SWOT
Strenghts, Weaknesses, Opportunities, dan Threaths. Ekonom menyebutnya, analisis SWOT. Analisis ini biasa dilakukan suatu perusahaan untuk lebih melihat tren dan lingkungan bisnis. Tak hanya mengatasi kekurangan dan menonjolkan kelebihan, Perusahaan juga berusaha melihat peluang dan ancaman bisnis. Tanpa sadar, seseorang sering melakukan hal ini saat jatuh hati, mereka berusaha menutupi kekurangannya, menonjolkan kelebihannya, juga melihat kesempatan untuk mendekati gadisnya. Tapi mereka sering melupakan satu hal. “Selain kamu, ada orang lain juga yang jatuh hati padanya.”
***
Umurnya baru dua puluh lima. Namun ibunya terlihat tak sabar ingin memiliki mantu. Lelaki itu tertegun. Meski usianya masih terbilang muda untuk seorang lelaki menikah, namun sebagai anak terakhir, usianya menyisakan jurang yang terlalu lebar dengan usia ibunya.
Ibunya sering berpesan, menikah itu bisa menjadi halal, mubah, makruh, bahkan haram, tergantung kondisi manusianya. Bagi sang ibu, kondisi lelaki itu sudah lebih dari pantas untuk menunaikan sunnah Rasul itu.
“Umurmu sudah dua puluh lima. Usahamu juga sedikit demi sedikit sudah beranjak merangkak baik. Tahun ini, selesai sudah kuliah magister-mu. Masa ga ada kenalan yang bisa diajak foto nanti pas wisuda?”
“Banyak yang bisa diajak foto, ibuku sayang. Nopal yang tempo hari kesini, juga sedang menyusun tesis seperti saya, sepertinya kita akan diwisuda bersama. Jadi saya bisa foto dengan dia.” Jawab lelaki itu membercandai ibundanya.
“Kamu tentu tahu arah pembicaraan ibu, le.” Kali ini lelaki itu menangkap wajah kesal pada air muka ibunya. Sadar bahwa candaannya tidak mujarab.
“Ibu sudah mulai sepuh. Sudah saatnya kamu mempersiapkan pendamping yang akan menemanimu muraja’ah hafalan al-qur’an.” Sambung ibunya kemudian.
Lelaki itu menangkap gurat kekhawatiran ibunya. Ayahnya sudah meninggal setahun yang lalu. Dua kakaknya sudah berkeluarga dan memiliki kediaman yang terpisah dengannya. Sepeninggal sang ayah, ibunya memang menjadi sosok yang menggantikan ayahnya. Menagih muraja’ah hafalan qur’an setiap hari, karna memang tidak ada lagi yang seatap dengannya.
Kini waktu semakin menggerus usianya. Ia ingin anak lelaki kebanggaannya itu segera beristri. Menitipkan kewajibannya dalam menyimak hafalan qur’an, sebagaimana yang diwasiatkan sang ayah sebelum meninggal. Lelaki itu mau tak mau menempatkan permintaan ibunya pada urutan pertama dari seluruh kewajiban yang harus ditunaikannya.
“Nggeh bu, doakan yang terbaik.” Lelaki itu lantas mencium tangan ibunya.
“Lha ini mau kemana?” Jawab sang Ibu, keheranan melihat tangannya dicium.
“Mau ke Kafe, Bu. ketemu klien. Ada project baru.”
“Semoga salah satu klienmu itu bisa berjodoh denganmu.”
“Ah, jangan dong, Ibu. Klien ku kali ini lelaki tulen. Bukan perempuan.”
Jawaban lelaki itu sontak membuat sang Ibu menghela nafas. Keduanya kemudian tertawa bersama. Tak lama kemudian, lelaki itu sudah menghilang dari pelataran rumah. Meninggalkan sang Ibu yang terus mengucap doa untuk anaknya.
Meski pikirannya berlabuh pada sosok yang diidamkan sang Ibu, lelaki itu tetap melajukan motornya dengan gesit. Menyalip beberapa pengendara yang sedikit lamban menikmati jalanan. Hingga akhirnya, kontes salip menyalip itu harus terhenti pada sebuah lampu merah, yang membuatnya sedikit mangkel. Waktu yang sudah terkikis oleh percakapannya dengan ibunda, harus rela dikikis kembali oleh seorang pengendara motor di depannya, yang belum melajukan motor saat lampu sudah berubah hijau. Lelaki itu menekan klakson keras-keras. Pengendara itu menoleh ke belakang, sekadar menutur maaf yang nyaris tak terdengar.
Sesampainya di Kafe, lelaki itu mencari sosok klien yang juga berpangkat sebagai temannya. Lebih tepatnya, adik tingkatnya dulu saat Strata-1. Ia mengeluhkan beberapa kendala terkait kegiatannya yang nihil dana. Hati lelaki itu tergerak membantu. Disapunya satu persatu pelanggan sekitar dengan matanya. Hingga dia menemukan sosok yang dicari, kemudian melambaikan tangan dan memanggil namanya.