Erau: Festival untuk yang Hidup dan Mati"

Muhammad Agra Pratama Putra
Chapter #1

Kedatangan di Tanah Kutai

Bandara APT Pranoto Samarinda dipenuhi warna-warna cerah dan semangat liburan. Lima anak muda turun dari pesawat dengan langkah ringan dan mata berbinar. Kamera menggantung di leher, tas selempang penuh perlengkapan vlog, dan antusiasme tampak jelas dari wajah mereka. “Welcome to East Borneo, guys!” seru Gilang, host utama yang selalu sigap di depan kamera. Ia langsung mengangkat gimbal, merekam wajah-wajah timnya. “Kita akhirnya liput Festival Erau, langsung dari tanah leluhurnya. Epic banget!” Di belakangnya, Adit, si kameramen utama, hanya mengangguk sambil memeriksa ulang perlengkapan. “Fokus. Ini budaya orang. Kita di sini buat ngangkat, bukan numpang tenar.” Reno, si soundman yang selalu santai, menggoda sambil nyengir, “Tenang, Pak Komandan. Belum mulai aja udah kayak briefing tentara.” Tasya, penulis skrip dan researcher budaya, tersenyum tipis, mencatat sesuatu di buku sakunya. Ia menikmati momen awal perjalanan fase ketika semuanya masih segar, penuh rasa penasaran. Sementara itu, Nadia, kekasih Gilang dan influencer gaya hidup, sibuk berswafoto. Ia mengetik caption: “Finally, Kalimantan!” lalu menambahkan dengan semangat, “Oke, next stop: Tenggarong!”

Menuju Tenggarong

Perjalanan mereka menuju Tenggarong dilakukan dengan mobil travel. Jalanan mulai dikelilingi hutan lebat, jembatan Mahakam menyambut megah, dan langit sore perlahan memerah. Sesampainya di Tenggarong, kota itu tampak bersolek menyambut Festival Erau. Spanduk besar bergelantungan:

“Selamat Datang di Festival Erau Adat Kutai Kartanegara.”

Lampu kuning keemasan menyala di sepanjang jalan. Di halaman Museum Mulawarman, anak-anak kecil berlatih menari Belian, lengkap dengan kostum dan selendang merah marun. Tasya menatap pemandangan itu sambil berbisik, “Ini... indah banget. Rasanya kayak kembali ke masa lalu.” Nadia mengangguk setuju. “Kayak ada aura... magis gitu ya?”

 

 

Lihat selengkapnya