkan niatnya ketika hendak memberitahukan soal ini kepada Indah, khawatir hal tersebut justru membuat panik sahabatnya.
Tepat satu minggu ketika Pak Sugeng memberi tahu isu tersebut pada Ara, mulailah santer pemindahan rusun mulai beredar di telinga warga. Ada yang setengah percaya dan ada pula yang benar-benar meyakini akan kebenaran isu tersebut. Berbagai pandangan itu disatukan melalui pertemuan warga di lapangan rusun yang luasnya cukup untuk menyatukan seluruh kepala keluarga tiap masing-masing unit rumah. Pak Dibjo sengaja mengadakan rapat di malam minggu, agar seluruh perwakilan warga dapat hadir.
Hawa dingin yang menusuk kulit, tak mampu meredam amarah warga saat Pak Dibjo justru mendukung keputusan pemerintah akan rencana pemindahan rusun. Beliau beropini bahwa rumah susun ini sudah terlalu tua, tak layak dan tanahnya sudah dibeli oleh sang pemilik apartemen yang berseberangan dengan rusun ini. Bukan lagi milik perusahaan pemerintah. Tak hanya itu, jika para warga bersikeras untuk tetap memilih menolak rencana ini, harga sewa unit akan dinaikkan berkali-kali lipat.
“Terus gimana akhirnya Ndah?” Ara mendekatkan diri pada Indah yang sedang bercerita mengenai problematika rusun akhir-akhir ini. Waktu empat bulan bukanlah waktu yang singkat. Rumah susun itu sudah seperti rumah kedua baginya.
“Pertemuan itu akhirnya berakhir dengan ricuh, dan muncul protes dari warga. Ya jelas mereka nggak setuju. Rusun Lentera Senja ini sebagai kompensasi yang dijanjikan oleh pemerintah lalu, ketika menggusur paksa kampung kayak yang waktu itu diceritain Pak Pram. Nggak bisa lah ujuk-ujuk dipindahin gitu aja. Ada loh surat tanda tangan kontraknya.”
“Emang dulu cerita gusur kampung itu lengkapnya gimana sih, Ndah?”
Indah membuka ponselnya, melihat pesan masuk dari grup kuliahnya, baru melanjutkan ceritanya. “Gue sih nggak tahu jelas gimana ceritanya ya. Bokap pindah ke rusun juga baru sekitaran tahun 2000-an habis nikah sama nyokap. Cuma yang gue denger, dulu pemerintah maksa buat para warga pindah dari Kampung Semangka, karena lahannya mau dibangun stadion gitu. Akhirnya para warga rusun yang bener-bener asli pindahan dari Kampung Semangka, dijanjiin rumah susun yang layak dan tempatnya strategis dengan biaya sewa yang murah.”
“Terus rencana Indah sama keluarga gimana?”
“Kayaknya bokap mau cari kontrakan. Soalnya tempat pemindahan itu jauh banget dan minim transportasi umum.”
“Tenang aje Ndah. Gue ntar bantu cariin kontrakan,” ucap Putri menantang diri menawarkan bantuan. Maklum saja Ibunya memiliki channel yang banyak, sebab aktif di kaderisasi kelurahan.
Lupakan sejenak permasalahan yang sedang menimpa rusun, mereka kembali merasakan kegembiraan hari ini yang tak akan pernah terlupakan. Kebahagiaan yang membungkus kesedihan. Minggu terakhir mereka bisa merasakan kehangatan bermain dengan anak-anak seperti ini. Sabtu sore itu, mereka mengadakan acara jalan-jalan ke kebun binatang bersama murid-murid binaannya yang total berjumlah empat belas orang.
Mereka menggunakan moda transportasi bus dan untungnya arah menuju kebun binatang masih cukup sepi sebab mereka berangkat sangat pagi hari, sebelum jarum panjang bergerak menuju angka delapan.
