Error 404: Validation Not Found

Listaa
Chapter #3

Bab 3

Sudah dua hari sejak Bagaskara menjadi topik panas di sekolah. Lelaki itu memilih menarik diri dari teman-temannya. Selain karena Pradana tidak masuk selama dua hari ini—katanya ada casting—Bagaskara juga merasa mereka mulai menjauh. Meja yang biasanya dipenuhi oleh Vian dan Lili setiap istirahat kini terasa sepi. Bahkan, tatapan mereka terasa berbeda, seperti ada jarak yang tiba-tiba terbentang.

Bagaskara lebih sering diam, memikirkan bagaimana caranya agar suaranya didengar. Alih-alih dianggap sebagai korban fitnah, dia malah dianggap blunder oleh para pendukung Fabian yang sudah berasumsi bahwa komiknya memang plagiat dari animasi Fabian.

Followers-nya hanya 100-an. Sementara Fabian mencapai 1 juta. Suaranya pasti kalah dengan pendukung Fabian yang begitu banyak.

"Emang gak ada cara lain buat ngebela diri," gumam Bagaskara pelan saat kembali melihat komentar di X maupun di akun Webtoon-nya. Dia mendesah lelah, menempelkan pipinya ke tumpukan buku bersampul 'How to be a Graphic Designer Without Losing Your Soul'. "Gagal nih gue?"

Frustrasi menyelimutinya, tapi dia tidak tahu harus berbuat apa. Bahkan, klien yang memintanya mendesain poster dan lainnya pun mengirimi pesan pembatalan, padahal mereka sudah mengirim design brief untuk jadi acuan Bagaskara.

Penghasilannya hilang!

 

Kenapa Fabian bisa menuduhnya?

 

Impian Bagaskara memang tercapai untuk di-notice Fabian, tapi maksudnya bukan untuk dihujat, Ya Tuhan!

Bagaskara berdecak, menatap poster event yang akan dia kunjungi sore ini, tetapi keadaan memaksanya untuk tidak melakukannya.

Bagaskara berjalan lunglai dari arah perpustakaan. Aradia, yang baru balik dari lab komputer, berlari kecil menghampirinya. Gadis itu bahkan mengambil kembali jalan yang sudah dilewatinya hanya untuk berjalan di samping Bagaskara.


"Ya ampun, Bagas! Lo ke mana aja?" Bagaskara melirik Aradia. "Perpus." "Sukurlah, lo malah jadi rajin belajar."

Bagaskara mengernyit. Kenapa Aradia suka menafsirkan sendiri? "Kata Pak Gun gimana, Gas?" tanya Aradia lagi.

Ah, iya. Pada akhirnya dia dipanggil oleh Pak Gunawan untuk menghadap ke ruangannya. Katanya, "It's okay, Gas. Selagi kamu memang bisa membuktikan kalau kamu gak salah, semuanya bakal baik-baik aja. Urusan kepala sekolah biar bapak yang urus."

Nyatanya, semuanya gak baik-baik saja, saat sumber penghasilannya jadi sepi. Harapannya untuk kembali ke rumah lamanya sudah hilang. Keluar dari gang akan semakin lama digapai.

"Aman," jawab Bagaskara singkat.

 

Langkah Bagaskara tertahan saat mendengar suara nyaring Griselda dari dalam lab komputer. Begitu semakin mendekat ke pintu, dia bisa melihat Griselda berdiri, kepalanya menunduk, dengan tangan mengepal.

Griselda bisa teriak?

 

Ruangan itu mendadak senyap saat Griselda, yang jarang bicara, kembali angkat suara, "Emang kenapa kalau bokap gue punya istri 2!? Kalian nafkahin!? Nggak, kan?"

Melihat bagaimana Griselda sampai melawan zona nyamannya, membuat Bagaskara menarik sudut bibirnya tipis. Apakah dia juga bisa?

Lalu, gadis itu keluar dengan tergesa setelah meraih buku besar bertuliskan 'Java Script', dan menatap Bagaskara dan Aradia sekilas, dengan ... sinis?

Ah, entahlah. Bagaskara tidak berani menatapnya lama-lama.

 

"Aradia, temen deket lo tuh. Udah bisa ngomong," teriak seorang laki-laki dari dalam lab saat melihat kemunculan Aradia, sambil tertawa mengejek.


Begitu menoleh, Bagaskara melihat tatapan tidak suka gadis di sampingnya.

Ekspresi wajahnya terlihat muak. "Temen lo aja kalik!"

 

•••

 

Kali ini Bagaskara memilih jalan kaki, menyusuri gang walau kakinya suka sakit kalau dipakai jalan jauh, tapi ini satu-satunya cara untuk menghilangkan stres. Kepalanya sudah berat, mengepul, bahkan mungkin sedikit lagi mengeluarkan asap.

Bagaskara mulai memelankan langkah saat melihat seseorang mencoret- coret tembok dengan kaleng cat di sisi gerbang dekat kali.

"Woy!" Bagaskara berlari kecil menghampiri Keenan yang masih memakai PDL jurusan warna merah. "Lo ngapain, sih, gambarin tembok? Kotor jadinya."

"Ini tugas dari Pak RT," jawab Keenan sambil menunjuk beberapa cat kaleng kecil di bawah.

Bagaskara mengernyit. "Hah?"

 

Lihat selengkapnya