Peer to Peer Lending
Beberapa hal di dunia ini memang ditakdirkan sulit bertemu, semulus apapun jalannya. Sesederhana sel telur dan sperma yang harus bertemu dalam tabung. Sebab itulah broker, makelar, samsarah, P2P lending, ada di dunia. Mereka menghubungkan penjual dan pembeli, hingga menghubungkan investor dan peminjam. Begitupun dengan dua manusia di dunia, terkadang mereka perlu orang ketiga untuk bertemu dan saling mencintai. Orang biasa menyebutnya mak comblang, sedangkan kegiatannya dinamakan perjodohan. Satu syarat menjadi mak comblang, “Jangan mempunyai perasaan pada orang yang kamu jodohkan.”
***
“Darell, terus gue harus gimana dong?” Ujar Savira diujung telfon.
“Haduh, agak susah sih Ra. Kan gue udah bilang ke elo, cowok kayak Awan itu tipe cowok yang baik ke semua orang. Jadi, bisa aja elu serep doang.” Balas gadis sebaya di ujung telfon.
“Dikira gue ban mobil, serep..”
“Ya.. habisnya, kalau dia beneran suka sama elo, kenapa gak frontal aja sih?”
“Frontal?”
“Iya, maksudnya, to the point gitu, setidaknya ngaku perasaannya ke elo”
“Itu dia Rell. Terkadang perilaku sama kata-kata dia itu bikin gue serasa di atas. Tinggi banget. Sampe-sampe, gue takut ngakuin kalo gue emang di atas, karna gue takut jatuh.”
“Maksudnya?”
“Ya.. Karna perhatian dia seolah nunjukin perasaan dia. Dan itu asli bikin gue baper. Istilahnya, kalau gue berani jatuh cinta sama dia, artinya gue juga harus siap sakit hati juga Rell.”
“Kenapa gitu? Coba lo ceritain detailnya!”
“Tadi, pas habis rapat DIKSI..”
***
Rapat tadi pagi sungguh memahat rasa yang sulit dalam benak Savira. Terutama bias kecewa yang tersorot dari mata Awan. Ia semakin sukar menentukan arah hatinya berlabuh. Perasaannya untuk Reza jelas masih tersimpan rapi disana. Tapi sikap Awan selalu mampu memporak-porandakannya. Padahal, keduanya sama semunya, tidak ada yang nyata. Baik Reza ataupun Awan, tak ada yang secara resmi mengaku berada dalam satu haluan rasa dengan Savira. Lalu mengapa hatinya harus bekerja keras, meladeni degup jantung yang selalu tak karuan saat di dekat mereka berdua?
Gadis itu beristighfar. Beristighfar. Lalu beristighfar kembali. Akhir-akhir ini, pikiran dan laju hatinya sedikit keluar dari batas yang ditentukan sang Pencipta. Ia begitu takut ada makhluk yang merenggut tempat dihatinya dari sang Khalik. Kalaupun harus ada, semoga cintanya untuk Allah lebih besar dari cintanya untuk Savira. Begitu doa gadis itu.
Ditengah istighfar yang tertutur, seseorang yang sangat ia kenal suaranya, memanggil namanya.
“Wat!”
Gadis itu menoleh. Kali ini sudah sangat ikhlas dipanggil demikian.
“Iya?”
“Ini buku Todaro, tugas untuk mata kuliah Prof Ari.” Awan kemudian menyodorkan sebuah buku yang sudah di bungkus rapi dengan sampul plastik. Buku yang sempat dilirik Savira saat rapat tadi. Gadis itu sedikit ragu menerimanya.
“Lo tau dari mana gue belum dapet bukunya?” Gumam Savira dalam hati.
“Cepetan dikerjain tugasnya, deadlinenya dua hari lagi.”
“Iya gue tau.” jawab Savira kembali. Masih dalam hati.
“Lo mau wisuda bareng gue kan? Ga usah cari masalah dengan dapet nilai D.” Ujar Awan sambil meninggalkannya. Ada nada perhatian disana.
“Mulai lagi tengilnya.”
“Lo..” Belum sempat Savira menyelesaikan kalimatnya, lelaki itu membalikkan badannya.
“Pesen gue satu Ra, jujur.” Katanya lirih.