Malam nanti akan ada perayaan festival budaya di pusat kota, yang membuat lalu lintas akan ramai oleh beragam kendaraan, baik beroda empat ataupun dua. Untuk itulah, kurang lebih jam satu nanti, mereka akan segera pergi dari kebun binatang, takut di bus nanti akan ramai penumpang, dan akan sulit mengawasi anak-anak didiknya yang jika tidak diawasi dengan ketat sebentar saja, akan hilang dari pandangan.
Opsi terbaik jika nanti transportasi bus sudah kadung ramai, mereka memilih untuk carter mobil angkot saja. Pilihan yang seharusnya dari kemarin mereka pilih. Awalnya Ara berkenan untuk menyewakan mobil travel untuk kegiatan hari ini. Sudah pasti Indah menolak mentah-mentah penawaran Ara. Baginya, projek ini milik bersama bukan hanya Ara pribadi. Walaupun sebenarnya tak ada rasa keberatan dan justru malah senang membantu. Indah tak mau seluruh permasalahan program ini, seakan semua bisa selesai karena uang milik Ara. Sudah cukup Ara mengeluarkan uang untuk pengadaan barang-barang di awal. Beberapa kali juga, uang dari kantung Ara dikeluarkan saat ada kebutuhan mendesak.
Mencapai kebahagiaan ternyata sangatlah sederhana. Tak usah payah untuk keliling dunia, menggunakan private jet mahal seperti para pejabat atau artis-artis yang sumber uang mereka patut dipertanyakan. Melihat tawa dari anak-anak rusun yang hampir seluruhnya berasal dari kaum menengah ke bawah, sungguhlah bahagia.
*****
Pilihan yang tidak tepat dan sesuai rencana. Saat Ara memutuskan pulang ke rumah, yang setia menyambutnya hanya Jiyuu dan Clover saja. Tiada ada siapa-siapa di rumah ini saat ia masuk ke dalam rumahnya, kecuali dua kucingnya itu.
Padahal Ara ingin memberikan kejutan pada orangtuanya, sebab tiba-tiba pulang dan membawa dua loyang pizza kesukaan mereka untuk dinikmati bersama-sama. Ternyata keduanya tengah pergi ke Semarang, untuk mengurus suatu pekerjaan dan mengajak serta Mbok Ningsih. Belum lagi Kak Medina yang semakin jarang memunculkan batang hidugnya di rumah. Gadis sosialita yang hampir seluruh teman-temannya berasal dari kaum high class, mengajaknya liburan ke Nusa Tenggara Barat.
Tahu seperti itu, lebih baik ia di apartemen saja, menonton serial Netflix semalam suntuk. Rumah ini terlalu menyeramkan untuk ditinggali sendiri. Apalagi gudang di lantai tiga yang terkadang suka mengeluarkan suara-suara aneh yang tak jelas asalnya. Nuansa negatif selalu ia rasakan ketika datang ke gudang itu, baik seorang diri ataupun ada yang menemani. Semoga saja itu hanya rasa takutnya. Untuk itulah Ara meminta oleh-oleh yang banyak kepada mereka atas kekecewaannya hari ini.
Sampai di kamarnya, aroma lavender yang begitu pekat, sangat menyeruak di hidungnya. Wangi favorit Bunda yang justru menjadi wangi yang paling tidak ia suka. Baginya lavender berbau obat nyamuk bakar yang sungguh menyengat dan tidak ada kesan berbau sedap-sedapnya.
Ara menghubungkan ponselnya di speaker bluetooth berukuran sedang, kemudian memutar lagu-lagu upbeat lokal maupun asing untuk mengiringinya mandi, berendam di bathtub, untuk meluruhkan seluruh sisa-sisa keringat yang menempel, setelah seharian beraktivitas di area outdoor. Saat tubuhnya terendam sempurna di dalam air hangat, Ara merasakan kesegaran yang tak terkira. Ia menuangkan sabun yang banyak, agar busa yang dihasilkan melimpah-ruah.
Sometimes you feel off, but sometimes you're feeling right
Is it to be or it is not to be?
To fall in love again, to be the one for me
Sometimes you fall
But there'll be time, we'll be together