EQUILIBRIUM

fiula nafiah
Chapter #24

Deficit

Deficit

Defisit adalah kata umum dalam kehidupan ekonomi. Walau hadirnya tidak diharapkan, namun tanpanya kita tak pernah belajar untuk lebih baik. Begitu pula pada hidup manusia. Seperti defisit, kesedihan adalah kata umum dalam hidup manusia. Ia adalah kata yang tak diharapkan dalam kehidupan. Namun, apakah tanpanya, kebahagiaan akan menjadi bermakna? Tentu saja tidak

***

“Savira, Bu.” jawab Reza ragu.

“Sama dia saja, le.”

“Ibu ini milih mantu seperti milih ikan di pasar. Sekali lihat langsung beli.” gerutu Reza.

***

Savira merasa kondisi keluarga Darell sedang membutuhkan waktu lebih banyak untuk memahami situasinya. Ia memilih memberikan waktu itu sepenuhnya, alih-alih mencampurinya. Sebenarnya ia begitu penasaran atas apa yang baru saja dialami Darell.

Beberapa menit sebelum acara, Darell menunjukkan sepucuk surat yang ditulis Bang Nopal. Surat yang sudah lecek dan hampir robek akibat pernah berpindah pada beberapa tangan. Tapi tidak dengan isinya. Masih utuh dan kuat, hingga perasaan itu benar-benar sampai pada Darell. Savira sungguh tak pernah mengira bahwa kakaknya itu memiliki haluan rasa yang sama dengan Darell. Bodoh sekali Savira yang mengira Naufal punya utang pada Darell.

Karna sepucuk surat itulah, Darell meminta Savira menggantikan posisinya. Ia akan pergi menemui Naufal, menyelesaikan perkara hati yang belum tuntas. Bagaimanapun Savira mencegah Darell melakukannya, gadis itu tetap nekat. Katanya, lebih baik mencoba dan tahu di mana salahnya, daripada tak pernah mencoba dan dihantui kesalahan.

Namun tiba-tiba Darell mengunci dirinya rapat-rapat, lengkap dengan pintu kamar yang berdentum keras menghantam kusen pintu. Savira bisa menebak, pasti Naufal sudah raib dari bapenta. Sikap Darell tentu menunjukkan bahwa pertemuan mereka berjalan alot, dan berakhir tanpa keputusan yang bermakna.

Kini, Savira dengan baju lamaran Darell yang masih melekat ditubuhnya, berjalan gontai menuju gerbang pondok tersebut. Naufal memang telah raib dari bapenta, dan ia harus segera memesan taxi online. Jemarinya lincah mengetik alamat rumahnya, serta alamat pondok sebagai titik jemput. Namun belum khatam ia mengetik, suara klakson mobil mengalihkan pandangannya dari layar handphone-nya.

“Mbak Savira, pulang naik apa?” tanya seorang wanita paruh baya, saat kaca mobil berhasil terbuka sepenuhnya. Savira tersentak, siapa wanita ini? Batinnya. Savira tidak bisa melihat siapa yang duduk di belakang kemudi, sebab tertutup wanita itu.

“Naik Grab, ibu.”

“Belum pesan, kan? Sudah, ayo bareng kita saja.” tawarnya.

“...” sesungguhnya ia masih bertanya siapa wanita ini, dan mengapa begitu baik padanya, hingga ia belum memberikan jawaban apa pun.

Le, bukain pintunya!” perintah ibu itu pada anaknya. “Pantas saja kamu belum dapet jodoh le, anak lanang kok ngga romantis blas.” keluhnya.

Tiba-tiba, sosok familiar itu keluar dari mobil. Persis seperti perintah ibunya, ia membukakan pintu untuk Savira. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali, tak percaya ia bisa sedekat ini dengan Reza.

 Namun yang ia rasakan bukanlah euforia jatuh cinta. Ia merasakan tanda tanya besar pada sorot mata Reza. Wajar saja, siapa yang tidak bertanya-tanya bila wanita yang hendak dilamar, berubah haluan tepat di hari lamaran. Menurut Savira, Reza dan Darell bisa saja menjadi pasangan. Tapi kalau sudah tidak jodoh, mau menikah pun, pasti akan berpisah. Karna takdir selalu menemui empunya, terlepas dari kapan dan bagaimana caranya.

“Ngga usah, ibu, terima kasih. Saya naik Grab saja.” elak Savira.

“Kalau bisa gratis, kenapa harus cari yang berbayar.”

Bagaimanapun caranya, Savira harus menolaknya. Ia sudah merasa bersalah pada keluarga Darell dan Reza. Berada di dekat mereka hanya akan mengingatkannya akan kesalahannya.

“Ini sudah mau nyampe Grabnya, ibu.”

“Ya sudah, ibu akan temani kamu naik Grab.” ujar wanita itu sambil membuka pintu. Melihat apa yang dilakukan sang ibu, buru-buru Savira memasuki mobil yang pintunya telah dibuka oleh Reza. Gila saja dia naik Grab berdua dengan ibu Reza. Suasana kikuk macam apa yang nanti akan menemani?

Ibu itu tersenyum, dan mobil Reza segera melesat menuju kediaman Savira.

***

Lihat selengkapnya