EQUILIBRIUM

fiula nafiah
Chapter #14

Aggregate Demand


Aggregate Demand : Permintaan Agregat

Permintaan agregat adalah nilai seluruh permintaan (konsumsi) barang dan jasa dalam suatu periode tertentu. Pada dasarnya, perasaan yang dimiliki manusia untuk seseorang yang dicintainya, hanya sesederhana konsep permintaan agregat. Rumitnya, terkadang aggregate supply (penawaran agregat) tidak sebesar itu.

***

“Gue.. suka sama lo!”

“Wan, lepas! Ga tepat klo lo ngajakin gue bercanda sekarang.” Jawab Savira. Ia berusaha melepaskan tangannya dari Awan. Masih dengan air mata yang berlinang.

“Gue serius! Gue suka sama lo Wat.”

Awan menatap lekat gadis didepannya, sembari mengeratkan genggamannya pada gadis itu. Betapa ia ingin mengusap air mata gadis itu dan menjelaskan semuanya. Tapi ini belum saatnya. Ini bukan waktu yang tepat. Suasana hening untuk beberapa detik akhirnya pecah oleh sebuah suara yang memekakkan telinga. Suara itu datang kembali dari langit, namun diikuti teriakan antusias dari penonton. Duarrrrr. Duarrrrr.

Langit berwarna hitam pekat yang beberapa menit lalu menghadiahi PREDIKSI dengan gemuruh gunturnya, kini berubah menjadi langit serupa euforia tahun baru. Kembang api berbagai warna dan bentuk berkilat-kilat memanjakan mata hadirin yang mulai diserang bosan tak berkesudahan. Membuat acara pembuka PREDIKSI justru semakin meriah.

Saat Awan sibuk memandang langit, saat itulah Savira melepaskan tangannya dari Awan.

“Eh.. Sorry.” Awan segera melepaskan tangannya yang erat menggenggam kedua pergelangan tangan Savira.

“Wan, Gue..”

“Lo ga perlu jawab sekarang..”

“Maaf Wan, tapi gue gak..” dan kalimat Savira kembali tak tuntas dieksekusi. Bukan Karena Awan memotongnya. Tapi karna kini Awan mengambil selangkah ke depan, membabat jarak antara dirinya dan Savira. Perlahan wajahnya mulai mendekat dengan gadis itu. Savira sungguh tak dapat menghirup oksigen disekitarnya ataupun membuang nafas. Awan semakin menundukkan wajahnya supaya setara dengan Savira.

Tapi Savira tak bisa menerima ini, ia dengan sigap mundur dua langkah. Ia fikir hijabnya sudah cukup tegas untuk membuat batasan antara dirinya dengan Awan. Namun ia salah, Awan terus melangkah maju mendekatinya. Sungguh setelah ini Savira akan meletakkan Awan dalam daftar pria yang patut di blacklist! Savira tak dapat menghindari Awan yang jaraknya kini semakin dekat, bahkan jemari mereka kini bersentuhan. Lalu ia merasakan HT yang ada dalam genggamannya telah berpindah tangan ke Awan.

“Pinjem ya Wat!” ujarnya sambil mengangkat HT yang berhasil ia rebut dari Savira.

“Audio, monitor!”

“Audio, masuk.”

“Mulai nyalain instrument acara pertama!”

“Oke”

“Galih, monitor!”

“Galih, masuk.”

“Kita mulai acaranya sekarang, rektor sudah datang.”

Savira yang mendengar komando Awan, reflek membalikkan badan. Ia berusaha mengedarkan pandang dan menangkap kehadiran Rektor. Benar saja, sosok paling dihormati itu, berjalan menuju tempat yang disediakan dengan penuh wibawa dan riuh tepuk tangan. Bagaimana bisa? Ada apa sebenarnya? Kenapa keadaan bisa berubah-ubah secepat ini? Bukankah sekretaris baru saja mengabarkan bahwa jadwal PREDIKSI dimundurkan? Gumam Savira.

           Savira bergegas meninggalkan Awan. Namun lelaki itu sungguh di luar dugaan. Ia kembali membuat jantung Savira berdegup tak karuan. Ia menarik pergelangan tangan Savira, membuat gadis itu berhenti melangkah, lalu membalikkan badan.

“Pake ini, kasihan make up lo luntur. Dan ini, HT lo. HT gue ketinggalan disana.” ucap Awan, sembari meletakkan sapu tangan dan HT Savira di telapak tangan gadis itu. Ia kemudian menunjuk panggung, tempat dimana HT itu tertinggal. Tanpa menunggu Savira menjawab, ia segera berlari ke arah panggung untuk mengendalikan jalannya acara.

Savira

Savira masih mematung ditempatnya. Ia merasa atmosfer disekitarnya tiba-tiba memanas. Kakinya lemas, seolah tak mampu menampu dirinya. Ia tak mampu menyusul Awan, yang semakin menghilang dari pandangan. Sebenarnya apa yang sudah dilakukan Awan baru saja? Benarkah dia yang sudah menemui sekretaris?

“Sial.. Jantung gue. Plis sehat-sehat..” gumamnya pada diri sendiri. Savira memilih tak langsung menyusul Awan. Ia memilih pergi ke tempat konsumsi dulu. Meneguk segelas air kelihatannya solusi bagus untuk kesehatan jantungnya saat kini. Ia juga perlu menghapus air matanya tanpa merusak make up.

Selain itu, ia juga harus berfikir jernih atas apa yang baru saja terjadi. Mulai dari telatnya Rektor. Kabar mengejutkan dari sekretaris. Pengakuan Awan bahwa ia menemui sekretaris. Kedatangan rektor tiba-tiba. Hingga pengakuan perasaan Awan yang terlalu mendadak di saat yang tidak tepat.

“Ahhhh, terserah lah.” Savira merutuki dirinya sendiri di tempat konsumsi.

“Arina kemana lagi.. Bisa-bisanya dia ngga ngabarin kalau Rektor udah datang.”

Lihat selengkapnya