Erau: Festival untuk yang Hidup dan Mati"

Muhammad Agra Pratama Putra
Chapter #4

Ritual Air dan Tarian Belian

Hari masih dini ketika mereka dibangunkan oleh suara ketukan lembut di pintu kamar. Laras, dengan pakaian adat berwarna tanah dan kain ulap doyo melilit pinggangnya, meminta mereka bersiap lebih awal dari biasanya.

“Ada ritual air pagi ini,” katanya tenang. “Bagian penting dari rangkaian Erau. Harus ikut.”

Mereka berlima   Adit, Nadia, Reno, Tasya, dan Gilang   masih mengantuk, tapi bangkit juga, mengenakan pakaian yang lebih sopan, sesuai arahan. Kamera dan perekam suara dibawa. Momen ini akan jadi konten mereka   bagian penting dari dokumenter: “Erau: Warisan Sakral Tanah Kutai.”

Apa itu Erau? Dalam perjalanan menuju dermaga, Laras menjelaskan sambil berjalan.

“Erau artinya ‘keramaian’, ‘kegembiraan’. Dulu, ini upacara kerajaan   pengangkatan raja, pembersihan kerajaan, menyambut tamu dari dunia nyata dan dunia halus.”

Nadia menimpali, “Jadi kayak festival rakyat?”

“Lebih dari itu,” jawab Laras. “Ini jembatan antara dua dunia. Dan bukan cuma manusia yang datang saat Erau...” Semua terdiam.

Perahu Sakral dan Sungai Mahakam Di tepian Sungai Mahakam, perahu-perahu telah disiapkan. Dihiasi kain kuning dan merah. Di tengahnya, sebatang tombak berdiri tegak  lambang raja-raja Kutai dan perlindungan dari gangguan tak kasatmata.

Aji Raga Brata menyambut mereka dengan khidmat, mengenakan busana adat yang lebih lengkap. Di belakangnya, sekelompok penari Belian berdiri tenang, wajah mereka ditutupi lukisan arang dan putih telur.

“Air Mahakam adalah ibu yang menyimpan banyak nama,” ujar Aji Raga. “Tapi ia juga cermin. Apa yang kamu pancarkan padanya, akan kembali... entah itu cahaya, atau bayangan.”

Munculnya Awang Dewa Sebuah sosok berjalan perlahan mendekat. Wajahnya tirus, matanya tajam seperti sudah terlalu lama memandangi gelap hutan. Ia mengenakan busana hitam bertabur benang hijau dan emas berbentuk sulur. Tak ada yang menyambutnya dengan suara keras, tapi semua memberi ruang.

"Awang Dewa," kata Aji Raga. “Belian muda yang tak pernah meminta panggung, tapi selalu didatangi mimpi.”

Laras menambahkan lirih, “Dia bisa melihat yang tersembunyi.”

Tasya langsung menyalakan kameranya. “Kita harus wawancarai dia.”

“Kalau dia mau bicara,” jawab Laras, pendek.

Apa itu Belian? Saat perahu mulai bergerak menyusuri Mahakam, Laras mulai menjelaskan pada kamera.

Lihat selengkapnya