EQUILIBRIUM

fiula nafiah
Chapter #23

Recession I

Recession I

Resesi. Singkatnya, ini adalah kondisi ekonomi negara yang sedang buruk dan menurun selama dua kuartal atau lebih (satu kuartal terdiri dari 3 bulan, dalam setahun ada 4 kuartal). Penyebabnya beragam, mulai dari krisis keuangan, hingga perubahan kebijakan moneter dan fiscal.

Cerita hidup Savira sedang berjalan menuju resesi. Masalah datang bertubi namun solusi tak kunjung menghampiri. Dan inilah, kuartal pertamanya.

***

Suasana di kediaman Darell terlihat ramai. Penuh bunga juga manusia. Tak lupa pula seorang lelaki dengan setelan jas berwarna abu-abu, yang siap melamar Darell, demi memenuhi permintaan ibunya semata. Savira menelisik kondisi saat ini. Rupanya memasuki kediaman Darell lewat pintu belakang, adalah rute singkat yang dapat mengantarnya langsung ke kamar Darell.

Krekkk, pintu kamar terbuka.

“Savira!” panggil Darell, histeris.

“Sttt!” Savira mengacungkan jari telunjuknya di depan mulutnya, sembari menutup kembali pintu kamar Darell. “Jangan berisik, ntar gue disuruh bantu-bantu keluarin makanan.”

Mendengar penjelasan Savira, Darell hanya terkekeh. Ia lebih penasaran dengan kehadiran Naufal. “Bagaimana? Bang Naufal jadi datang kan?”

“E.. J-jadi.” jawab Savira. Sesungguhnya ia bingung menjelaskan kondisi Naufal pada Darell.

“Kok begitu jawabnya? Ada apa?”

“Hm.. Bang Nopal memang sudah disini. Tapi dia masih pakai boxer dan ga mau ganti dengan jas.”

“Savira!!! Terus gue bagaimana?!” cecar Darell yang mulai panik. Mengingat acara akan dimulai sebentar lagi.

“Kok lo jadi marah si? Ngajak dia kesini saja susah payah Darell. Apalagi suruh dia ganti dengan jas, nunggu gue kelar S3 dulu deh kayaknya.”

“Aduh, sorry Ra, gue malah jadi marah ke elo. Padahal elo sudah bantuin gue.”

“Terus bagaimana dong?” tanya Savira yang diliputi rasa bersalah.

Darell memperhatikan Savira dari atas ke bawah. “Badan kita satu ukuran kan?”

“Hah? Maksud lo?”

***

Naufal merendahkan kursi kemudi. Ia ingin meletakkan bebannya dengan tertidur. Dirinya diliputi berbagai macam perasaan. Ada perasaan senang, karena Reza bisa mendapatkan pendamping melalui bantuannya. Tapi ada rasa sesal, karena ia tak lebih dulu berani meminang Darell. Akhirnya, gadis itu sudah lebih dulu diambil orang. In the end, we only regret the chances we didn’t take.

Tiba-tiba, ia teringat tempat sampah tempatnya membuang surat. Memang mustahil jika mengaharapkan surat itu masih ada disana saat ini. Namun, kaki Naufal tiba-tiba meminta dirinya untuk berjalan kesana. Sebelum keluar, ia mengganti dulu boxernya dengan baju yang lebih sopan. Maklum, kawasan pesantren, wajib berbusana muslim atau muslimah.

Tapi jangan harap ia akan berganti jas seperti yang diharapkan Savira. Ia hanya mengganti boxernya saja, tanpa mengganti kaos 10 tahunnya. Zep! Pintu mobil sudah ditutupnya. Kini Naufal berjalan ke arah tempat sampah. Sesampainya disana, tentu ia tak menemukan apapun selain dedaunan kering pagi ini. Sorot matanya meratapi bagaimana ia menjadi seorang pengecut.

“Cari ini?” tanya seseorang, ia menyodorkan surat yang Naufal cari.

“Iya.” jawab Naufal, gembira. Tunggu, siapa orang ini? Naufal berbalik badan dan mendapati seorang wanita menyodorkan surat itu, Darell. Naufal mengingat kembali outfit yang dipakainya. Haruskah ia bertemu Darell dalam penampilan semengenaskan ini.

“Darell, kenapa kamu disini? Harusnya kamu disana.” ucap Naufal panik, ia menunjuk kediaman Darell. “Bu, tolong antar mbak ini ke rumah itu!” pinta Naufal ke salah seorang walisantri yang berjalan melewatinya.

“Eh, ga usah Bu. Saya memang datang kesini menemuinya.” tolak Darell halus. Walisantri itu hanya keheranan melihat mereka, kemudian pergi meninggalkan.

“Buat apa aku kesana, setelah membaca surat ini, Kak?”

Lihat selengkapnya