Decision : Keputusan
Dalam ekonomi, ada tiga jenis keputusan. Keputusan strategis, keputusan taktis, dan keputusan operasional. Manusia seringkali mengambil keputusan taktis. Memutuskan sesuatu dalam waktu singkat, tetapi memiliki dampak untuk waktu yang Panjang. Keputusan yang terkadang disyukuri atau disesali.
***
Hari ini, Reza sedang dalam perjalanan untuk menjemput gadis pinangannya. Namun ia tak menyangka acara penjemputan ini membuat dirinya gugup setengah mati. Belum kemacetan akibat perbaikan jalan, membuat waktu gugupnya harus berlangsung lebih lama. Disisi lain, ia khawatir bila gadis itu menunggu terlalu lama.
“Aduh, macetnya panjang sekali.” Ujar sang istri pada pak kyai.
“Iya Bu, sepertinya ada perbaikan jalan di depan” Timpal Reza.
“Kabarkan padanya kalau kita sedikit telat, Bu.” Pinta pak kyai pada istrinya.
“Nggeh, pak”
***
Pembersihan lokasi acara sudah rampung sebelum dhuhur. Panitia yang menetap di kampus juga sudah mengemasi barang-barangnya, bersiap untuk pulang. Savira tentu sudah mengabarkan jam kepulangannya pada keluarganya. Mengingat pesan Naufal yang akan menjemputnya dengan tamu istimewa. Tamu yang bisa merubah statusnya.
Kini ia sedang membereskan bajunya yang belum tuntas masuk tas. Begitu juga Andin, teman sekamarnya yang juga akan pulang setelah membereskan baju-bajunya.
“Bengong lagi nih bocah. Ra?” tanya Andin sambil menepuk pipi Savira.
“Eh iya, kenapa Ndin?”
“Elo yang kenapa deh. Dari kemarin bengong mulu, masih mikirin Awan lu?”
“Engga lah.”
“Halah, tinggal iya aja susah banget. Mau bareng gue gak pulangnya?”
“Dijemput gue.”
“Sama Awan? Gercep banget deh jadi cowo. Ga biasanya lo dijemput.”
“Engga.”
“Terus?”
“Sama seluruh keluarga gue.”
“Hah? Jemput lo doang satu keluarga?”
“Nah itu dia, gue mau nanya deh sama lo.”
“Apa?”
“Abang gue dari kemarin wanti-wanti buat ngabarin, kapan pulanglah, jam berapalah, pokonya ga biasa banget. Terus katanya mau ada tamu istimewa yang bakal ikut jemput gue dan bikin status gue berubah. Lo bisa nebak ngga, siapa kira-kira tamu yang ikut jemput gue?”
Kali ini Andin meninggalkan baju-bajunya tergeletak. Ia menggeser duduknya mendekati Savira. “Ra, kayanya lo harus hati-hati.”
“Kenapa gitu?” tanya Savira datar.
“Itu pasti lo mau dijodohin Ra.”
Kini Savira sontak berdiri mendengar analisis gila Andin, “Engga! Orang tua gue bukan tipe orang tua yang suka jodohin anaknya. Kak Rosa aja nikah dengan pilihannya sendiri.”
“Ya kan kak Rosa sulung, ga tahu kalau anak bungsu gimana.”
“Enak aja diskriminasi urutan kelahiran. Memilih jodoh adalah hak segala urutan kelahiran, . Dan oleh sebab itu, maka perjodohan di atas dunia, harus dihapuskan.”
“Ya siapa tahu orang tua lo overthinking kalo lo ngga bisa cari jodoh yang bener, terus mereka inisiatif deh buat cariin lo jodoh.”
“Ngga, ngga mungkin Ndin”
“Coba sekarang lo pikir, emang ada gitu tamu yang bisa merubah status lo? Kalo pak RT yang jemput lo? Lo masih mahasiswa kan? Tapi kalo ada cowok yang jemput lo dalam rangka perjodohan, status lo ngga lagi mahasiswa, tapi istri.” Ujar Andin sambil menyeringai, persis tokoh psikopat di film pembunuhan.
“Andin ih.. lo bikin gue tambah kepikiran tau.”
“Nah, saran gue, terima perasaannya Awan, terus kenalin deh ke orang tua lo. Biar lo ga jadi dijodohin.”